Sementara itu, di tempat lain--lobby utama sekolah, terlihat gadis cantik berjalan riang. Sepatu pantopel warna hitam dan kaos kaki warna putih di bawah lutut, menjadi ornamen kakinya. Denta memandang seragam yang ia gunakan. Rok berlipat warna merah kotak-kotak, sepuluh centi di atas lutut. Kemeja putih yang di padukan dengan dasi merah mempercantik penampilannya.
"DENTAAA!!!" Gista berteriak. Berlari ke arah Denta dengan senyum secerah kepala pak Tholib yang memantulkan cahaya..
Mata Denta melebar, "Lo habis keracunan kaporit, Gis?" tanya cewek itu.
"Hah, kenapa?" Gista kebingungan.
Denta lantas menyentuh wajah Gista yang di poles dengan bedak sangat tebal, "Lo ngapain nyai, bedakan setebel gini? Mau manggung, non?"
Gista tersentak, "Putih banget ya?" tanyanya dengan nada sok polos.
"Foundation lo kebanyakan, ew. Apus aja lah!" suruh Denta agak melotot kecil.
"Padahal gue makek nya dikit tadi,” balasnya dengan bibir mencuat kecil.
"Jijiqin,” cibir Denta menatapnya agak sewotan.
"Ish, elo mah. Namanya juga seneng bakal ketemu Arkan lagi," kata Gista dengan wajah kesalnya, "Eh, tapi lo beneran udah putus, kan?" tanyanya memastikan. Ya gimana, masa Gista mau ngegebet pacarnya temen? Kalau sudah mantan kan, bebas.
Sebenarnya nggak salah Gista seluruhnya, sih. Dari dulu, dia udah naksir berat sama Arkan, bahkan dari saat MOS, sebelum Denta dan Arkan saling kenal. Tapi Arkan justru malah mendekati sahabatnya, Denta.
Denta yang tidak tau apa-apa soal perasaan Gista, iya-iya aja waktu Arkan nembak, karena dia nggak berencana serius kala itu, pengen main-main aja.
Iya, setelah putus sama Azka, hati Denta seakan mati rasa. Boro-boro Arkan yang nggak begitu populer di sekolah, bahkan kak Ray—mantan kapten futsal sekolah yang sekarang udah jadi alumni, pernah di gadang-gadang jadi cowok ter-cool seangkatan saat itu, di campakan sama Denta. Posisi Azka masih sebesar itu di hatinya. Bayangin aja sih, pacaran dari SMP, dua tahunan lebih juga, mana banyak kenangan pula sama Azka.
Gimana nggak bikin gagal move on coba? Move on memang satu kata, sejuta cara.
"Udah Gis, udah,” balas Denta tenang, “Lo pikir gue tega, lihat lo pasang muka sedih tiap hari, gara-gara Arkan yang sering ngapelin gue ke kelas? Enggak kali.”
Gista tersenyum haru mendengarnya.
Keduanya melangkah di koridor, tapi memelankan langkah saat melihat geng an Gasta di omelin oleh bu Dara.
"Itu Gasta, kan? Ciyee di lihatin!" ledek Gista cengengesan.
Denta mendelik tak suka, "Apa sih, orang kelihatan kok dari sini. Ya gue lihatin lah," sahut Denta langsung sewot.
"Lo beneran deket sama dia ya?" tanyanya penasaran.
"Dih apa sih, enggak kok. Najis banget gue sama dia,” dumelnya penuh dendam.
"Halah, jangan bohongin gue,” Gista menyeringai tengil.
"Gue nggak bohong."
"Kemarin, kenapa lo bisa di cium?" kepo Gista lagi-lagi bertanya.
"Otak dia lagi meluncur ke mata kaki kemarin. Makanya gitu,” sengit Denta menjawab, “Lagian, mau jadi apa coba hubungan gue sama dia? Seorang badgirl ketemunya sama badboy. Auto mental. Gue mah lebih cocok sama yang kayak Eno gitu. Adem banget Gis, kayak ubin masjid di pojokan, heheh,” katanya menyebutkan siswa terpintar dari jurusan IPA. Cowok tampan dengan garis wajah teduh. Dia juga kalem, nggak neko-neko.
