09 | Tukang Maksa

2074 Words
Kelas 11 IPA 4 yang biasanya selalu rusuh, hari itu sunyi saat pak Dino sudah berdiri di depan barisan meja pojok, sibuk membagikan soal ulangan dan lembar jawaban. Guru berusia 39 tahun itu, terlihat memicingkan mata setiap melewati bangku siswa, barangkali ada contekan di bawah kolong meja. "Waktunya satu jam dari sekarang, ya! Okey, kalian bisa langsung mengerjakan!" Pak Dino langsung kembali ke mejanya yang di depan. Nugraha menggerutu, sesekali mengumpat, sambil menggaruk rambutnya yang tiba-tiba gatal saat membaca satu demi satu soal di kertas yang ada di tangannya. Cowok itu melirik ke arah pak Dino memastikan gurunya tidak melihat ke arahnya, lalu menendang bangku Sandy yang ada di depannya pelan. "Woy Sandy, nomor satu sampai dua puluh, isinya apa, nyet?" tanya Nugraha dengan suara agak pelan. Sandy melirik bangku Nugraha, "Baru mulai, woy! Baca soal aja gue belum," umpat Sandy gondok. Nugraha melirik bangku Leo yang ada di pojok, "Bangs*t, si Leo malah molor. Lan, bangunin kadal sebelah lo!" seru Nugraha pada Alan--teman sebangku Leo. Alex jadi ikutan melirik Nugraha. Leo tersentak, buru-buru mendongak saat Alan menabok lengannya. Sudah berniat untuk mengumpat, tapi Alan segera menunjuk bangku Nugraha, ternyata cowok itu yang memanggil. "Apaan?" "Ini susah soalnya, nyontek punya Marwah sono! Bantu gue nyari jawaban kek, nggak ada usahanya banget lo," omel Nugraha. Cowok itu menunjuk dengan dagunya ke arah cewek berhijab yang duduk di depan Leo. Tubuh Leo menegak, "Malu gue, takut nggak di contekin." Nugraha mendecak, "Hallah, sama gebetan kok malu." Leo mengumpat pelan. Senyum Alex merekah saat dirinya menemukan jawaban di nomor dua puluh. Nomor terakhir pada soal ulangan kali ini, "Alhamdulillah, nggak sia-sia gue belajar semalem." "Hah, apaan Lex?" Nugraha menoleh. "Gue nemu jawaban soal nomor dua puluh." Mata Nugraha ikut berbinar, berarti Alex sudah selesai? "Nyontek dong, pun--lah setan, minta di maki lo kayaknya. Nomor 1-19 kosong semua Lex?" Nugraha langsung gondok sendiri. "Gue kan tadi bilangnya nemu soal nomor 20." "Cih, ngapain lo heboh? Gue kira udah selesai," gerutu Nugraha. "Setidaknya diriku pernah berjuang, meski tak pernah ternilai di matamu." Nugraha hanya mendecih, sementara Alex sudah heboh menendangi bangku Gasta, "Gas, nomor 20 jawabannya berapa? Di gue 156." "135," balas Gasta singkat. Alex mendelik, "Kok beda, lo ngitung nya salah kali." "Gue nyontek punya Sandy," balas Gasta santai. Nugraha dengan cepat langsung mengisi nomor dua puluh dengan menghitamkan lingkaran di kolom C, yang isinya 135. "Le, tanyain Marwah dong, nomor 1-20 punya dia isinya apa!?" pekik Alex. Leo menghela nafasnya pasrah, lalu menendang-nendang kecil bangku Marwah. Cowok itu berdehem kecil, gugup bukan main. Ya gimana nggak malu dan gugup dong anjer, kalau minta contek ke gebetan? Pemuda itu tersentak, saat melihat Marwah sudah berbalik badan, memandangi Leo sekarang. Keduanya bertatapan. "Woi gobl*k, ngapain lo tatap-tatapan doang. Tanyain, nomor 1-20 isinya apaan!" omel Nugraha. Alex ikutan heboh, "Nggak muhrim, anjer! Zinah mata mah kalau kata bapaknya si Marwah." Memang, dari 13 siswi di kelas, hanya Marwah yang memakai hijab. Tidak heran mengapa anak-anak suka merecoki setiap kali Leo modusin si gadis kalem itu. "Berisik lo berdua!" umpat Gasta tiba-tiba. Leo memandang