7. AWAL DARI SEBUAH PERPISAHAN

1576 Words
Alvian berada di dalam kamarnya, jujur saja saat ini pilihannya untuk tetap bertunangan dengan Zira adalah karena Zira wanita yang tidak egois dan mengerti dirinya. Dia berpikir jika Zira membatalkan pertunangan ini dia pasti suatu saat akan menikah dengan orang lain yang dijodohkan dari kerajaan lain ataupun dari anak para dewan mentri kerajaan Fortania sendiri. Karena peraturan sebelum dia menjabat sebagai seorang pangeran mahkota dan menjalankan semua tugas nya dia harus menikah. Satu tahun lagi masa tugasnya akan dilaksanakan. Akan lebih baik jika Zira lah yang dia nikahi. Alvian kembali membaca surat dari Aisyah. To : pangeranku Pangeran aku akan dinikahkan oleh ayah ku dan besok aku harus pergi ke mogula. Aku hanya mencintaimu, aku harap kau bisa menyelamatkan ku sekarang. Aku menunggumu pangeran. Alvian sangat menyesali karena dia tidak datang malam itu kerumah aisyah. Dia kembali membuka surat aisyah yang kedua. To : pangeranku Aku tidak tahu kau dimana pangeran, tapi aku berharap kau membaca surat ku ini sebelum matahari menunjukan dirinya. Seandainya aku pergi aku berharap kau tidak marah dan kecewa kepadaku. Aku akan selalu mencintaimu pangeran. Meski aku tidak dapat kembali lagi berada didekatmu. Mungkin aku tidak tahu malu karena terus berkata mencintaimu. Jujur saja aku cemburu melihat mu dekat dengan Putri Zira, tapi aku tahu kalau kau hanya mencintaiku pangeran. Maafkan aku, tapi aku akan selalu mencintaimu. Alvian meletakan surat itu dilemari kamarnya. Dia berdoa agar Aisyah bahagia dengan pernikahannya. Dan semoga suaminya mencintai Aisyah, wanita yang ingin dinikahinya menikah dengan pria lain. Betapa buruknya dia yang tidak bisa melakukan apa pun. Dia ingat saat pertama kali bertemu Aisyah. Flash back. Alvian berdiri dihutan kerajaan, dia memikirkan hasil ujian akhir semester nya. Dia takut untuk menunjukan hasil ujiannya. Selama ini dia terbaik di kelasnya dan sekarang nilainya hancur karena memang satu tahun ini dia sibuk bermain dengan sahabat-sahabatnya dan sepupunya Aldrich. Aldrich adalah sepupu alvian dari sebelah ibunya. Ayah Aldrich yang bilioner itu adalah kakak dari ibu nya. Dan hal yang paling membuat Alvian dan Aldrich bisa dekat adalah mereka sama-sama menyukai berlibur. Bedanya adalah jika Aldrich berlibur pasti menemukan wanita cantik yang bisa diajaknya berkencan sedang Alvian lebih suka menemukan makanan enak untuk dimakannya. Alvian sekolah di London semenjak usianya 15 tahun. Dia tinggal bersama keluarga Aldrich yang juga paman nya sendiri. Dia tidak ingin sekolah difortania karena tidak ingin diawasi kakek dan neneknya yang sangat mengekang pergaulannya. Saat ini libur akhir semester, dan dia harus memberikan laporan nilai akhir semesternya kepada baginda Raja yang tak lain adalah ayahnya. Saat dia menatap kertas laporan hasil belajarnya dia terkejut dengan seorang wanita yang berteriak. Alvian menoleh dan melihat wanita itu menutup matanya. Dari pakaian wanita itu Alvian bisa tahu kalau dia bukanlah wanita bangsawan. Karena wanita itu hanya memakai pakaian seperti layaknya masyarakat Fortania. Tidak ada hiasan dirambutnya, wanita itu hanya memakai selendang sebagai penutup rambutnya. Tapi kesederhanaan wanita itu membuatnya menarik dimata Alvian. "kenapa kau berteriak nona?? " Tanya Alvian. Wanita itu membuka matanya dan menunjuk kebelakang Alvian. "ehm... It.. Tu... Dibelakang anda a... da... Ul.. ar.." Alvian terkejut dan berlari langsung kearah wanita itu. Dan dia membuat mereka berdua jatuh, Alvian ingin meminta maaf tapi wanita itu langsung menarik tangan Alvian dan berlari. Akhirnya wanita itu berhenti membawanya berlari saat didepan bangku berwarna putih. "Kenapa bisa dirimu tidak melihat ada ular menggantung didepan matamu pangeran. Seandainya aku tidak ada pasti kau sudah dipatuk nya." "ntah la... Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa tidak melihat ada ular tadi. Tapi bagaimana kau tahu aku pangeran? Aku tidak memakai pakaian kerajaan sekarang dan juga aku sudah sangat lama tidak tinggal di fortania. " "oh... Itu aku mengenalmu karena aku adalah salah satu siswa yang disekolahkan oleh kerajaan ditempat mu bersekolah. Ibu ratu pernah bercerita saat aku masih sekolah di fortania. Saat itu dia sedang ada ku jungan di sekolah ku. Dalam pembicaraannya dia bilang kalau pangeran mahkota sekolah di star high school London. Dan namanya Alvian ozvick Fhilips. Saat aku masuk sekolah aku mendengar teman-temanku membicarakan tentang F4 nya london. Dan aku diberitahu semua nama lengkap mereka, makanya aku tahu kalau kau pengeran. Aku sering melihatmu dan teman-teman mu berjalan tanpa memperdulikan orang lain." "siapa namamu??" Tanya alvian. Wanita itu mengulurkan tangannya dan Alvian sedikit ragu untuk menyambut tangan wanita itu, tapi akhirnya dia mau mengulurkan tangannya. "Namaku Aisyah, aku sangat mencintai kerajaan fortania dan aku adalah salah satu fans nya yang mulia Raja. Kau tahu kenapa pangeran, karena Raja sangat perduli dengan pendidikan dan kesehatan rakyat fortania. " Setelah bertemu di hutan itu pertemuan Alvian dan Aisyah terus berlanjut. Tapi sayangnya Aisyah tidak kembali lagi sekolah di London karena Aisyah bercerita ayah nya tidak ingin dia jauh. Jadilah Aisyah hanya sekolah satu tahun di London. Padahal dia bahagia mendapatkan beasiswa sekolah di London. Aisyah mendapatkan beasiswa karena kepintarannya tapi karena aisyah adalah anak kurang mampu dan ibunya sudah bekerja selama 10 tahun di istana jadi ratu Fortania menyekolahkan Aisyah di London. Pernah suatu ketika Aisyah pergi ke sekolahnya dan Alvian menyamar menjadi salah satu murid disana. Aisyah terkejut saat ada pertanyaan dari seorang guru ke Alvian apa impian dalam hidup alvian. Dan alvian menjawabnya impiannya adalah menikahi Aisyah. Karena jawabannya itu Alvian dihukum membersihkan toilet sekolah, tapi dia bahagia karena Aisyah membantu nya membersihkan toilet itu. Cinta dia dan Aisyah adalah cinta pasangan remaja yang indah dan berlanjut sampai mereka dewasa. Aisyah juga alasan Alvian selalu pulang ke fortania jika kuliahnya dilondon libur. Aisyah tidak memiliki handphone jadi Alvian harus selalu sering menuliskan surat. Alvian pernah membelikannya ponsel tapi ponsel itu dijual oleh ayah Aisyah. Sejak saat itu Aisyah melarang alvian membelikannya apapun. Karena percuma saja ayahnya pasti menjualnya. Lagi pula pacaran dengan menulis surat itu bagi Aisyah adalah hal yang menyenangkan. Tapi Alvian tidak pernah menulis suratnya melainkan dia mengetiknya di laptopnya. Alvian menyukai Aisyah yang kuat dan sederhana itu. Alvian memang sangat menyukai wanita sederhana seperti Aisyah. Aisyah tidak terlalu cantik tapi bagi alvian kesederhanaan Aisyah sudah sangat membuatnya nyaman berada didekat wanita itu. Flash back end. **** Zira berjalan kearah air mancur taman istana. Seorang pelayan mengatakan kalau ada seseorang yang menunggunya. Tapi dia tidak melihat apapun. Sejak Alvian memintanya tidak membatalkan pertunangan besok, Zira hanya menatap dirinya didepan cermin. Dia tidak bereaksi apa pun terhadap permintaan itu dia hanya merasa diperlukan untuk alvian. Saat Zira mendekat dia tidak melihat siapa pun. Tidak ada orang di air mancur ini. Lalu terdengar suara tertawa beberapa orang dari arah belakang nya. Zira tertawa dan berlari memeluk Rose sepupu sekaligus tempat curhatnya itu. Lalu Zira beralih memeluk Dira sahabat Rose yang juga teman dekat Zira. Aldrich, merow juga ada. Aldrich memeluk Zira dan berkata. "apa benar Alvian sudah jinak dengan mu adik ku yang seksi?" Zira hanya tertawa dan memeluk Aldrich juga Merow. Alvian dan Dion datang secara bersamaan untuk menemui sahabat mereka. Sekarang mereka bertujuh duduk di bangku-bangku yang sudah tersusun rapi untuk pertunangan alvian dan Zira besok. "Ah... Jadi kalian akan bertunangan dan menikah?? Aku tidak percaya ini." Kata merow sedih. "tenang  saja aku akan selalu ada waktu untukmu. Kecuali jika tunanganku itu tidak mengijinkannya". Zira tersenyum nakal. Alvian hanya tersenyum dan terlihat raut wajah yang sedih disana. "Hei alvian kau akan bertunangan dengan Zira yang kucintai ini besok kenapa kau seperti tidak senang.?? Aku semakin tidak rela jika kau yang mendapatkannya." "Aku bahagia dan senang Merow, hanya saja ada sesuatu yang mengganggu pikiranku." "Apakah kau masih memikirkan kekasihmu itu?? Eh... Maafkan aku Zira," kata Aldrich takut menyinggung perasaan Zira. Zira hanya tersenyum. "Santai saja kak, aku sudah terbiasa dengan hal semacam ini. Aku sudah menyuruhnya mencari Aisyah kekasihnya itu dan aku akan membatalkan pertunangan ini, tapi dia tidak mahu." "Zira sudah kukatakan aku tidak ingin pertunangan ini dibatalkan. Dan kau lihat aku pun tidak mencari nya." Suara Alvian sedikit meninggi. "Kau memang tidak mencarinya dan ingin melanjutkan pertunangan ini, tapi kau juga terus memikirkannya. Itu menyebalkan bahkan sangat, kata Zira kesal." "Zira stop bicara hal ini. Lagi pula kau tahu dari awal aku menyukai wanita lain." Alvian membentak Zira. "Jangan meneriakinya b******k," kata Dion berdiri ingin menghajar Alvian. Tapi terhenti karena rose menahannya. "Aku tahu kau menyukainya makanya aku menyuruhmu mengejarnya saja. Tapi kau malah tidak mahu. Meski aku tidak mencintaimu tapi bagiku sangat menyebalkan jika pria yang akan bertunangan dengan ku masih memikirkan mantan pacarnya. Aku ingin menghentikan permainanku dan aku akan menyerah tapi kau melarangku. Dan lihat sekarang, kau masih memikirkan wanita itu." "Semuanya sudah terlambat Zira kau tahu itu. Alvian semakin kesal sekarang karena mereka ribut didepan sahabat mereka." "Tidak ada kata terlambat untuk cinta pangeran bodoh, kecuali jika orang yang kau cinta sudah tidak ada didunia ini lagi." Zira berdiri meninggalkan mereka semua. Rose berdiri dan mengikuti Zira yang sepertinya akan menangis. "Ada apa dengan adikmu itu Dion? Dia yang awalnya menerima pertunangan ini. Kenapa dia malah marah-marah sekarang." "Kau yang ada apa, kau menyentuh rambutnya menatapnya dari kejauhan menggendongnya, dan kau khawatir dengannya saat dia berkata sakit. Apa kau tidak sadar ada apa denganmu ha??" "Sudah ku katakan jika kau menyakiti adikku aku akan menghajarmu kan? " Bukk.... Langsung saja Dion menumbuk wajah Alvian. Tidak terlalu sakit tapi cukup membuat Alvian merasa perih. "Sebaiknya kau menemui Zira sekarang Alvian, bicaralah dan minta maaf sebelum terlambat." Dira menengahi perdebatan Alvian dan Dion. "Apa yang dikatakan Dira itu benar. Kejar Zira dan minta maaflah." Kata Aldrich ikut memberi saran. Alvian pergi mengejar Zira yang sepertinya kembali ke paviliunnya. Dalam hati Alvian dia memikirkan apa yang dikatakan Dion kepadanya. Tapi benarkah dia menyukai Zira??? **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD