DUA PULUH TUJUH: BAIKAN?

1106 Words
“Eh, Nenek… maaf… maaf. April nggak lihat, Maaf, Nek.” Dia langsung melipir ke kursi belakang saat dilihatnya Nenek melirik sadis padanya. Ampun! April lupa, dong! Padahal semalam Jun kan bilang, hari ini Jun minta dia bareng sama dia berangkat ke kantor karena Jun mau ditemenin anter Nenek ke stasiun dulu. April masuk ke kabin belakang sambil meringis keki. Di depannya dia bisa melihat di kaca spion wajah Nenek yang ketus. “Buruan, Jun. Ini udah jam berapa. Belum macet belum nanti cetak tiket. Disusruh berangkat dari tadi juga.” April meringis nggak lucu mendengar itu. Maksudnya disuruh berangkat dari tadi adalah nggak usah pakai acara nunggu April segala. Ingin rasanya April mengelus dadanya sendiri tapi ditahan - tahan. Akhirnya dia cuma meremas lututnya. Pantes Jun tadi nggak pakai turun dan pamit masuk ke dalam rumah sama Mama Papa. April paham sekali alasannya. *** Jun menyetir dalam diam, hari ini dia sering sekali mengusap wajahnya. Karena gusar. Gimana nggak gusar. Setelah semalaman didiamkan dan dibujuk, Neneknya masih saja keras kepala dan ngambek. Cuma karena Mei sudah tunangan sama Didit. Dan yang salah jadi Jun dan Bundanya. Is that even relate?! Salahnya mereka dimana coba?! Sepanjang malam Bunda berusaha berbicara pada Nenek tentang Mei dan Jun. Bahwa hubungan mereka bukanlah ke arah romantis seperti yang Neneknya harapkan. Sampai Jun pulang dari rumah April semalam, Bunda masih belum berhasil. Wajah Bundanya sampai merah padam karena gemas dan kesal luar biasa. Kata Bunda begini, “Kalau kamu yang bandel Bunda bisa teriakin kamu sambil jewerin kuping kamu, selesai. Kalau yang ini kan Bunda pusing. Diteriakin, nanti Bunda dipecat jadi mantu, dibilangin baik - baik kok nggak sampe.” “Bunda mau kemana?” “Curhat dulu sama Ayahmu. Nggak kuat Bunda. Udah, mau ke kamar dulu.” Semalam pas dengar itu, dia sempat tertawa. Tapi tadi pagi pas dia menemukan tension antara Bunda dan Nenek masih sekental gulali di wajan penjual permen tradisional itu, menurutnya sama sekali nggak lucu. Bener kata Bundanya. Rasanya ingin berteriak saka daripada menerangkan pelan - pelan kepada Nenek. Karena toh sama - sama nggak didengarkan. Jadi sama - sama bikin frustasi. “Pril, udah sarapan lo?” Belum sempat April menjawab pertanyaannya, suara ketus dari sebelahnya sudah menyahut, membuat Jun lagi - lagi menghela nafasnya, menyabarkan diri sendiri. Sabar Jun, jangan kelepasan. Bisa kuwalat nanti sama orang tua. “Nggak usah mampir - mampir! Udah jam segini! Nanti telat check innya! Belum cetak tiket juga!” Jawaban April yang pelan terdengar nggak lama kemudian. “Nggak usah, gue udah makan, kok. Langsung aja, nanti telat loh.” Jun nggak punya pilihan lagi, jadi dia mengangguk. Menginjak pedal gasnya lebih dalam saat kebetulan jalanan di depan mereka nggak macet merayap. Mobil sunyi setelahnya. April luar biasa diam. Seperti biasanya kalau ada Nenek ataupun orang lain selain keluarganya, cewek itu bakal luar biasa diam. Seolah - olah sedang mencoba untuk nggak terdengar dan nggak terlihat. Jun nggak tau maksudnya April bersikap kayak gitu tuh ngapain. Dia nggak suka sisi April yang inu. Doa maunya April loss aja jadi dirinya sendiri yang super gesrek dan reseh yang sering dia lihat. Mereka sampai di stasiun sekitar sepuluh menit kemudian. April dan Jun membongkar bawaan Nenek yang nggak seheboh saat datang dalam diam. Nenek? Semoga aja nggak ilang, karena tadi Nenek langsung melesat masuk ke stasiun saat mobil berhenti. "Gue ambil troli dulu." April mengangguk singkat. Menata bawaan Nenek agar tetap dekat satu sama lain dan tidak tercecer. Stasiun hari Selasa, ramai, tapi sepertinya nggak seramai weekend atau hari senin. April jongkok di dekat koper Nenek, memperhatikan orang - orang yang lalu lalang di sana. Dia tersentak saat ada sensasi dingin menyapa pipinya. "Bikin kaget aja!" Tegurnya. Sementara yang ditegur hanya meringis, nggak merasa bersalah sama sekali. Siapa lagi kalau bukan yang mulia raja setan Junaidi Salim. "Lo minum dulu aja, biar gue yang angkatin ini." "Lo nggak minum?" Tanya April karena Jun hanya bawa satu minuman saja. "Udah tadi gue di dalem." "Hmmm, jangan - jangan aslinya lo nggak niat kasih gue. Lo beli buat lo semua ini." "Tau aja lo." "Sial*n. Nggak bisa apa manis dikit sama gue." Jun nyengir, pamer gigi iklan pasta giginya. "Takut kebablasen, terus lo nya baper. Repot kan. Udah minum sana." Tanpa menunggu jawaban April, Jun sudah mulai mengangkat - angkat memindahkan barang - barang Nenek ke atas Troli. April sendiri masih terhenyak oleh jawaban Jun yang dimaksudkan sebagai candaan tadi. Asem! Ya bener juga sih. Tapi masa Jun nebaknya tepat banget. April emang baperan sama Jun. Nggak ada obat nggak ada penangkalnya. Makanya dia cuma bisa ketusin Jun terus menerus agar hatinya aman damai dan tentram. Sadar kalau dirinya sudah bengong sambil lihatin Jun terlalu lama, April kembali berjongkok, bersandar pada pilar teras stasiun dan mulai menenggak minumannya. Mendadak panas yah. April jadi gerah! *** Ternyata tadi Nenek ngacir duluan itu selain buat print tiket, Nenek juga sekalian beli sarapan. Nenek masih mode ngambek makanya di rumah tadi cuma makan sarapannya dikit banget. Mungkin maunya dibujuk buat nambah lagi, tapi Bunda dan Jun juga suasana hatinya lagi nggak cerah - cerah banget. Alhasil cuma dibiarkan aja. Taunya masih lapar. Alah Nek, mbok bilang, tau gitu kan tadi bisa mampir dulu beli sarapan. Saat mereka menemukan Nenek yang sedang duduk di kursi peron, beliau sedang mencoba menjejalkan sisa onigiri yang masih lumayan besar ke mulutnya. Tentu saja itu bikin Nenek jadi tersedak dan malah batuk - batuk. Tapi April dan Juni yang sudah amat paham tabiat Nenek, bukannya bergegas buat membantu, mereka malah kompak melambatkan langkah agar nggak terlalu cepat sampai di dekat Nenek. Mereka nggak mau dimarahi cuma gara - gara Nenek lagi malu dan gengsi kepergok mereka lagi sarapan diem - diem. Nggak nawarin lagi. Cari aman. "Nek, udah print tiket? Masih agak lama sih, keretanya berangkat. Mau makan dulu?" Jun meringis karena sikutan April di sisi perutnya. Mereka berdua bergantian berdehem menahan tawa. Walaupun kadang nyebelin, tingkah Nenek juga lucu dan bikin gemas. Jun adalah orang yang nggak bisa tahan dengan sesuatu yang bikin gemas. Bawaannya, pengen digodain gitu. Rasanya mubadzir kalau dianggurin. Dan reaksi Nenek juga nggak pernah mengecewakan. Seperti sekarang, Nenek malah melengos dan bilang kalau lagi nggak laper. “Beneran? Jun sama April mau ngopi dulu tapi di cafe itu. Nenek nggak mau ikut? Mau di sini aja?” Jun semakin menjadi - jadi jahilnya. Sementara April sudah duluan pergi dari sana karena nggak kuat nahan ketawa. Durhaka nggak sih, kaya gini itungannya? PS: Ini hari terakhir aku double up yaaa hehehe besok aku up normal lagi, aku bakal double up hanya di week end entah sabtu atau minggu aja, seminggu sekali enjoooyyy
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD