8. Awal dari sebuah perpisahan Bag. II

798 Words
    Zira masuk kepaviliunnya dan merebahkan langsung tubuhnya disofa, dia melihat Rose datang menghampiri nya. Rose sepertinya memperhatikan seluruh ruangan ini. Dan dia memperhatikan kelima pelayan yang berdiri menunduk. "Oh my god Zira aku seperti berada didunia dongeng saja. Bolehkah aku melihat seluruh ruangan ini." "Ya, aku akan ke kamar jika kakak ingin kembali ketempat kita tadi kakak bisa meminta pelayan mengantarkan. Aku lelah dan ingin tidur kak." "Baiklah adik ku yang cantik. Semoga kau tidur dengan nyenyak. " Rose kembali melihat paviliun yang ditempati Zira, ini seperti kastil-kastil kuno pikir rose dan sangat terasa aura kerajaannya. Zira masuk kekamarnya dan membuka kancing baju belakangnya pelayan menawarkan bantuan tapi zira menyuruh mereka untuk beristirahat juga dan dia tidak butuh apa-apa lagi. Zira membuka seluruh kancing belakang nya dan dia lupa harus membuka perhiasan yang dikenakan dulu. Setelah selesai zira kembali membuka baju nya dan mengambil handuk untuk dililitkannya di tubuhnya seseorang membuka pintu kamarnya dan Zira pikir itu adalah Rose yang kekamarnya. "Ada apa kak? Apa kau mahu tidur bersama ku?? Jika memang kau ingin tidur disini aku tidak keberatan kak, malah aku senang sudah lama rasanya kita tidak bercerita seperti biasanya. " Alvian pov Aku melihat Rose yang keluar dari paviliun Zira. Rose bersama seorang pelayan dan Rose terlihat mengamati istana ini. "Apa kau mau meminta maaf kepada zira?" "Ya, seperti yang kau pikirkan. Oh ya ku rasa Aldrich dan yang lainnya masih di tempat tadi. " "Aku tahu, aku sudah menelpon Dira tadi. Baiklah selamat mencoba. " Rose pergi dan akupun melanjutkan jalan ku. Aku bertanya kepada pelayan dimana Zira   dan mereka berkata Zira baru saja masuk kekamarnya. Aku membuka pintu kamar Zira perlahan karena takut dia terkejut dan bukan Zira yang terkejut melainkan diriku sendirilah. Kulihat Zira melilitkan handuk ditubuhnya, dan handuk itu hanya sebatas paha nya saja. Rambutnya yang panjang dan ikal itu digerai dan diletakkan menyamping lalu kudengar dia mengajak ku tidur bersama nya malam ini. Aku kembali terkejut, ya aku tau Zira adalah model yang sukses apalagi banyak pria diluar sana yang dikabarkan menjalin hubungan dengannya. Dan bagiku mungkin saja Zira pernah tidur dengan salah satu pria itu mengingat kehidupannya yang begitu bebas. Tapi seketika hatiku tidak rela memikirkan tubuh Zira yang seperti ini dilihat oleh pria mana pun. Bohong jika aku tidak tergoda melihatnya seperti ini. Tubuh Zira adalah bentuk ideal bagi seorang wanita, dan lelaki manapun pasti menginginkannya. Ditambah dengan wajah yang cantik seperti bidadari. Kupikir akan banyak pria yang iri kepadaku jika aku dan Zira benar-benar akan menikah. Lamunanku tentangnya buyar saat Zira membulatkan mata nya melihatku. Tapi anehnya dia tidak berusaha menutupi tubuhnya. Dia malah menatap ku dengan tatapan datarnya yang sekarang menurutku lucu. Dia membalikkan tubuhnya dan kurasa dia ingin pergi kekamar mandi dan aku refleks menahan nya dengan memegang pinggangnya. "Dasar pangeran m***m"kata nya melotot padaku. "Aku ingin minta maaf, aku berjanji akan berusaha tidak mengingatnya lagi." "Apakah kita sekarang pacaran pangeran?" Zira seolah ingin melucui ku sekarang. "Jika memang itu yang diinginkan oleh putri Zira, maka hamba akan melakukannya dengan sepenuh hati." Zira melepaskan tanganku dan dia berjalan kearah kamar mandi lagi. "Lupakan saja jika dirimu tak menginginkannya kak. Lagi pula aku hanya bercanda." Aku kembali mendekatinya dan memeluknya dari belakang. Dia terdiam beberapa saat. "Aku menginginkan mu menjadi kekasihku putri zira. Jangan menganggapku mudah melupakan cinta pertama ku dan jangan anggap dirimu pelarianku. Karna aku pun tidak tahu perasaan apa yang kurasakan denganmu saat ini. Yang aku tahu pasti aku selalu bahagia didekatmu aku selalu ingin melihat senyum mu. Meski tidak kututupi aku masih memikirkan Aisyah." "Akan kujawab apakah aku mau menjadi kekasihmu atau tidak besok Pangeran. Jika aku hadir dipertunangan besok maka aku menerima mu menjadi kekasihku. Jika aku tidak hadir diacara besok, maka aku tidak menerima mu. Dan kuharap kau mengerti apa pun keputusanku besok pangeran. " Zira membalikkan tubuhnya yang hanya dibalut handuk itu dan dia menatap mataku sangat dalam aku dan Zira saling memandang satu sama lain. Lalu aku mencium bibirnya yang sangat menggoda bagiku. Aku berusaha menciumnya sedalam mungkin tapi Zira tidak memberikan sedikitpun celah bagiku untuk membuka bibirnya. Ku hentikan ciumanku dan mencium keningnya. "Maafkan aku, aku terlalu tergoda untuk mencium bibir bawel ini. Good night princess," saat aku mengatakan hal itu zira menatapku dengan tatapan terkejutnya dan dia menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum. "Aku ingin mandi apa kau ingin tetap disini pangeran??" "tentu saja, bukankah dirimu yang mengajak ku tidur bersama mu putri? Kau bilang tidak keberatan." "Dasar kau memang pangeran m***m. Yang ku maksudkan tadi adalah Rose. Sudah sana berdoa lah semoga aku hadir dipertunangan besok. " "Oke... Bye calon putri mahkota fortania." Setelah itu aku keluar dari kamar Zira dan berjalan kearah paviliunku. Setelah bertemu Zira rasanya masalah ku tercabut semuanya. Hanya satu yang kupikirkan sekarang, yaitu apakah Zira akan hadir di pertunangan besok atau tidak! Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD