Gasta turun dari dalam mobil, di ikuti oleh Denta, saat mobil cowok itu sudah berhenti di depan sebuah restoran seafood yang cukup terkenal di daerah sini. Jalan raya terlihat masih basah. Tapi hujan sudah berhenti sejak lima menit yang lalu. Mata Denta memutar sekitar. Suasana restoran nampak ramai. Bahkan kebanyakan di d******i remaja se-usia mereka. Lihat saja, nyaris yang datang masih mengenakan seragam sekolah. Tidak heran sih, restoran seafood ini memang sangat populer dan tidak asing di telinga mereka. Denta juga pernah ke sini, bersama Dira, Gista dan Ivon tentunya.
"Lo tau darimana tempat ini?" tanya Denta, mengingat tempat ini memang tidak berada di dekat jalan raya besar.
Gasta melirik, "Sandy pernah ajak Alika ke sini."
"Oh, pantes. Tapi, elo sendiri belum pernah ke sini?"
"Belum."
"Baru yang pertama dong, ini? Sama gue lagi. Kenapa nggak ajak cewek lo aja." Denta langsung diam, ketika Gasta menatapnya jadi tajam. Cewek itu meringis, lalu nyengir kuda.
"Jangan natep gue gitu, dong! Mata lo itu nakutin," ceplos Denta.
"Ayo!"
Gasta langsung menarik pergelangan tangan Denta. Cewek itu mau tidak mau mengikuti. Namun ketika sampai di depan pintu masuk restoran, langkah Denta spontan jadi terhenti saat melihat sebuah ninja hitam yang di naiki sepasang remaja SMA, berhenti di sebelah mobil pajero hitam Gasta.
Seorang gadis berwajah manis-- mengenakan seragam dengan badge sekolah Cendrawasih turun dari atas motor, sambil memasang senyum lebar. Jantung Denta seakan mencelos, perasaannya jadi ketar-ketir tidak karuan.
Nggak, mana mungkin itu dia? Sinetron banget lah, kalau gue mesti ketemu sama dia di sini. Batin Denta yang sebenarnya agak panik.
And voilla!
Tepat ketika cowok yang bersama gadis itu membuka helm fullface nya, dunia seakan ambruk mengenai kepala Denta. Nyaris delapan bulan mereka tidak bertemu, dan kali ini semesta seolah sedang kembali mengujinya. Cewek itu bahkan tidak sadar jika Gasta terus memanggilnya.
"Rambut aku berantakan banget nggak, Ka?" tanya si perempuan yang rambutnya di ikat ekor kuda, sama seperti Denta.
Cowok itu hanya melirik, "Enggak, kok. Udah rapi."
"Hihi, udah cantik kan?" tanya gadis itu sambil memeluk lengan pacarnya.
"Iya, udah kok Sha," sahut si pemuda, membuat senyum getir Denta terbit dari wajah cantiknya. Dadanya terasa sesak, sakit sekali.
Tahan ya Nta, tahan! Ini udah biasa. Jangan cengeng dong!! Batin Denta sudah merengek tidak karuan.
"Denta, ayo!" seru Gasta membuat Denta mengerjap-ngerjap dan menoleh kaget.
"Eh--i-iya-iya Gas!"
Gasta kembali menarik tangan Denta, cewek itu langsung menurut. Namun, entah bisikan setan darimana, mata Denta kembali menghadap ke arah obyek yang menyesakkan dadanya tadi. Dan alangkah terkejutnya Denta, saat manik-manik mata mereka bertubrukan dengannya. Tidak hanya Denta, cowok berjaket jeans abu-abu itu juga tak kalah terkejut seperti dirinya.
"Denta!?" gumam cowok pelan, kaget luar biasa.
Denta meruntuki kebodohannya sendiri. Cewek itu segera membuang muka, mengekor Gasta di belakangnya.
"Nta—“ ucapan Azka tertahan saat tangan Shasa menahannya.
"Kamu mau apa, Ka? Kamu mau ngejar dia?" tanya Shasa begitu dingin, intonasinya datar sekali. Dia sadar ketika Azka hendak menyusul Denta, "Kamu udah pilih aku waktu itu, kenapa kayak gini sekarang?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf, ayo masuk!" kata Azka melembut.
