Prolog
Aku Raka Bagaskara aku punya wanita yang aku idamkan sejak lama. Berharap bisa dekat dengannya. Saat ini aku duduk di bangku kuliah. Dan, sudah menginjak semester akhir. Sebentar lagi, aku ingin segera menyatakan cintaku. Sebelum aku pergi keluar negeri. Seperti apa yang aku idamkan dulu.
Aku berharap cinta pada seseorang pasti sangat menyakitkan. Dan amat sangat sakit. Lebih menyakitkan dari orang yang patah hati. Kenapa aku bisa bilang begitu. Karena aku mengalaminya. Gimana rasanya memendam rasa selama bertahun-tahun. Butuh perjuangan keras untuk mengungkapkan sepenggal kata cinta. Butuh usaha keras untuk bisa dekat dengannya yang selalu cuek padaku. Bahkan setiap hadiah yang aku berikan selalu dia buang muka padaku. Entah apa yang kurang dariku. Tapi, aku pikir-pikir mungkin aku tidak punya uang banyak seperti laki-laki yang selalu dekat dengannya. Aku hanya punya cinta tulus yang siap kuberikan kapan saja untuknya.
Tetapi, seakan aku tidak pernah menghargai perjuanganku sama sekali. Di hari pertamaku kencan dengannya, dia bahkan sama sekali tidak mau menatapku, sampai pada akhirnya aku memberanikan diri mengungkap rasa padanya. Hal yang mengejutkan terjadi dan merubah hidupku. Dia hanya ingin berteman denganku. Dan itu membuat aku seakan melayang jauh ke atas angan yang indah.
Namun aku takut terjatuh dengan sebuah harapan yang tak pasti. Teman, iya hanya teman. Berbulan-bulan aku menahan sakitnya sebagai teman. Cara yang begitu menyakitkan saat dia mencoba menolakku. Aku bisa dekat dengannya. Melihat Wajahnya, matanya, hidungnya, senyum manisnya. Itu semua hanya sebatas memandang tanpa bisa menggapai hatinya.
Tetapi, perlahan aku mulai sadar, aku salah memaksa wanita yang tidak pernah mencintaiku untuk memilihku. Saat keadaan aku mulai memburuk. Kau hanya butuh kamu disisiku. meski aku tahu itu tidak mungkin. Karena hatimu sudah jadi milik laki-laki lain.
Kini aku sudah tahu. Kau tidak pantas aku miliki. Meski hanya sedetik saja.
Kau bukanlah untukku. Meski kamu tahu aku sangat menyangimu.
Dirimu kini telah bersamanya.
Kini ku sadari rasa ini tak mungkin dapat terwujud dalam kisah kasih kita. Kini aku mengerti tulus cinta ini hanyalah mimpi panjang yang tak pernah usai. Karena hanya untuk bersamamu hanyalah berharap memeluk bulan.
Raka : Berjuang sendirian sangatlah berat. Bahkan aku rela melakukan apapun yang dikatakan. Wajah tampan dan ketenaran tidak selalu mendapatkan kebahagiaan dalam cinta. Meski harus mendapatkan cinta wanita playgirl-pun aku tidak bisa.
Cinta yang pernah aku bumbui kini dituai dengan sebuah luka yang amat dalam. Rasa sakit yang diberikan membuat bekas dalam hatiku yang menimbulkan rasa perih yang menyakitkanku secara perlahan.
"Aku berharap cinta itu hadir di hari terakhirku. Tetapi apalah daya. Aku hanyalah sebuah figuran dalam hidupmu. Aku tidak pernah ada dalam hatimu. Dan sebaliknya kamu yang selalu ada dalam hatiku. Mungkin ini adalah perasaan terakhirku. Rasa yang tulus untukmu kau balas dengan duri yang menyakitkan.luka ini sebagai saksi cintaku, akan selalu ada sampai aku menghembuskan napas terakhirku.Hanya tuk bersamamu. Bagaikan berharap memeluk bulan.
Aku sangat berterima kasih atas semuanya. Sekeping hal indah yang kamu berikan padaku. Meski itu hanyalah hal sederhana. Tetapi setidaknya aku bisa tahu jika aku tidak pantas berada disisimu, melihatmu tersenyum, bahkan memilikimu seutuhnya aku tak pantas. Dan aku sadar diri akan hal itu.
Terima kasih cinta. Terima kasih.Atas semuanya. Semoga dia bisa bahagia dengan pilihannya. Dan inilah harapan terakhirku
~
Lana :
Maafkan aku yang tak bisa mencintai kamu. Aku bukanya tidak ada perasaan denganmu. Tetapi bagiku. Kamu adalah teman terindah bagiku. Aku belum bisa melepaskan hatiku untuk orang lain. Terima kasih telah hadir dalam hidupku. Hebat indah warna warni di hidupku. Kamu laki-laki terhebat yang pernah aku kenal. Kamu laki-laki terbaik.
Aku merasa aku tidak pantas untuk dicintai laki-laki yang begitu sempurna di mata wanita. Laki-laki baik sepertimu. Pantas mendapatkan yang terbaik untukmu. Tapi, aku berharap keadilan akan datang. Dan, bisa membalikkan semua keadaan. Hanya itu yang bisa aku harapkan. Agar aku bisa mencoba membuka hati untukmu.