Marwah, tersenyum begitu saja. Dia bahkan sudah bisa merasakan kalau usus nya jedag-jedug sekarang. Eh, jantung maksudnya, bukan usus. "Mar, nyontek dong!" seru Leo sambil tersenyum malu. "Kamu mau nyontek nomor berapa?" "Ciah, aku-kamu, eak-eak-eak!" Suara Nugraha terdengar agak keras, langsung di tabok oleh Gasta dari depan. "Semua deh, gue belum ngisi sama sekali ini." Leo meringis. "Itu nyontek, apa malak?" Gasta kali ini berseru. Dia mah santai, nggak usah repot-repot cari contekan, sudah ada Sandy yang memiliki otak encer. Gasta bahkan sudah di nomor 18 sekarang. Tanpa mikir tentunya. Ngapain mikir, nyontek aja enak. "Halah, kayak elo enggak!" tukas Leo. Saat waktu tinggal beberapa menit, satu kelas jadi berubah rusuh seketika itu juga. Pak Dino hanya geleng-geleng tak habis fikir. "Yes uhuy, punya gue tinggal dua lagi dong!" Nugraha memekik nyaring. "Eak, Leo sama Marwah lancar modus-modusan ini," ledek Sandy tiba-tiba. "Sialan si Siti udah kumpul duluan, bikin gugup aja," umpat Zelo. "Sok jual mahal anj*r, pakek aja ngumpul dulu," umpat Nugraha. "Gasta, nomor 17 isinya apa?" tanya Alex. "C." "Woy, nomor 9 woy!!" "Nomor 13 tuh jawabannya 225, woy! Gue udah ngitung tadi," kata Alex ngotot pada Nugraha yang isinya beda sama punya dia. "180 gobl*k!" Nugraha tak terima. "Kagak anjir, 150 yang bener!" Alfan menyahut di belakang. "Gue ngitung nemunya yang E, 90," Zelo menyelatuk. "Otak lo keselek barbel Zel? Habis total tuh di bagi dua, anj*ng!" sewot Nugraha, padahal dia sendiri ngarang jawaban. "Apaan sih anjer, kok beda-beda? Gas, di elo berapa?" tanya Alex pada Gasta, kalau jawaban Gasta sudah pasti sama dengan Sandy. "Yang A, 186," sahut Gasta pelan. "Bangs--" "Nomor 13 tuh emang 186," sahut Sandy. "Iya kok, aku juga 186," Marwah menyahut. "Iya anjir, di gue 186 juga." Teman sebangku Marwah menambahi. "MALU DONG GUE, NGGAK ADA YANG BENER SEMUA," pekik Nugraha langsung heboh mencari penghapus. "CIH, YANG NGOTOT TADI PADAHAL GOBL*K SEMUA," kata Leo pedas. *** "Gue paling Phobia sama orang-orang yang bilangnya nggak belajar, tapi pas di bagiin hasil, jebret nilainya sembilan puluh lima!" sindir Nugraha pedas. "Nggak belajar, tapi ngumpul jawaban yang pertama," Alex ikut menimpali. Sandy langsung menabok kepala dua cowok itu, sambil meneruskan langkah mengikuti Gasta. "Gue emang nggak belajar, anjir. Main PS gue semalem sama Gasta. Tanyain aja nih anaknya masih hidup," Sandy berseru sewot. Alex dan Nugraha hanya mendecih. Sedangkan Leo? Dia mah santai, nilainya masih delapan lima, karena tadi nyontek Marwah. Beda dengan dua temannya yang dapat nilai di bawah KKM. Pengen ngakak sebenarnya. Pas ulangan padahal mereka yang paling heboh. "Lo berdua kalau mau ngajak gue war, ayo deh!" sinis Sandy, "Lagian, lo ngapa pada sewotnya ke gue, kalau nilai Gasta yang malah seratus." "Cuih, mana berani gue nyindir Gasta," gumam Nugraha pelan. "Gasta mah pura-pura t***l, aslinya pinter nyet," kata Leo. "Pinter nemplok sana-sini buat cari jawaban maksud lo?" tanya Alex. "Gue di contekin Siti, tadi!" balas Gasta santai. "Emang anjer si Siti, kalau mau nyontekin, lihat muka dulu," geram Nugraha. "Ini jadi ke kelas Denta?" tanya Sandy tiba-tiba, pada Gasta. "Lah, ngapain ke kelas Denta?" tanya Leo kebingungan. "Temen lo ini, mau pedekate-an katanya," Sandy menyelatuk heboh, di balas tatapan tidak senang oleh Gasta. *** Denta terlihat sibuk memegangi sapu kelas. Bukan untuk menyapu, melainkan menyanyi seolah-olah sapu itu adalah mikrofonnya di atas panggung. Dia begitu menjiwai setiap lirik dengan nada tinggi. Bak penyanyi pantas atas, dia melempar sapu ke atas seolah sedang melempar mikrofon seperti yang sering di lakukan penyanyi idola anak zaman sekarang. Gista menjadi gitarisnya dengan memegang kemoceng. "Nta, itu sapu kalau sampai kena kepala gue, awas lo!" ancam Ivon—si cewek tomboy, yang tengah sibuk menghapus tulisan di papan. "MASA LALU, BIARLAH MASA LALU," teriak Denta, sambil bernyanyi, mengabaikan u*****n teman-temannya lain, yang sibuk menyalin PR matematika. "Woilah Nta, jangan berisik-berisik napa! Gue lagi fokus mecahin rumus matematika ini," tegur Panji--si ketua kelas galak. "Ashoyy, lanjut Nta! Nggak usah peduliin si glowing, lagi seru nih," pekik Dira lantang, bermaksud mencibir Panji yang memiliki kulit berwarna hitam itu. "JANGAN KAU UNGKIT, JANGAN INGATKAN AKU, MASA LALUUUU!” pekik Denta lagi sambil goyang ngebor. Bahkan dia menggoyang-goyangkan rambutnya dengan sangat brutal. "Woy, tip-x gue mana tip-x gue?" seru Faisal, di samping Panji. "Nggak ada sama gue," balas Panji. "Al, tip-x gue mana yang lo pinjem?" "Di pinjem Bahrun kemarin," pekik Alfa-- yang notabene nya sekertaris kelas, sedang sibuk mengisi daftar jurnal. "Ah elah, tip-x gue jadi milik bersama," Faisal menggerutu. Sementara itu, Reyhan dan Pitaloka sudah terlibat aksi kejar-kejaran, karena sepatu sebelah Pita di bawa kabur cowok itu. Si Didit, tengah sibuk menggodai Ivon. Lalu, Nara dan Viola yang sibuk merias diri. Dan Tama--sudah di gebuki oleh beberapa siswi, karena membawa kabur buku PR nya Tari. Sampai kemudian, cowok berahang tegas dengan kulit sawo matangnya, melangkah memasuki 11 IPS 5 yang masih rusuh tak terkendali. Secara natural, semua penghuni kelas memperhatikannya dengan mulut menganga, kaget. Cowok itu, Gasta Nismara Alvredo, dengan ekspresi cold yang selalu dia junjung tinggi-tinggi, menatap satu persatu penghuni kelas dengan sorot mata sulit di artikan. Denta yang tadi masih bernyanyi, ikutan melongo saat melihat Gasta ada di kelasnya. "WOI, KELUAR DULU!!" Tiba-tiba, banyak teman Gasta yang masuk kelas 11 IPS 5 dan langsung mengusiri se-isi kelas. "PADA BUDEG YA?! KELUAR SEMUA WOI!!" Nugraha memekik lagi, dan mereka langsung ngacir pergi satu persatu. Tak terkecuali Dira, Ivon dan Gista yang sudah ngibrit keluar. "Eh—Dira tungguin gue!!" Denta baru melempaskan sapu di tangannya, hendak ikut ngibrit seperti yang lain. "Kecuali elo!" Tangan Gasta menahan Denta. Nugraha sudah menutup pintu kelas sekarang. Sedang, jendela kelas sudah ramai sesak di penuhi anak-anak yang kepo. "Hah?" "Lo tetep di sini!" kata Gasta datar. "Owh, lo ada perlu ada gue?" Denta manggut-manggut mengerti. Ada apa nih, tumben?, "Mau ngomong apa Gas?" tanya Denta sekali lagi. "Lihat gue!" pinta Gasta dengan suara datar. Denta langsung menatap cowok itu dengan bingung. "Gue mau, lo suka gue!" Denta tersentak, nyaris tersedak padahal mulutnya kosong, saking terkejutnya. Matanya membulat, dengan mulut menganga lebar. Lalu, detik berikutnya dia mulai sadar. "Cih, apa-apaan nih? Kok lo merintah? Tujuan lo apa bilang kayak gitu?" "Dengerin gue baik-baik! Karena gue nggak suka ngulang lagi!" kata Gasta sambil menatap manik-manik mata Denta. "Hmmm!!" "Jadi cewek gue mulai