Sering banget di cabein sama Denta, Gista, dan Dira. Apalagi si Dira tuh, fans nomor satu Eno. Denta sih bodo amat di katai nggak tau diri. Masa badgirl yang demennya keluar masuk BK, punya impian pengen dapetin cowok yang tiap hari dapet piala penghargaan dan jadi kesayangan guru-guru? Ya nggak papa lah, namanya juga cita-cita kok. Semua orang bebas punya cita-cita, iya kan? Tapi serius deh, kalau dia bisa sama Eno yang ganteng dan kalem itu, Denta bakalan pamer ke Azka.
"Cih, sok bilang mental, tapi makan bareng,” sindirnya membuat Denta melotot.
"Di suruh Sandy Gis,” balasnya ketus.
"Tapi, gue dukung kalian kok. Gue yakin deh, kalau kalian beneran pacaran, bakal jadi goals abis. Yang satu ganteng, yang satu cantik. Lah, gue? Serbuk luwak white coffe, bisa apa?" kata Gista langsung keki. Sedang Denta, langsung melangkah pergi. Malas sekali meladeni cewek satu ini.
***
Istirahat pertama kali ini, berbeda dengan istirahat sebelumnya. Jika biasanya Denta dan teman-temannya akan langsung ngacir ke kantin untuk makan, kali ini tidak. Gista--entah setan apa yang merasuki cewek itu, tumben sekali hari ini dia membawa brownies coklat, roti bakar dan minuman soda dengan porsi untuk empat orang. Nah alasan itulah yang membuat ke empat cewek cantik ini anteng di kelas. Sementara yang lain asyik makan, Denta yang sudah menghabiskan sepotong brownies itu, justru tengah sibuk men-scrool aplikasi i********:. Kali aja ada tawaran endorse. Kan lumayan, dapat duit.
"Abaikan muka saya, hm," kata Denta, sambil melirik sensi, saat membaca caption di foto Dira.
Dira nyengir dengan mulut penuh roti bakar, sadar jika itu caption pada foto yang baru dia posting tadi pagi, di i********:, "Jangan lupa yee like, sama comennt!"
Denta mendecih pelan, "Caption apaan, nih?" Langsung protes, "Kalau muka lo minta di abaikan, followers lihat apa, dong? Amal jariyah lo? Atau, iman dan taqwa lo?"
Ivon dan Gista tertawa, sedangkan Dira langsung mendelik sewot, "Dasar netizen julid lo, gitu doang nyibir."
"Netizen selalu maha benar!" Denta mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Eh, Nta!! Sebelum gue sakit, gue punya utang nggak sih sama lo?" Gista berseru tiba-tiba.
Denta mendongak pada Gista, "Iya anjir, lo utang dua puluh ribu di gue. Itu, bekas makan cilok teh Een," kata Denta jadi heboh, "Lo juga Dir, utang lo di gue, buat bayar kas kemarin sepuluh ribu ya." Dira tersedak, buru- buru mengambil minum di dekatnya.
"Lo ya Nta, gaya doang high. Endorse sana sini. Utang sepuluh ribu aja di tagihin."
"Heh, gue ini teman baek ya. Sedang menyelamatkan elo dari api neraka."
"Nggak papa masuk neraka. Lagian gue udah usaha biar masuk surga."
"Naudzubillahmindzaliq, amit-amit jabang bayi. Itu bac*t lo enak sekali wahai pendosa." Kali ini Gista yang memekik. Denta tertawa, sedangkan Ivon? Sibuk nyomotin makanan nggak selesai-selesai.
Dira mengabaikan, karena fokusnya kali ini teralihkan pada ponsel, "Ini Eno kenapa ganteng sih anjer? Ihh, di foto ini senyumnya gula banget. Aduh kudu kuat iman ini."
Cewek itu heboh menunjukkan foto di akun i********: Eno pada ke tiga temannya, "Eno anak IPA 1?" tanya Ivon memastikan.
"Yang pernah iku olimpiade fisika, bukan?" Mata Gista langsung berbinar.
"Nggak usah berharap, Dir. Si Alesia aja di lepehin sama tu anak," sahut Denta.
"Alesia?" Kening Dira mengerut, "Lah iya anjerr, gue baru inget. Lo pada tau nggak?"
"Apaan?" sahut mereka kompak.
"Alesia itu mantannya Gasta tau. Baru putus bulan lalu."
"Gue kira apaan." Denta nampak tidak tertarik sama sekali.
Seorang pemuda berambut krebo terlihat berlari jumpalitan di koridor lantai dua. Membuat banyak murid wajah kebingungan.
"WOI ADA TAWURAN DI DEPAN!!" teriak Didit nyaring.
"ANAK CENDRWASIH SAMA DHARMA TAWURAN DI DEPAN, WOI!!" teriak Didit pada perkumpulan anak laki-laki. Sampai di koridor IPS dengan semangat dia kembali berseru, "ADA TAWURAN WO--punten pak!" Didit mengangguk sopan saat berpapasan di koridor dengan pak Dino.
Dia kembali melanjutkan, kali ini membuka pintu kelas 11 IPS 5, "WOI, ADA TAWURAN!!"
"Hah, siapa yang tawuran?" Dira bangkit, heboh.
"Gasta sama antek-anteknya, tawuran sama anak Cendrawasih di depan sekolah," sahut Didit semangat 45.
"Cowok gue juga, dong?"
Didit mengangguk, lalu pergi. Berniat memberi pengumuman pada yang lain. Sedangkan Denta dan ke tiga temannya sudah saling lirik, seolah tengah kode-kodean sekarang.
GUBRAK
Tanpa fikir panjang, mereka ber- empat langsung ngacir pergi meninggalkan kelas. Tidak peduli jika bel masuk akan berbunyi sebentar lagi. Dira dengan semangat memimpin lari paling depan menuju gerbang sekolah, di ikuti oleh Denta. Lalu Ivon yang terlihat menarik-narik tangan Gista yang sudah kelelahan.
"MISI WOI, MISI! COWOK GUE YANG LAGI BERANTEM ITU!" teriak Dira dengan suara cemprengnya.
"KASIH JALAN DONG, ANJER! JANGAN MENANG SENDIRI! GUE JUGA BAYAR SPP KALI," semprot Denta, membelah kerumunan, sambil sesekali menyikut murid dengan sewot.
Tidak ingin mencari masalah dengan macannya IPS ini, mereka akhirnya mengalah dengan memberi jalan. Walau tak jarang, masih ada beberapa siswi yang ngedumel karena kelakuan geng mereka. Dan, setelah semprot sana-semprot sini, akhirnya ke empat empat gadis itu berhasil untuk sampai ke barisan paling depan. Suasana sangat gaduh dan berisik. Terdengar banyak pukulan sana-sini. Dan begitu melihat di depannya, Denta sontak meringis.
"Otak mereka konslet apa gimana, sih? Kalau mau baku hantam ngapa di depan sekolah?" kata Denta tak habis fikir.
"Ihhhh," ringis Gista sembari mengalihkan tatapannya, saat seorang siswa SMA Cendrawasih terkena bogeman dari Gasta.
"Skill Gasta mantep banget. Belajar dimana sih, dia?" tanya si tomboy—Ivon.
"Alex, ati-ati woi! Di belakang lo ada yang pegang balok kayu!" jerit Dira heboh. Mendengar itu, Alex langsung menangkis saat ada lawan berniat memukulnya dengan balok kayu.
"Thanks cinta!" Alex memberikan kiss jarak jauh, membuat Dira tersipu.
BRUGH
"AKH!" jerit sebagian siswa. Saat tiba- tiba seorang siswa SMA Cendrawasih terlempar tepat didekat kaki Denta dan ke tiga temannya. Sontak Denta langsung mundur, tak ingin kena pukulan, di ikuti yang lain. Dia jadi menyesal berdiri di depan sini.
"Sayang banget, muka itu cowok ganteng banget padahal. Di bikin ancur Gasta begitu," oceh Denta, mengomentari cowok yang sejak tadi menjadi lawan Gasta.
"Gasta hidupnya kurang piknik banget ya. Dimana- mana pasti rusuh."
Gasta--si bosgeng terlihat menghampiri cowok yang terkapar itu. Kemudian menarik kerah bajunya, dan ...
BUGH
Memberikan bogeman terakhirnya, lalu menginjak perut cowok itu.
"Wow, mantul!" Entah sadar ataupun tidak, Denta justru tepuk tangan sambil mendecak kagum, "Gila emang si Gasta, Keren parah," katanya geleng-geleng.
"Denta, itu cowok gue menang," Dira heboh luar biasa.
Denta mengangguk saja, "Anak SMA Cendrawasih emang niat setor nyawa kayaknya? Lihat anjir, mereka tepar semua."
"Mereka mah, bac*t doang yang gede Nta, tapi kemampuan Zero," Gista menimpali.
"Leader nya Cendrawasih yang--WOI APASIH LO SENGGOL-SENGGOL GUE?" Denta langsung mengamuk saat sosok Alesia berdiri di sampingnya, lalu menyikut lengan Denta agar minggir. Di ikuti tiga antek Alesia di belakangnya.
"Ya lo minggir dikit, dong! Gue mau lihat Gasta juga," sahut Alesia ikutan nyolot, "Nggak usah sok cantik lo, mentang-mentang habis jalan sama Gasta kemarin sore."
"Ya lo bisa kali, santai dikit! Nggak usah pakek acara nyikut gue. Lo kira nggak sakit?" pekik Denta tak mau kalah.
Alesia mendecih, "Cih, suka-suka gue, lah. Mau gue sikut, mau gue tendang, mau gue lempar, emang lo siapa?"
"Ratunya Dharma Wijaya, lo mau apa?" sentak Denta nyaring. Yah, mungkin di sekolah ini memang hanya Alesia yang tidak tunduk padanya. Cewek itu bahkan selalu ingin merebut predikat cewek paling cantik di sekolah.
"Nggak usah ngegas juga kalee!"
Denta mendelik tak terima, "Lo yang ngegas duluan anjir, dasar uler."
"Lo bilang apa, gue uler? Elo monyet!"
"Nggak ada sejarahnya monyet secantik gue gini. Yang ada malah mirip kayak elo," balas Denta tak santai.
"Nta, udah lah nggak usah ladenin dia. Ini anak nggak bakal berhenti kalau lo ladenin terus!" tegur Gista.
"Dia yang cari gara-gara duluan sama gue, Gis. Ya gue nggak terima dong di giniin," sahut Denta kesal. Sedang Dira sudah merapat di sebelah Denta berniat melindungi temannya, di ikuti Ivon yang sudah memasang wajah sangarnya, “Ya tapi Nta—“
"Ahhh, lama!" Denta mendorong bahu Gista, "Lo nggak usah ikutan, kalau ada adegan cakar-cakaran!" tukas cewek itu.
"Habisin, dah habisin!" seru Dira tak tahan, saat melihat Alesia terus melempari Denta dengan cicitan pedas.
"Kali ini gue join!" kata Ivon.
Alesia mendorong bahu Denta dengan kencang sampai terjungkal ke belakang. "Woi, udah-udah!" lerai Gista panik. Semakin mendelik saat Dira dan Ivon kini maju menyerbu teman Alesia yang lain.
Tak mau kalah, Denta bangkit dan langsung bergerak maju. Menarik rambut Alesia secara brutal, membuat para murid yang tadinya sibuk menonton tawuran, langsung kompak memekik histeris. Denta mengacak rambut Alesia, kemudian mengoyak sampai kepala gadis itu tertunduk dan tertarik ke depan.
"Woi Nta, udah anjir. Masih di sekolah ini," teriak Gista mencoba melerai, lalu beralih pada Dira yang tengah mencakar wajah Desi, "Dira, berhenti k*****t! Lo ngapain ikutan juga?"
Gista semakin panik, saat melihat Ivon mencengkram kerah seragam dua siswi sekaligus yang menjadi teman Alesia, "Image sebagai perempuan mana woy???" Gista mengamuk sendiri, tapi tak ada yang menggubris.
"Sialan lo ya!" umpat Alesia, lalu ikutan menarik rambut Denta.
"Sampah kayak lo, bukan di sini tempatnya," balas Denta mencakar wajah Alesia. Lalu, kembali menarik rambut cewek itu secara kasar. Alesia berteriak kesakitan, tapi Denta tidak peduli. Saat Alesia berniat untuk menjambak rambut Denta, gadis itu buru-buru mendorongnya. Membuat badan kurus Alesia terlempar.
"Rasain!" kata Denta, mengambil ancang-ancang saat Alesia bangkit lagi.
"Emang setan lo, Nta!" amuk Alesia. Alesia berniat untuk menampar Denta, tapi cewek itu tak sempat melakukannya saat Denta menarik seragam Alesia kasar, sampai tubuhnya berputar. Lalu, Gista semakin berteriak histeris saat Denta mencekik leher Alesia.
"WOI, COWOK-COWOK YANG LAGI PADA TAWURAN, TOLONG PISAHIN INI DONG, CEPET!!" pekik Gista histeris, karena di sekelilingnya hanya para siswi.
Mereka bahkan mundur ketakutan, melihat Denta yang begitu brutal menjambak Alesia, pun Alesia yang tak kalah brutal juga. Bahkan, tawuran antar sekolah sudah tidak menarik di mata para siswi.
"ALEX, CEWEK LO BERANTEM!" teriak Rosi--teman sekelas cowok itu, Alex jadi tersentak dan menoleh.
"GASTA, BERHENTI! TOLONG INI, DENTANYA BERANTEM!!" teriak Gista kencang, pada Gasta yang tengah menendang perut anak Cendrawasih.
Cowok itu menghentikan pukulan pada pemuda yang sudah terkapar di bawahnya, dan langsung menoleh ke sumber suara. Tidak hanya Gasta saja, nyaris semua anak laki-laki yang ikut tawuran, mulai dari Dharma Wijaya sampai Cendrawasih jadi ikutan menoleh. Mulut mereka kompak menganga dengan mata melebar. Melihat tujuh gadis terlibat aksi jambak dan cakar. Bahkan si ketua utama SMA Cendrawasih, mendecak pelan sambil geleng-geleng takjub melihat Denta yang begitu nafsu jambaknya.
"Ini sekolah apaan sih anj*ng? Isinya kok orang berantem semua," gerutu Didit, padahal tadi dia yang heboh mengumumkan.
Denta semakin menggeram, saat Alesia tidak menyerah juga. Sampai dirinya tidak sadar, jika jadi pusat perhatian sekarang. Denta lanjut mencekik leher Alesia dari belakang.
"Lo masih berani?" pekik Denta lantang.
"Iya-iya ampun, woi! Lepasin, uhuk!"
"Nta, udah Nta ler. Lo mau bunuh orang?" seru Gista kewalahan menarik tangannya.
"YA AMPUN, CEWEK GUE!!" teriak Alex melesat maju menghampiri Dira yang tengah menduduki perut Desi. Gasta ikut berlari, mendekat ke arah Denta yang terlihat mencekik Alesia dari belakang.
"Nta—udah!" Suara Gasta terdengar, menarik Denta menjauh.
"Lepasin anjir, gue belum selesai nyakar dia," umpat Denta masih belum sadar siapa yang menariknya.
Gasta segera menarik tubuh Denta, saat berhasil melepas cengkraman tangan Denta pada leher serta rambut Alesia. Kedua tangan Gasta mengurung Denta yang masih terus menganguk. Ini cewek bar-bar juga ternyata. Di ikuti Leo, Nugraha dan Sandy yang bergerak memisahkan Ivon dan dua teman Alesia.
"Nta, lo mau ngapain lagi, sih?" seru Gasta nyaring, ketika Denta terus meronta minta di lepaskan. Denta tersentak. Ia mengerjap pelan. Baru tersadar jika kini Gasta sudah mengungkung tubuhnya. Semakin tersentak, saat dia menoleh mendapati semua anak tengah memperhatikannya, tak ketinggalan, siswa yang ikutan tawuran pun jadi mempeng ke arahnya. Setan! Gara-gara Alesia jiwa iblis gue meronta-ronta.
"CEWEK GILA LO!!" teriak Alesia meraung marah.
Denta mendelik, "BACOT LO, BABI!” Denta kembali ingin maju, tapi Gasta langsung menahan.
"Kontrol emosi lo!" kata Gasta emosi.
"Nggak usah sok nasehatin, lo juga abis tawuran tadi. Lo bahkan lebih bar-bar ketimbang gue," omel Denta sambil menyikut Gasta sewot. Gasta mendecih pelan.
"Gasta, rambut gue sakit banget di jambak Denta," adunya manja.
Denta melotot, "MASIH BERANI LO YA?"
"KALIAN INI PADA NGAPAIN, HAH?"
Gista mendecih, "Telat pak datengnya, udah cakar-cakaran, udah tawuran dari tadi, kok baru dateng," gumam cewek itu gondok.
Bentakan dari pak Tholib--guru berkepala botak itu terdengar sangat nyaring. Anak-anak SMA Cendrawasih yang tadinya masih di area jalan depan SMA Dharma Wijaya, langsung ngibrit pulang--balik kampung.
"SEMUANYA YANG IKUT TAWURAN, IKUT SAYA KE LAPANGAN!!!" tegas pria dewasa itu. Denta mendesah lega, untung dirinya dan yang lain tidak kena damprat juga.
"DENTA, ALESIA DAN YANG IKUT JAMBAK-JAMBAKAN TADI, IKUT KE LAPANGAN JUGA!!" teriak pak Tholib kembali, membuat Denta mengumpat.
***