~~~~
Seorang wanita cantik berjalan dengan langkah terburu-buru. Kedua tangannya mendekap tumpukan buku. Dia terlihat panik, berjalan tanpa melihat di depannya dan. Brukk…
Dia tak sengaja menabrak seseorang di depannya. Hingga buku dalam percakapannya jatuh berserakan di lantai.
"Maaf.. maaf." hanya itu ucapnya berkali-kali sambil menundukkan kepalanya.
"Maaf! Kamu gak apa-apa, kan?" tanya laki-laki itu. Dia duduk jongkok membantu membereskan bukunya.
"Udah! Gak apa-apa." Lana dia mencoba membereskan cepat buku-buku yang berserakan.
"Biar aku bantu."
"Tidak usah!" kedua tangan mereka Tanpa sengaja saling menyentuh buku yang sama. mereka mengangkat kepalanya bersamaan. Kedua mata itu saling bertemu dalam diam. Tatapan itu bertahan sampai beberapa detik. Lalu, saling memalingkan wajahnya malu.
"Em… Maaf! Aku pergi dulu." ucap Raisa. Dengan cepat dia membereskan bukunya, mengambil bukunya. Mendekapnya, lalu melangkahkan kakinya pergi. Tanpa sepatah kata lagi keluar dari bibirnya. Laki-laki di depannya hanya diam, dengan bibir menganga menatap kagum wajah cantiknya. Senyum yang manis. Rambut panjang terurai. Dan, kulit yang nampak sangat bersih.
Laki-laki itu segera menyadarkan dirinya dari lamunannya.
"Eh… Tunggu…" laki-laki itu mengangkat tangannya. Namun jemari tangannya sudah tak bisa menggapai tangannya. Senyum tipis menunjukan sebuah penyesalan saat dia tidak tahu siapa namanya.
Helaan napas kasar terdengar begitu penuh penyesalan.
"Hah… Senyum yang begitu manis." ucap Raka.
*__*_
Sepulang kuliah. Raka berjalan santai menggunakan earphone, terpasang di lehernya. Dengan tangan berada di dalam saku sweater miliknya. Dia berjalan bersama temannya. Saling berbincang, bercanda, bersama teman laki-lakinya. Langkahnya terhenti, saat melihat sosok wanita yang diidamkan sedang duduk sendiri di halte bus.
"Bro… Aku pulang dulu, ya." ucap Raka. Melambaikan tangannya.
"Lo, yakin?"
"Iya.. Aku masih ada urusan." ucap Raka. Tersenyum simpul.
"Ya, udah. Aku masuk dulu." beberapa temannya segera naik ke dalam bus yang berhenti di depannya. Berbeda dengan Raka. Dia melirik ke arah Lana. Wanita itu masih saja diam melamun. Dengan headset yang terpasang di dua telinganya. Kedua tangan memegang tumpukan buku di pangkuannya. Duduk dengan pandangan mata kosong. Raka menghela napasnya. Dia mencoba mengatur hatinya. Agar tidak gugup jika mencoba mendekatinya.
"Lana tunggu aku!" ucap Raka lirih. Dalam satu helaan napasnya. Dia berjalan mendekati Lana. Berjalan penuh keraguan. Hingga duduk di sampingnya. Raka seperti laki-laki culun. Terlihat linglung saat mencoba mendekati Lana. Wanita yang paling susah didekati. Raka menggeser duduknya, melihat tangannya, dia mencoba menyentuh jemari tangannya uang kini sudah ada di samping tangannya. Sekilas menyentuh ujung jari telunjuknya. tak lama, ada bus datang. Tanpa menoleh ke arah Raka. Lana bangkit dari duduknya. Memeluk bukunya. Berjalan masuk ke dalam bisa. Tak mau ketinggalan. Raka masuk ke dalam bisa.
Suasana bis nampak sangat ramai dari biasanya. Lana Berjalan kedepan. Tanpa sadar ada tempat duduk kosong di belakang. Raka duduk di tempat itu. Pandangan matanya tak lepas dari Lana. Melihatnya kebingungan. Raka menarik ujung bawah tas milik Lana.
"Hai… Kamu mau duduk?" tanya Raka. Baru kali ini dirinya dapat kesempatan bicara dengannya. Raka mencoba mengeluarkan senyuman rumahnya.
Lana Hanya diam menatap ke arahnya aneh. "Ita.. Tapi, aku tidak masalah juga berdiri." ucap Raisa. Semakin handsetnya. Lalu, memalingkan wajahnya acuh.
Raka bangkit dari duduknya. Dia menarik tas Raisa. Hingga dia tertarik duduk di tempatnya.
"Duduklah!" ucap Raka. Dia berdiri di samping Raisa duduk. Wanita itu hanya diam dengan bibir menganga meninggalkan kepalanya. Menatap ke atas. Sementara Raka sok cuek, dia terlihat begitu dingin. Diam-diam dia mengamati sekitarnya. Menjaga Raisa agar tidak ada yang berani menyentuh atau mengganggunya.
"Makasih!" ucap Lana datar.
"Tidak masalah, lu turun dimana?" tanya Raka, menatap sekilas Lana.
"Depan, tidak jauh." jawabnya. Lana memejamkan matanya sejenak. Dia mencoba untuk tetap tenang. Menikmati perjalanan. Tanpa pedulikan Raka lagi. Merasa tenang wanita di sampingnya sudah aman. Raka memukul besi pegangan di atasnya. Dia segera beranjak turun. Sampai di pinggir jalan. Raka melihat ke arah Bus. Di kaca kiri bus masih terlihat jelas wajah cantik Lana yang masih tertidur.