Shasa menggeleng tegas, "Kita cari tempat lain aja, aku nggak mau makan di sini."
"Kenapa, sih? Kan kamu tadi yang ngajak aku ke sini,” sahut Azka kalem.
"Aku berubah fikiran,” tegas perempuan itu.
"Sha, jangan kekanakan gini, dong!" ucap Azka seakan putus asa.
"Iya, aku kekanakan. Beda sama Denta, iya kan?" tanya Shasa tajam.
"Kamu ngomong apa, sih? Kenapa bawa-bawa Denta?" tanya Azka kesal.
"Karena kamu masih sayang sama dia, iya kan?" seru Shasa terdengar menyentak.
Azka merapatkan bibir, "Enggak. Siapa yang bilang begitu?”
"Oh ya? Kamu kira aku nggak tau? Ka, aku bahkan tau kalau kamu masih sering stalking akun sosial media Denta. Kamu masih nyimpen foto dia di kamar kamu. Dan apalagi sekarang, kamu mau nyamperin dia,” oceh Shasa seakan menuntut.
"Apa sih, Sha? Aku males berantem. Ayo masuk!" kesalnya.
Mata Shasa berkaca, "Kalau di dalem kita ketemu mantan kamu itu gimana? Aku nggak mau Ka, kalau kalian ketemu."
"Sha, dia udah sama pacarnya tadi. Aku nggak sebodoh itu. Lagipula, aku udah punya kamu. Aku cuma kaget aja tadi. Dan reflek buat manggil,” katanya menjelaskan.
Shasa mengangguk, "Oke, aku percaya sama kamu."
***
Denta berdiri di antrian pemesanan. Beberapa kali, cewek cantik itu terlihat mengumpat sebal karena seenak jidat Gasta memberinya uang, lalu menyuruhnya yang memesan makanan. Sementara dia, malah duduk santai serasa di pantai, sambil memainkan game online nya. Benar-benar pengen di maki sepertinya. Dasar gigolo.
Saat Gasta melirik ke arahnya, Denta akan sengaja menjulingkan sebelah matanya dan menjulurkan lidah tak santai. Sedang Gasta, hanya menarik smirk khas andalannya, lalu kembali melanjutkan bermain game nya.
Burik begitu kok jadi Cassanova Dharma Wijaya, Cuih
"Selamat sore kakak, mau pesan menu yang mana?" ujar pelayan ramah.
"Saya mau yang kepiting saus pedas nya dua, nasi putih juga dua porsi, sama milk tea dua, yang satu nya kasih topping bubble ya mbak!" kata Denta, lalu saat pelayan membaca total harga, cewek itu segera membayarnya.
Lumayan, masih ada kembalian 23.000. Gue kantongin aja.
"Baik kak, silahkan di tunggu ya!"
Denta bergeser sedikit ke samping. Sembari menunggu pesanannya selesai di siapkan, cewek itu merogoh ponsel dari dalam saku. Gadis itu terkekeh kecil, saat membuka aplikasi w******p, ada Dira yang mengirim pesan di grub chat.
Srikandi Bar-BarL
Dira : Hey para manusia-manusia kelebihan micin ^___^
Dira : Woy elah, gue nyapa ini. Sombong pisan astagfirulloh, ga ada yg jawab.
Dira : Ini grup y? Sepi amat.
Dira : Kok hening sih, woyyy!!
Dira : Eh iya, lupa k*****t.
Dira mengubah setelan grup, untuk mengizinkan agar semua peserta dapat mengirim pesan ke grup ini
Denta : Dira begonya sampai ke akar nadi. Aduh anj*ng sekali ^__^
Gista : Akhirnya di buka juga.
Ivon : Emang kadal terburik ya Dira
Denta : Gis, udah sembuh? Kpn sekolah.
Gista : Besok.
Denta : lagian gista sakit cuma cacingan doang, lebay sampai ke rumah sakit.
Gista : GUE KENA DB WOYYYY!!
Gista : SEKATE-KATE TUH MULUT
Ivon : caplock jebol.
Dira : Nta, lo dah balik? Sini susulin gue ke kosnya ipon. Gue nginep sini, soalnya gak ada orang di rumah.
Ivon : Bawa donatnya kang Bahrudin ya Nta!
Denta : Gue dah balik!
Dira : Eh, ada hot news. Gue baru dapet kiriman dari adek kelas.
Denta : Apaan?
Ivon : Apaan (2)
Gista : Apaan (10009990907272)
Dira : Temen gue namanya Denta, lagi kencan sama bosgeng Dharma Wijaya.
Ivon : What the f**k? Kok lo nggak bilang sama gue Dir. Kan kita sebelahan.
Dira : Gue kira di dalem selimut lo molor.
Gista : Hah? Bosgeng? Gimana sih gimana?
Denta : Apaan sih enggak kok, siapa yg kencan.
Dira : [Send Picture]
Dira : Uwuuu, gandengan masuk restoran seafood permisaaahhh
Ivon : Ingin ku memaki
Gista : ITU GASTA SAMA DENTA?
Ivon : Setan, dateng-dateng gedor.
Gista : Lo dah putus dari Arkan Nta?
Dira : Lo blm tau ya gis, tadi di sekolah si Denta habis di cium sama Gasta. Di depan kantin. Hohoho
Denta : Atas gue biciiiiittttttt
Ivon : Gasta, gass teroosss
Gista : Ngenggg
Dira : Kata alex, Gasta naksir Denta tau.
Denta : sotoy.
Dira : Buktinya, dia ngajak lo makan kan?
Ivon : Nta, bungkus satu dong cumi bakar. Bilangin Gasta.
Gista : Ipon makan aja yee. Pantes gendut.
Ivon : Sini bac*t lo gue cabe in. Gue gak gendut
Denta : Ini semua gara2 sandy kalee. Makanya gue sama Gasta.
Gista : Arkan gue apa kabar :(((
Dira : Dah-dah, ambil aja sono. Denta dah putusin demi hati elu.
Denta : Cih, emang gue gak naksir Arkan kale. Ngapain juga karena Gista.
Gista : ADUH KOK AKU JADI SEMANGAT DATANG KE SEKOLAH YA.
Gista : Denta dah mope on ya, dari tetangga gue? Azka sering nanyain elo tauJ
"Hai Nta?! Long time see!"
Denta yang berniat mengirimkan balasan di grub, langsung tersentak dan menegang kala itu juga. Gadis itu langsing melirik dengan ekor matanya, ke arah cowok di sebelahnya. Tanpa melihat pun sebenarnya dia sudah tau, cowok di sebelahnya ini siapa. Tidak ambil pusing, Denta mengangguk saja. Azka tersenyum, seenggaknya Denta sudah mau meresponnya.
Ini cowok kok gak ada tampang ngerasa bersalah ya? Pengen gue blender rasanya.
"Makan di sini juga?" Pertanyaan Azka, lagi-lagi di angguki pelan oleh Denta, tanpa berniat untuk melihat cowok itu.
Cih, apa mata lo buta nggak lihat gue di sini?
"Sering ke sini ya? Kalau gue sih lumayan sering," tanya Azka sedikit gugup.
Demi p****t semok nya Gista, gue nggak nanya tuh.
Anggukan ringan, lagi-lagi Denta berikan. Dia terlalu malas dengan cowok ini. Hatinya masih berdenyut sakit, jika ingat perselingkuhan cowok ini hari itu.
"Kadang sama Karrel dan lain. Tapi sekarang, gue sama Shasa."
Ha ha ha, ngapain lo ngasih tau? GAK PENTING!!
"Pesen apa?" tanya Azka sekedar basa-basi.
"Kepiting saos pedas!" balas Denta terdengar judes.
"Lo kan ada magh, ganti yang lain aja. Nanti magh lo kambuh,” kata Azka serius.
Cih, sok perhatian sekali lelaki muda ini.
Denta menghela napas panjang, "Kalaupun gue sakit, lo nggak akan peduli juga kan. Ngapain lo ngatur?" sinisnya sambil menatap Azka tidak suka.
"Karena gue peduli, gue mastiin apa yang lo makan,” katanya dengan tegas.
Agak tersentak, tapi Denta langsung menguasai diri.
Jangan baper! Jangan goyah! Iman lo kuat. Nyebut-nyebut! Di depan lo ini setan.
"Yang makan gue, yang sakit juga gue. Ngapain lo yang heboh?" kata Denta pedas, membuat Azka mati kutu, “Nggak usah sok perhatian deh, lo bukan siapa-siapa gue lagi.”
"Oke-oke, terserah. Lo dateng sama siapa, Nta? Tadi gue lihat, lo sama cowok. Pacar lo?" tanya Azka, meski dia bisa merasakan ada sesuatu yang berdenyut di dalam hatinya. Seperti tidak terima jika Denta sudah mendapatkan pacar baru, dan melupakannya begitu saja. Padahal, dulu Denta adalah gadis yang begitu mencintainya.
Tidak menjawab, Denta hanya menggerakkan dagunya pada cowok yang kini bermain ponsel di bangkunya. Cowok tinggi berpostur sempurna, terlihat serius memandang ponsel enam inci di tangannya. Wajahnya terlihat semakin tampan.
Mata Azka seperkian detik langsung melebar.
Bangs*t!! Itu Gasta, kan? Mereka pacaran?
"Gasta? Lo ke sini sama Gasta? Lo serius? Sama dia?" tanya Azka dengan mulut menganga tak percaya. Denta menautkan alisnya.
"Kenapa? Dia satu sekolah sama gue," tanya Denta dengan raut wajah yang datar.
"Nta, dia itu cowok brings*k. Ngapain sih lo kenal cowok kayak gitu? Dia bakal bawa pengaruh buruk buat lo. Percaya sama gue," Azka langsung memekik nyaring, "Kelakuan dia itu nggak ada yang bagus. He is a badboy, Devil. King Racing. You know? Dia juga pemabok Nta, suka main cewek."
Denta menyeringai sinis, "Lebih brings*k mana dia sama lo?" tanya Denta begitu tenang, “Ngaca dong, elo juga demen main cewek,” sengitnya.
Azka nyaris tersedak, walau mulutnya kosong, "A-apa?"
"Setan kok teriak setan sih, Ka! Hadeh guguk sekali kamu ini," kata Denta pedas, langsung menghampiri pesanannya yang telah siap, berniat kembali ke mejanya.
"Nta!" Tangan Azka menahan cewek itu untuk pergi.
"Lepas, deh! Lo apa, sih?" kata Denta sensi.
"I am so sorry! Maaf buat delapan bulan yang lalu. Gue tau gue salah. Please, maafin gue!" kata Azka parau, terlihat penuh sesal.
Denta berdecih pelan, "Kenapa baru sekarang?" tanya Denta tak santai. Azka bungkam seribu kata, menggigit daging bibir bagian. Dan untuk kesekian kali, netra coklat madu milik Denta berhasil membuat Azka gugup.
"Kenapa nggak dari dulu-dulu waktu gue baru minta putus? Lo bahkan lari gitu aja, nggak ada jelasin apapun. Hebat banget," katanya Denta menyentak marah.
"G-gue bingung mau jelasin apa waktu itu,” balasnya mencicit pelan.
"Ya karena lo emang nggak ada alasan buat ngelak lagi. Lo kan emang selingkuh," tukas Denta, lantas melirik Shasa yang kini mendekati mereka, "Langgeng juga ya ternyata. Karena setau gue, pacaran hasil selingkuh itu nggak tahan lama. Cepet basi!" kata Denta lalu menepis tangan Azka dari lengannya.
"Hai, lo Denta kan? Kenalin gue Shasa," sapa Shasa sambil tersenyum manis. Menjulurkan tangan berniat mengajak salaman.
"Cih!" Tak peduli, Denta melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan Azka dan Shasa yang nampak mematung di tempatnya.
Ini yang gue takutin Nta. Saat Tuhan buat gue sadar, kalo keputusan gue waktu itu salah, saat itu juga hati lo bukan buat gue lagi. Karena gue percaya, karma itu ada.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata hazel memperhatikan. Tangannya terkepal di kedua sisi celana bahannya. Sebelum, seulas senyum sinis terbit dari wajahnya.
***
"Gasta, berhenti di warung bakso dulu dong! Ihh, kok dari tadi lo lewatin terus sih? Kan gue udah bilang, kalau ada kang bakso berhenti," Denta berseru sewot.
Gasta mengumpat saat gadis di sebelahnya itu meraung-raung minta di belikan bakso di pinggir jalan. Suasana jalan tidak seramai biasanya, karena baru selesai hujan se-jam yang lalu. Mungkin, orang-orang malas untuk keluar rumah.
"Lo kan udah makan."
"Pesenan mama." Denta menunjukan pesan dari sang mama. Dan Gasta mengangguk saja untuk itu, "Eh-eh, itu-tuh ada tukang bakso."
Tanpa fikir panjang, Gasta langsung memutar setir mobil ke kiri. Denta langsung bergegas turun, di ikuti cowok jangkung itu. Menghampiri penjual bakso yang terduduk di pinggir trotoar memasang wajah lemas.
"Bang bakso ya!" kata Denta.
"Bukan, saya manusia neng." Gasta mendelik, sementara Denta langsung melongo sebentar, lalu mengerjap-ngerjap pelan.
"Abang tukang bakso ya?"
"Kok tau?"
"Ya soalnya cuma abang yang di deket sama grobak bakso ini. Duh Gusti!" Denta mengurut dadanya, berusaha sabar.
"Oh!" Tukang bakso itu mangangguk pelan, "Mau beli neng?"
"Bukan bang, cuma nyapa doang."
Cih, gaya aja high. Turunnya dari mobil. Tapi bakso gue nggak di beli.
"Yah, kirain saya mau beli." Tukang bakso itu menghela nafasnya kecewa.
"Ya iya lah bang, saya mau beli. Buat apa saya ke sini, kalau cuma mau nyapa abang doang?" omel Denta geram. Sementara Gasta mati-matian menahan tawanya yang hendak menyembur sekarang. Dia baru tau kelakuan asli Denta yang selalu di puja banyak cowok itu. Gasta kemudian berdehem, mencoba menguasai diri.
"Oke, mau beli berapa?"
"4 bungkus aja, deh. Eh Gas, lo mau juga nggak?"
"Nggak."
"Oke, empat aja ya bang!"
"Siap neng. Di tunggu ya! Duduk dulu neng, sama adennya!" Menurut, kedua remaja itu langsung duduk di kursi plastik yang di sediakan.
"Lo nggak ada cerita?"
Denta menoleh saat Gasta tiba-tiba berucap seperti itu, "Apanya?"
"Azka?!"
"Oh, Azka." Denta manggut-manggut, lalu nyengir kemudian, "Dia mantan gue, eh Kok lo tau?"
"Tadi di restoran."
"Oh, lo lihat dia nyamperin gue ya?"
"Hmm."
"Eh, tunggu-tunggu. Kalian saling kenal ya?"
Alis Gasta bertaut.
"Tadi, Azka juga nyebut nama lo. Dia kelihatan nggak suka gitu sama lo. Kalian musuhan? Kenapa?" tanyanya penasaran.
Gasta berdehem, "Bukannya emang udah biasa, anak Dharma Wijaya sama Cendrawasih nggak akur?"
"Oh, iya juga sih. Gue sering kejebak nggak bisa pulang, kalau sekolah tawuran sama Cendrawasih." Denta melirik Gasta lagi, "Elo kan, pimpinan berandal-berandal itu?"
"Hmm, berapa lama?" tanya Gasta ambigu.
"Lo bisa kali kalau nanya tuh yang jelas. Jangan setengah-setengah!" protes Denta.
"Lo sama Azka, berapa lama?" Gasta nampak malas sebenarnya. Dia jadi ingat dulu Sandy pernah bilang bahwa Denta memiliki pacar di luar sekolah. Jadi—Azka maksudnya?
"Lo ingetin gue sama Azka terus sih, bikin gue pengen mewek aja." Sedetik kemudian Denta mendongak, "Dua tahun gue pacaran sama dia. Kalau lo tanya alasan kami putus, karena dia selingkuh sama anak sekolahnya."
"Oh."
"Cuma oh?"
"Hm."
"Cih, dasar jigong onta."
***