ENAM BELAS: LO SEKRETARIS GUE, PRIL

1133 Words
April menggigit bibirnya masih menimbang - nimbang. Mei yang merupakan harapan terakhirnya sudah cabut karena Didit, tunangan Kakaknya itu, sudah datang menjemput. “Ayo, udah jam setengah delapan. Lo kira nggak ada macet apa jalan?” Jun menjentikan jari tengah dan ibu jarinya di depan wajah April. Mencari perhatiannya. Membuat April berkedip cepat dua kali. “Gue naik gojek aja, ya.” Katanya memelas. Tapi Juni kekeh menggeleng. “Jun…” “Masuk.” “Juni….” “Masuk, Pril. Kamu sekarang sekertaris saya. Dan ini perintah.” Ah! Si Juni sudah pakai nada itu lagi! Kambing memang dia. April jadi nggak punya alasan lain lagi sekarang untuk menolak. April masuk ke dalam mobil Juni pasrah sambil berdoa. Tuhan, lindungi April dari pemangsa yang mengincar Jun. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam. April masih kesal, dan dia sedang memikirkan alasan yang akan dia pikirkan nanti jika para fans Jun menemukannya berangkat bareng Jun. Sedangkan Jun, nggak tau, entah apa yang dia pikirkan sekarang. Mereka sampai nggak lama kemudian. Macet hari ini ternyata nggak separah hari - hari biasanya. Padahal hari senin. April sudah siap mangap buat minta diturunin di halte biasanya, tapi Jun sama sekali nggak melambatkan laju mobilnya, membuat hatinya melecos saat halte yang biasa dia turuni terlewati. Ini Juni serius mau mereka turun di depan kantor?! Dan dua menit kemudian jawabannya didapat April. Jun parkir di parkiran yang disediakan oleh kantor. Panik? Ya paniklah! Nanti gimana kalau ada yang lihat?! April menatap Juni dengan tatapan horor. Juni menatap April datar, sementara April menatap Juni dengan pandangan nano nano. Mau marah, mau memaki, mau minta belas kasihan, semuanya ada di mata April. Tapi Juni hari ini mood nya sedang cuek bebek. “Tiga puluh menit lagi, saya ada meeting keluar. Kamu harus ikut, dan sekarang kamu di tunggu Pak Ano di kantornya.” Dia berjalan masuk, meninggalkan April yang masih bengong di tempatnya. “Oh iya, dan kamu belum siapin materi apapun untuk rapat nanti. Saya nggak mau ada kesalahan, April.” *** Keparnoan April ternyata nggak terbukti. Dia mampir dulu ketemu Pak Ano di bawah, yang langsung jelasin apa saja tugasnya dan penyesuaian gaji bulan ini karena dia naik jabatan di pertengahan bulan. Jadi nanti gajian dia sudah tidak dengan gaji lama, tapi belum dengan gaji baru juga. Di antaranya, karena penyesuaian. Pak Ano juga menjelaskan bahwa dia tetap punya masa probation selama tiga bulan. “Saya berharap kamu bisa melakukannya dengan baik.” Katanya mengakhiri penjelasannya. “Saya usahakan Pak, terimakasih. Kira - kira ada lagi? Soalnya Pak Jun bilang sebentar lagi ada meeting keluar.” “Oh sudah. Ini nanti saya anter kamu ke ruangan buat kasih pengumumang.” Mateng!! Dan dia masih duduk di situ. Nggak bakal selamet deh dia dari lirikan maut Bu Sabrina dan ke julid an teman- teman satu ruangannya. Yang berarti hampir separuh penghuni kantor ini. Tapi memangnya April punya pilihan? Jadi dia hanya mengangguk pasrah. Beriringan dengan Pak Ano, dia kembali ke ruang besar yang mirip aula tempat mereka semua bekerja. Dia berdiri canggung di sebelah Pak Ano saat pria pendek berambut putih itu bertepuk tangan tiga kali meminta atensi. “Your attention, please.” Serunya. Suaranya masih lantang, walaupun April bisa mendengar jelas nafasnya yang bengek. Pria tua itu melanjutkan setelah hampir semua orang memberikan perhatian mereka padanya. “Hari ini, teman kalian April, yang merupakan Editor, akan memiliki tugas baru. Mulai hari ini, April