hari ini!" "What the fu*k, lo gil—“ kata Denta langsung emosi. "Lo cuma ada dua pilihan, ya dan mau!" Denta semakin kaget untuk itu, "Loh, lo gimana sih. Ya nggak bisa gitu, dong!" Jadi sewot sendiri. "Kenapa nggak bisa?" Alis Gasta terangkat sebelah. "Ya karena--eh, wait, tunggu-tunggu! Ini maksudnya, lo lagi nembak gue?" "Terserah apa kata lo!" balas Gasta. "Jelasin ke gue apa alasan lo nembak gue begini?" Hingga sebuah pemikiran buruk terlintas, "Owh, lo lagi taruhan sama temen-temen lo? Berapa juta haa, berapa juta? Lo hargai gue berapa juta?" Kepala Denta sudah mendidih sekarang. Gasta mendecak, "t***l!" "Wah, nyolot. Malah ngatain gue tolol." "Kayaknya, gue suka sama lo!" kata Gasta kemudian. Denta mengerjap kaget. Butuh waktu beberapa detik sebelum akhirnya dia kembali tersadar dari terkesimanya, "Kayaknya?" "Kemungkinannya, gue suka sama lo!" Gasta meralat. "Kemungkinan?" Denta mengatakan dengan sangat di tekan. "Lo cewek gue mulai hari ini, nggak usah jual mahal!" semprot Gasta. Denta mendelik, "Heh, masih mending gue jual mahal, ketimbang jual diri." "Pokoknya, gue nggak mau pacaran sama lo. Pacaran itu saling cinta Gas--" "Gue suka elo, udah kan?" potongnya santai. "Tapi gue nya enggak. Gimana dooonggg?" Denta mulai ngegas, emosi lama-lama. Ini cowok ganteng-ganteng kok murah banget ya. Nembak pakek acara maksa-maksa. Gue kira mahalan, gak kayak Nugraha atau Alex. "Atas dasar apa?" Denta bingung mencari alasan, "Gue udah punya pacar." Denta menarik nafasnya dalam-dalam,"Ahh yah, gue udah punya pacar. Jadi, gue nggak bisa pacaran sama lo." Gasta menyeringai sinis, lalu tanpa di sangka-sangka, tangan Gasta menarik pergelangan tangan Denta. Membuat cewek cantik itu nyaris terjungkal ke depan, saking kagetnya. BRAK Pintu yang tadinya di tutup rapat, kini terbuka lebar oleh tendangan super keras kaki Gasta. Membawa Denta keluar kelas, dimana banyak siswi berkumpul di sana. "K-kenapa? Kenapa Gas?" tanya Nugraha panik, melihat wajah Gasta seperti ingin menelan orang hidup- hidup. "Eh, Denta lo apain, nyet?" Sandy berseru, melihat Denta merengek minta di lepas. Tidak menjawab, ia mengedarkan tatapan pada sekelilingnya, "Gue mau nanya, khususnya temen dia!" ucap Gasta lantang. "Gas, apaan sih? Sakit ini," ringis Denta. "Apa Gas, mau nanya apa?" Dira di samping Alex, berseru tiba-tiba. "Siapa pacar ini cewek? Dan ada di kelas mana?" Mata Denta membelalak, dia melihat Dira dengan tatapan memohonnya pada cewek itu. "Loh, Denta jomblo kok. Eh, apa sekarang udah punya pacar, ya? Lo tau cowok baru Denta? Dia belum cerita sama gue," tanya Dira seolah meminta persetujuan Ivon, dan di angguki cewek tomboy itu. “Dia masih jomblo kok,” jawab Ivon. "Iya kok, Denta udah putus sama Arkan dari lama," Gista menambahi. EMANG TEMEN SETENGAH SETAN LO PADA. YOK, KUBUR GUE AJA YOK!! Ingin sekali memaki, tapi saat cengkraman Gasta semakin kuat, Denta jadi ciut sendiri. Apalagi, saat mata Gasta menyorotnya tajam, "Mau bohongin gue?" tanya Gasta dingin. Sudahlah, Denta pasrah mau jadi apa hidup dia setelah ini. Mata Gasta menyisir sekitar, "Buat lo semua, dengerin gue! Denta Kalla Nayyira—cewek gue mulai sekarang. Dan buat yang lihat ada cowok deketin dia, lapor langsung ke gue!" “Serius, lo nggak laku ya, sampai maksa gue jadi cewek lo?” dumel Denta dan di tatap garang oleh Gasta. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD