16 | Karrel Davian Andara

1787 Words
Terlihat, seorang gadis mengenakan hoodie maroon ukuran oversize nampak kebesaran di tubuh langsingnya, terlihat meruntuki motor adiknya yang mogok. Tidak jarang, dia akan mengumpat kasar dan menghentak-hentakkan kakinya ke bawah dengan sebal. "Gimana, bisa nggak?" tanya Denta panik. "Nggak bisa nih, kak. Akinya beneran mati total," sahut Vero--pemuda itu terlihat berjongkok mengecek motor CBR nya. Denta mendecak frustasi, "Lo tuh tololnya udah sampai ke usus buntu ya, Ver. Emangnya nggak pernah lo servis itu motor?" semprotnya galak. Vero tersentak, agak menciut, "Y-ya gue servis kak. Tapi udah dari lama," seru cowok itu membela diri. "Nah kan, gobl*k!" umpat Denta. Denta mengecek jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Sudah menunjuk hampir ke angka tujuh, "Gue bisa telat ini, gimana dong?" "Lo kira gue nggak bakal telat?" Vero menyeru tak mau kalah. "Ya elo enak, mama jadi guru di situ. Nah gue? Siapa yang mau nolongin, haa siapa?" Vero sudah jengah, kalau kakaknya ngomel-ngomel begini. Kalau di ladeni pun, nggak akan selesai, "Chat temen lo aja sana! Minta bantuan. Lo kan punya cowok kak, minta dia jemput aja." Denta melengos, memilih membuka chat balasan dari grup team bacoters nya. Srikandi Bar-Bar Dira : Gue di jalan Nta, tapi gue boncengan sama Alex. Naik motor. Dira : Lo dimana emang? Gista : Kenapa nggak ngomong dari tadi?? Gue udah di sekolah ini. Gista : Susah njir, kalau udah masuk sekolah, mau keluar lagi. Gista : Bakal di tanyain satpam sama guru piket. Gista : Soalnya, kita gak bakal boleh lewat gerbang depan. Banyak kendaraan masuk dari situ. Kalau gerbang samping di kunci terus. Ivon : Sini Nta, nebeng gue aja Denta : Serius Pon? Jemput gue ya! Ivon : Naik sandal, mau? Denta : Setan! Dira : Ya elo udah tau Ivon nge kos, ngapain minta tolong ke dia. Gista : Ivon aja jalan kaki. "k*****t semua temen gue," gerutu cewek cantik itu. "Gimana, ada?" tanya Vero. Denta mendesah, "Nggak ada yang bisa. Udah lah gue bolos aja. Cuma sehari doang lagian," katanya mencoba tenang. "Lo kan ada ulangan, gimana sih?" "LAH IYA!!" Vero mendesah kasar. Mencoba untuk berfikir keras. Ia menoleh ke kanan. Matanya melebar, melihat sosok putih jangkung, berseragam kebanggaan Cendrawasih sama sepertinya --kemeja batik warna dongker dan bawahan putih, terlihat baru keluar dari kafe tak jauh dari tempatnya. Vero menyipitkan mata, saat cowok itu mulai menunggangi ninja hitamnya. Seketika dia ternganga lebar, saat mengenali sosok itu. KARREL DAVIAN ANDARA!! "Kak-kak, lo nebeng kakak kelas gue aja ya! Biar gue yang bilang ke anaknya," ujar Vero, sebenarnya agak ragu juga. Bukan ragu ke Denta nya, tapi lebih ke Karrel. Ketua geng di sekolahnya itu mana mau boncengin sembarang cewek. Apalagi kan nggak kenal. "Idih, males. Gue nggak kenal lagian." Tapi Denta langsung membelalak, saat Vero justru melambaikan tangannya menghentikan ninja hitam yang di tunggangi seorang cowok. Pengendara ber helm fullface itu tersebut, mau tak mau berhenti. Melirik sesaat pada gadis cantik di samping pemuda yang dia rasa juniornya di sekolah. Awalnya, Denta tidak bisa melihat wajah cowok itu karena tertutup oleh helm fullface nya. Namun, Denta jadi speechless saat helm itu di buka. Mata hitam, hidung mancung, alis tebal, kulit putih. Beuh, pahatan Tuhan yang begitu sempurna!! Bule coyyy!!! "Bang, lo bisa tolong bantuin gue nggak?" ujar Vero memelas, “Sorry banget bang kalau gue bakal ngerepotin elo. Tapi ini darurat banget.” Karrel mengangkat sebelah alis. Melihat Vero cengengesan malu membuat Karrel jadi bingung, “Cepet, minta tolong apa?” Vero menegak ludah susah payah sekali, "Tolong anterin kakak gue aja, bang! Ke SMA Dharma Wijaya. Dia ada ulangan soalnya. Bisa nggak?" tanyanya memelas, “Sumpah bang, gue bisa di omelin bokap kalau dia sampek dia kena poin lagi gara-gara telat. Terus nanti dia nggak bisa ikut ulangan,” lanjutnya