adalah sekertaris Pak Jun.” Dia melambaikan tangannya pada April. Lalu seperti menegur dengan pandangannya saat Apri diam saja. Loh? Dia harus bilang sesuatu? “Eh… Mohon bantuan dan bimbingannya.” “Sementara kamu masih duduk di meja kamu ya, Pril. Sampai tempat kamu disediakan. Sesuai keputusan, nantinya kamu akan satu ruangan dengan Pak Jun.” Pak Ano berkata dengan suara yang lebih pelan sehingga cuma dia yang bisa dengar. Tapi begitu saja sudah bikin April nyaris pingsan berdiri. “Eh? Seruangan, Pak?” Terus April kerjanya gimana??! Rasanya mau nangis dia. “Iya, Katanya biar kerjaannya lebih efektif. Dan kalau Pak Jun butuh kamu, nggak harus keluar masuk ruangan.” Butuh katanya. Itu bahasanya nggak ada yang lebih ambigu lagi?! Gatel rasanya hati dan kupingnya mendengar kata itu. “Oh, iya. Pak.” *** Setelah Pak Ano turun, April langsung duduk lagi di mejanya dan mulai menata barang - barangnya di mejanya. Yang pasti notes - notes yang pernah dia tulis semasa masih menjadi editor dulu atak akan di pakainya lagi, kan. Jadi harus disingkirkan. Disimpan aja, biar nggak menuh - menuhin meja. Dia bukan nggak tahu kalau sejak tadi Bu Sabrina nyaris kehilangan matanya karena memelotinya. Dan banyak teman - teman satu divisinya maupun divisi lain sibuk bisik - bisik tentangnya. Dia tau semua. Tapi dia harus gimana, coba? Setelah selesai dia mengangkat telponnya menghubungi Jun. “Selamat pagi, Pak. Untuk rapat nanti apa yang harus saya persiapkan?” Tanyanya sopan. Masih di kantor. Dia juga bisa kok bersikap profesional pada Jun. “Siapin diri. Sepuluh menit lagi kita berangkat.” Klik. Ih, Kok asem bener si Jun?! April memandangi pesawat telpon yang masih di dalam genggamannya dengan geram. Rasanya dia ingin melempar benda itu ke ruangan kaca yang sekarang tirainya tertutup itu. April kembali berhasil menguasai dirinya setelah beberapa saat. Dia melemaskan ekspresinya dan meletakkan kembali gagang telepon dengan hati - hati. Bingung kan dia. Kira - kira kalau diajak meeting, seorang sekretaris bawanya apa? Mau tanya Mei juga nggak akan sempat. Iya kalau Kakaknya itu cepat membalas. Kalau ngaret? Misal dia juga ada meeting sendiri atau lagi ngapain gitu? Ya nggak sempat dia nunggu. Setelah putar otak akhirnya dia memutuskan untuk membawa ponselnya, note book, pensil dan pen. Sebenarnya dia ingin bawa juga kartu nama. Tapi kartu namanya masih belum jadi, dia cuma membawa itu saja. Semoga cukup. Oh, dan dompet. Siapa tahu Jun bakal kumat gilanya dan meninggalkanya di suatu tempat, dia bisa pulang sendiri. Setelah selesai, dia beranjak dari sana dan keluar dari ruangan. Dia cukup tahu diri, karena dia bawahan, jadi dia yang nyamperin Jun di ruangannya. Dan saat dia melewati meja Bu Sabrina, dia bisa merasakan dia sedang disumpahi. Kalau suara hari bisa bikin berdarah - darah, dan tatapan matanya setajam laser. Jadi kalau mata bisa mengeluarkan laser sungguhan mungkin April sudah terbelah terpotong - potong di sana. Dan ini baru hari pertama. Tuhan…. Beri April ketabahan dan kekuatan. Dia mengetuk pelan pintu ruangan Jun tiga kali sebelum membukanya. “Selamat Pagi, Pak. Meeting sudah menunggu.” PS: Selamat tajun baru Hijriyah buat teman - teman pembaca April to June yang merayakan... semoga tahun depan, kesehatan dan keselamatan senantiasa diberikan oleh Tuhan YME untuk kita semua. Stay Safe, tetap patuhi prokes, jangan takut divaksin, dan semoga corona segera berlalu Kalau nggak ada halangan, insyaallah besok aku mulai double up sampai akhir minggu yaaa ^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD