"Eh.. Ngapain, lu disini?" tanya Vera yang tak sengaja memergoki Raka yang terus menatap ke arah Lama. Raka yang terkejut, dia seketika menoleh, melihat wajah Vera di depannya. Ia melebarkan matanya.
"Lu juga ngapain disini?" tanya Raka. Memutar matanya malas. Dia mengacuhkan Vera yang tiba-tiba duduk di sampingnya.
Vera tersenyum tipis. "Lihatlah, laki-laki di depanku ini. Dia sedang mencuri pandang pada wnaita cantik yang tidak terlalu jauh darinya." sindir Vera. Sembari tersenyum tipis. Menutup mulutnya. Menahan tawa yang ingin meledak.
"Siapa juga yang melihatnya. Sudah pergilah. Jangan ikut campur urusan orang. " kesar Raka.
Vera adalah sahabat Raka yang paling peduli dengannya. Dia tak kalah cantik dengan Lama, tapi, hati Raka hanya untuk Lana. Dia sudah lama diam-diam mencintai Lana. Dan, Vera tahu itu. Dia selalu saja mengejeknya saat ketahuan curi pandang pada Lana. Meski mereka sangat dekat. Tapi, mereka tak jauh dari pertengkaran. Bahkan hampir setiap hari mereka bertengkar.
"Kalau lu laki, sana cepat dekati dia. Sebelum dia di dekati laki-laki lain. Kalau lu cuma diam disini melihatnya dari jauh. Sampai tahun batu juga gak Akan bisa dekat dengannya." Kata Vera kesal. Dia memukul bahu Raka. Mencoba menyadarkan dia agar segera bertindak.
Raka menghela napasnya. Dia tersenyum tipis. Saat melihat Lana tersenyum manis did depan temannya. "Aku melihatnya dari jauh saja merasa lebih nyaman. Dari pada aku melihatnya dari dekat." ucap Raka. Ingin rasanya dia mendekat pada Lana. Tapi, hati belum siap.
"Sekarang aku tanya sama kamu." Vera mendekatkan duduknya. "Kamu suka dengannya yidak?" tanya Vera.
"Bukanya kamu sudah tahu, jika aku suka dengannya?"
"Nah, jika memang Lu suka dia. Kejar. Jangan Takut di tolak. Selagi kamu bis tetap berjuang dan bertahan. Lebih baik lakukan sekarang. Sebelum kamu menyesal nantinya. Karena penyesalan datang belakangan." kata vera sok bijak.
"Iya, kalau datang di depan. Itu namanya pendaftaran." Jawab Raka.
"Nah, makanya sana. Ceoat kejar dia. Dari pada lu diam disini jadi batu hidup. Tuh, dia udah mau pergi." Vera memukul keras punggung Raka. Berharap dia segera sadar dengam pilihannya.
Raka menatap ke depan. Kedua matanya melihat setiap langkah Lana pergi. Sembari berpikir sejenak beberapa detik. Dia memutuskan untuk berdiri. Mengatur napasnya sejenak. Merasa lega. Raka segera pergi menibggalkan vera tanpa sepatah katapun
"Tuh, nak kurang ajar banget. Aku yang ajarin dia. Eh. Malah dia nylonong gitu aja gak pamit." geram Vera kesal.
****
"Sa!!" panggil Raka, berjalan menghampiri Lana yang sedang duduk sendiri di taman. Raka menarik napasnya dalam-dalam. Dia sudah siap apapun yang di katakan
"Ada apa?" jawab cuek Lana, tanpa menatap ke arah Raka. Ke dua matanya fokus pada buku n****+ di tanganya.
Raka menarik napasnya, mencoba memberanikan diri berbicara pada lana.
"Boleh duduk di sini?" tanya Raka malu-malu.
"Duduk saja, gak ada yang melarang kamu duduk," Lana masih tetap jutek. Dan itu tidak jadi masalah untuk Raka. Raka mengeluarkan semua keberaniannya duduk di samoing Lana.
"Boleh pinjam tangan kamu?"
Lana menghela napas berat, kemudian menutup bukunya kasar. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Lana tak ramah. "Beraninya kamu pinjam tanganku. Apa kamu mau menggodaku," ucap terus terang Raisa.
Raka hanya tersenyum ramah, "Tidak, aku hanya ingin memberi tahu kamu satu hal,"
"Ucapkan saja," tegas Lana. Mulai risi dengan kehadiran Raka.
"Setiap perkataan tidak selalu bisa di ucapkan dengan kata-kata."
"Apa kamu gak bisa bicara?" Raisa mulai kesal, dia beranjak berdiri menajamkan pandangan matanya menatap Raka di depannya. Dan Raka tidak pernah berhenti tersenyum. Hanya karena ingin mendapatkan hatinya yang begitu kokoh menolak untuk dengannya.
"Pinjamkan sebentar tangan kamu," ucap Raka mengulurkan tangannya. "Hanya sebentar," Raka mengerjapkan matanya.
Raisa menarik susut bibirnya tipis. "Kenapa kamu ingin dekat denganku?" tanya Lana mengulurkan tangan kanannya.
Raka hanya diam, dia mulai memegang tangan lana, mengukir gambar hati di nadinya.
Lana mengerjapkan matanya berkali-kali. Raut wajahnya berubah ngeri. Seketika muncul banyak pertanyaan dalam benaknya.
Siapa laki-laki aneh ini? Apa yang di lakukannya? Apa dia memang kurang waras?
"Apa kamu lupa denganku?" tanya Raka.
Raisa mengernyitkan keningnya, sedikit familiar dengan laki-laki di depannya. Apa mereka bertemu? Tapi di mana? Dan kapan?
Ah.. Entahlah. Raisa sama sekali tidak ingat akan hal itu.
"Jika kamu tidak ingat, tidak masalah!!"
Lana hanya terdiam, mengamati setiap lekuk wajah laki-laki di depannya.
"Apa boleh aku minta nomor ponsel kamu?" ucap pelan Raka.
Dan untuk kesekian kalinya. Lana hanya diam tidak memperdulikannya.
Raka berdecak kesal dalam hatinya. Tetapi, dia mencoba untuk tetap sabar. Hanya untuk nendapatkan hatinya. Dia berusaha bersabar menghadapi semua sikapnya yang angkuh, dan terkenal play girl.
Raka mengibaskan tangan kanannya tepat di depan wajah Lana.
"Apa kamu baik-baik saja?"
"Kamu tampan,"
Raka mengerutkan keningnya heran "Apa yabg kamu bilang tadi?"
Lana segera menyadarkan dirinya.
"Emm.. Lipakan saja, gak teralku penting." Lana mencoba mengelak.
"Oya, kamu siapa?" tanya Lana lembut, suara khas lembut miliknya membuat Raka terdiam tidak berdaya. Hanya 3 kata tetapi mampu membuatnya tidak berdaya.
Raka menarik napas beratnya, kemudian dia berdiri tepat di hadapan Lana. Mengulurkan tanganya trpat di depannya.
"Perkanalkan, aku Raka Baskara Agantya Biasa di panggil Raka. Aku ketua dari geng Stupa. Pernah bersekolah di SMP Harapan. Anak dari ibu Renata dan bapak Rama."
"Hah?"
"Oya, apa kamu sudah ingat sekarang?" tanya Raka. "Aku laki-laki yang pernah mengukir tanda hati di nadimu juga dulu. Sekarang bolehkan aku minta nomor ponsel kamu," ucap Raka penuh percaya diri di atas rata-rata.
"Nggak." jawab Lana enteng.
Raka menunduk, mendesis kesal. "Em. Ya, udah. Kalau tidak boleh. Aku hanya minta tulis nama kamu di nadiku," ucap Raka terang terangan.
"Tulis apa?"
"Kata cinta atas nama kamu,"
Lana terdiam, dirinya sangat terkejut mendengar pengakuan Raka yang jelas tepat berbicara di depan wajahnya. Meski sudah puluhan kali banyak laki-laki yang mengungkapkan cinta padanya. Tidak sedikit juga yang di terimanya. Bagi wanita di cap playgirl di kalangan pria membuat reputasinya bahkan jelek. Tetapi, memang itu kenyataannya. Dia menang tidak bisa setia pada satu laki-laki..
"Buat apa?" tanya Lana semakin dingin, menahan kekesalannya.
"Agar aku bisa selalu mengingat nama kamu di setiap denyut nadiku berdetak,"
Lana geleng-geleng kepalanya heran. Merasa sudah mulai kesal, wanita itu beranjak berdiri. Membalikkan badannya pergi. Langkahnya terhenti di saat sebuah tangan memegang erat lengannya.
"Kemanapun kamu pergi, kamu akan selalu bertemu denganku,"
Lana menoleh, mengembangkan bibirnya. Penuh dengan pikiran yang menganggu otaknya.
Gimana bisa laki-laki aneh ini tiba-tiba datang di depanku?
"Makasih.. Aku berterima kasih pada Tuhan.. Masih di beri kesempatan untuk menatap wajah kamu," ucap Raka, "Apalagi senyum manismu, yang selaku mengganggu di setiap tidurku."
Lana menghela napas beratnya. Dia menarik tangannya, kemudian menghentakkan kakinya kesal, dengan raut wajah yang semula penuh senyum , seketika menjadi wajah yang muram penuh kekesalan.
Lana beranjak pergi meninggalkan Raka sendiri.
"Aku akan selalu mengejarmu. Sampai kamu benar-benar tunduk padaku, baby." Tanpa beranjak berdiri, memberikan kissbay pada Lana sebelum kakinya melangkah pergi.
Lana menghela napasnya. "Dasar aneh!" Lana beranjak pergi meninggalkan tempat dia duduk tadi.