sungguh-sungguh. Pemuda tampan itu mengangkat alis, memandangi Denta yang kini justru terlihat menyikut lengan Vero. Dari tadi, dia sebenarnya tengah berfikir keras. Mencoba mengingat-ingat cewek di depannya ini. Tidak lama, Karrel langsung mendelik kaget. Anjir, dia kan...?? "Bisa kan, bang?" "Nggak usah lah Ver. Ngerepotin kakak kelas lo. Gue naik gojek aja kalau gitu,” kata Denta sok menolak. Padahal dia udah ngarep beneran di kasih tebengan, karena emang lagi ada ulangan harian. Bisa habis dia ikut ulungan susulan, yang ujung-ujungnya remidi lagi, karena dia sadar dirinya itu bodoh. Kalau ikut ulangan susulan kan, dia nggak bisa nyontek. Vero mencuatkan bibir, dengan bahu melemas, "Yah, tapi kan lama kak pesennya." "Hm...ya udah sama gue aja," sahut Karrel, Vero lega. "Thanks ya, bang!" katanya dengan tulus. "Terus, elo gimana?" tanya Karrel pada Vero, “Mau gue telponin temen gue buat jemput lo di sini?” "Nggak usah bang Karrel. Nggak perlu. Gue nunggu sampai tukang bengkelnya dateng aja bang. Gue udah nelpon orang bengkel kok." Vero lantas menggeplak bahu Denta, "Sono, naik! Cepet, mumpung udah mau anaknya." "Santai aja kali, ler!" umpat Denta, lantas mendekat pada Karrel yang masih duduk di atas motornya. "Hati-hati bang!” Karrel mengangguk singkat tanpa jawaban. "Pegang pundak gue aja, kalau susah naiknya!" Suara serak basah itu mengalun indah begitu saja di telinga Denta, saat dirinya kesusahaan untuk naik ninja cowok itu. Merapatkan bibir sebentar, dia pun melompat ke atas motor besar itu, setelah berpegangan pada pundak. "Udah?" tanya Karrel sambil melirik spion. Tersenyum sekilas dari balik helm fullface nya, saat melihat Denta saling lempar kode dengan adiknya. "Eh, udah kok." "Duluan!" pamit Karrel pada Vero, lalu menarik gas motornya membelah jalanan. Selama beberapa menit, perjalanan mereka sangat canggung karena kedua insan itu memilih untuk bungkam satu sama lain. Karrel yang fokus menyetir, sedangkan Denta sibuk menatap sisi kanannya, sambil sesekali meruntuk kecil. "Kalau gue nggak salah, kayaknya kita pernah ketemu, deh." Berusaha mengumpulkan keberanian sejak tadi, akhirnya Karrel berhasil mengeluarkan pita suaranya. Walau sekarang dia menyadari, jantungnya sudah jedag-jedug tidak karuan, lantaran gugup. Denta tersentak, melihat cowok itu, memastikan dia benar-benar yang bicara, "Kita? Dimana?" tanya Denta pelan. Kalem Nta, kalem! Jaga image dong, di depan cowok ganteng. "Lo cewek yang adu jambak sama temen sekolah lo di deket gerbang, kan? Waktu ada tawuran." Mata Denta sontak melebar, dalam hati mendecih keras-keras. Setan, percuma dong gue jaga image. Dia udah tau gue bar-bar. Denta nyengir kemudian, "Heheh, pasti kelihatan kayak cewek nggak bener ya gue?" "Gue nggak mikir ke situ." Karrel berdehem, menguasai diri. Apalagi saat melirik spion, cewek itu malah nyengir. "Jadi, lo ikut tawuran juga ya, sama anak sekolah gue waktu itu?" tanya Denta. Karrel terkekeh, "Iya, kenapa kaget? Pasti di fikiran lo, gue ini badboy?" "Iya. Emang bukan ya?" "Iya bener, sih." "Yee, gue kira enggak." Denta dengan reflek menggeplak punggung Karrel, membuat cowok itu meringis, "Eh, sorry-sorry! Gue kekencengan ya? Udah kebiasaan mukul orang soalnya. Aduhh, maaf ya, padahal kita baru kenal." Denta meruntuki kebodohannya sendiri sekarang. Sementara Karrel sudah cengengesan di balik helm fullface nya. "Nggak papa, kok. Slow aja." "Mm, oke." Denta kembali nyengir kuda, membuat Karrel yang melihat itu dari kaca spion, buru-buru mengalihkan pandangan. Anj*ng, lucu banget ni cewek. "Btw, lo kelas berapa?" tanya Karrel kembali. "Kelas sebelas," balas Denta. Karrel manggut-manggut saja, seolah sudah mengerti. Jam tujuh kurang lima menit, sebuah ninja hitam berhenti tepat di depan gerbang tinggi SMA Dharma Wijaya. Seperti ada lampu sorot, para murid yang hilir mudik di sebelah sana, menolehkan kepala, memandangi ninja hitam yang di kemudian siswa berseragam SMA Cendrawasih. Denta turun, melompat dari motor besar itu, memandang cowok di depannya sebentar. Beberapa siswi menjerit tertahan, sadar, siapa yang kini bersama Denta, walau sebagian wajahnya masih tertutup helm fullface nya. Meski bukan anak dari sekolahnya, nama Karrel memang tak asing di telinga beberapa dari mereka. "Makasih ya!" kata Denta, sembari membenarkan tas ransel maroon nya. "Gue cabut dulu, lo masuk sana!" "Oke, daah!! Hati-hati!" Karrel lantas memberi anggukan kecil. Setelahnya, motor pemuda tampan itu, melesat meninggalkan gerbang SMA Dharma Wijaya. Lah anjir, nama tuh cewek siapa??Lupa nanyain. Dasar b**o. *** Kaki panjang Denta yang di balut rok berlipat kotak-kotak pendek warna merah itu, terlihat berlari kecil di koridor. Garis wajahnya begitu ceria, dan dengan semangat menuju kelasnya yang ada di lantai 2. "PAGIII!!!" Kelas yang semula rusuh seperti pasar pagi itu menolehkan kepala. Lalu tersentak melebarkan mata. "TADAAAA!!" Denta memutar-mutar tubuh langsingnya, kemudian dengan senyum lebar memamerkan hoodie barunya yang nampak kebesaran di tubuh kurusnya, "Gimana-gimana? Keren nggak hoodie baru gue?" kata Denta begitu ceria. "Keren kok. Jadi makin cantik, adem banget gue lihatnya," celatuk Reyhan. langsung di tabok Pitaloka--pacarnya. "Bagus, tapi kok ukurannya oversize banget di badan lo?" komentar Nur. Denta cekikikan, "Biar kelihatan makin imut aja, Nur." Nur mengangguk faham. "Terus, faedahnya lo pamer ke kita tuh apaaaaa???" Panji menyelatuk langsung emosi. "Tau nih, hoodie begitu doang, gue mana tertarik," Aming berseru. "Yee, kali aja ada yang minat mau beli. Gue ini lagi promosi olhshop nya si Gista.” "Gista jualan online?" Pitaloka langsung memekik cempreng di sudut belakang. Gista tersenyum malu-malu, "Iya, mau beli?" "Bagus tau hoodie nya. Nyaman banget ini gue pakeknya. Ada banyak warna, loh." Mulai deh, mulut mercon Denta promosi. "Gue ke IPA 4 dulu, ahh. Mau pamer ke Gasta sekalian promosi olhshop-nya Gista di kelasnya Gasta." Tubuh gadis itu memutar berniat melangkah pergi, menuju IPA 4. Tapi gadis itu berhenti dan terkejut. Melebarkan mata melihat sosok Leo melewati kelas, bersama Gasta di belakangnya. Denta meneguk ludah, mengambil nafas menguasai diri, lalu melangkah mendekat, "Pagiiii!!" sapa Denta tersenyum manis, di ambang pintu kelasnya. "Pagi juga, Denta!" balas Leo, tetap melanjutkan langkah menuju kelasnya sendiri. Sedang Gasta yang tadi memainkan ponsel jadi menoleh, "Hai Gasta!" Denta dengan bangga menunjukkan hoodie yang di pakainya, menatap Gasta yang kini melebarkan mata. "Halluu, Gasta. Eh, Hoodie gue bagus nggak?" Jarak mereka sangat dekat sekali, saat Denta mengambil satu langkah ke depan. "Gas, kemarin gue di chat nomor nggak dikenal. Coba lo lihat, sini! Ini kayaknya nomor Karrel. Dia sama temen-temennya mau nantangin kita lagi," kata Leo dengan suara lantang, menganggu Denta yang baru akan mengobrol dengan Gasta. Gasta yang berdiri di depan Denta, jadi menoleh. Lalu, menghampiri Leo yang sudah berjarak agak jauh darinya, kini sudah berdiri sambil mengacungkan ponsel. Meninggalkan Denta begitu saja, yang perlahan memudarkan senyumnya, di gantikan dengan raut wajah kesal. Gasta menunduk, mengambil ponsel Leo yang di sodorkan padanya. Membaca pesan yang di maksud Leo. Tapi, mata Gasta justru bergerak, melirik Denta yang yang masih di ambang pintu kelasnya. Makin tertegun saat cewek itu mengembungkan pipinya kesal. Hoodie maroon yang oversize di tubuh Denta, membuat dirinya nampak lucu. Apalagi rambut panjang yang biasanya di gerai, kini di ikat satu tinggi-tinggi, serta poni ratanya menegaskan keimutan cewek itu. Untuk sesaat Gasta di buat terpaku. Jantungnya bertalunan cepat, jadag-jedug tidak mau berhenti. Gasta membuang wajah tidak ingin melihat lagi, tapi dua detik berikutnya ia kembali menatap gadis cantik itu. Sial, dia terpana. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD