Suara berisik motor yang di gas habis-habisan, terdengar saling bersahutan dengan teriakan orang-orang yang kebanyakan di penuhi oleh remaja perempuan. Meramaikan halaman depan sekolah SMA Cendrawasih, pagi ini. Suasana sekolah yang semula tenang, berubah menjadi sangat ribut. Gerombolan motor sport itu berhasil mencuri perhatian murid-murid SMA Cendrawasih. Karrel Davian Andara--mata tajam beriris hitam legam itu, memandang fokus knalpot motornya. Lampu depannya yang menyorot ke arah sekumpulan siswi-siswi SMA Cendrawasih yang berkumpul membentuk barisan penonton.
Brum brum brum
“Habis lo servis, Rel? Makin mantep anjir, suaranya,” seru Vian heboh.
Karrel mengangguk, “Mau gue pakek buat entar malem."
“Lawan lo entar malem siapa, Rel?” tanya Azka.
“Kaffani."
“Temennya Komang bukan?” tanya Azka menyahut. Karrel lagi-lagi mengangguk.
“Kali ini berani keluar berapa, Rel?” tanya Tilo.
“Kemarin dia ngomong ke gue, berani keluarin sepuluh juta kalau gue yang menang malam ini,” oceh Karrel.
“Duit semua tuh? Bayar lunas apa nyicil, Rel?” tanya Vian polos.
“Bayar lunas lah, t***l lo. Bokap dia kan tajir abis,” sewot Karrel menyahut.
"Oh ya, lo udah lama nggak tanding sama Gasta," seru Vian.
"Terakhir, bulan lalu. Itupun elo harus nanggung malu, karena kalah telak," cicit Tilo.
Karrel mendecak sinis, "Setan lo, Til. Lagian dia jarang ke arena sekarang."
"Rel!" panggil Vian heboh, membuat Karrel langsung menoleh, "Itu Rel anak yang gue maksud. Satu-satunya murid kelas sepuluh, yang naiknya CBR warna biru." Vian menunjuk antusias, pada cowok berkulit putih yang terlihat memarkirkan motornya.
Azka ikutan melihat, "Emang kenapa Rel? Lo ada masalah sama itu bocah?" tanyanya sambil memperhatikan Vero--adik Denta--mantannya. Karrel tersenyum miring, lalu melirik ketiga temannya, "Hadang!" titahnya, lalu memarkirkan motornya sebentar.
"Eh-eh!!" seru Tilo sembari menghadang langkah adik kelasnya, "Jangan buru-buru kenapa?" ucap Tilo sok akrab, sambil meletakkan tangan di pundak anak itu.
"A-ada apa yang bang?" tanya Vero mulai khawatir. Apalagi, saat dirinya melirik Karrel. Anjrit, jangan-jangan dia marah karena gue suruh anter kakak gue waktu itu.
"Lo nggak tau peraturannya?" tanya Vian sambil menyeringai lebar.
"Peraturan apa bang?" tanya Vero takut.
"Kalau lewat di depan kakak kelas tuh nunduk! Yang sopan!" sentak Tilo membuat Vero mengangguk pelan.
"Nggak usah ngegas juga, Til! Anak bu Anggia nih," Azka menyelatuk, membela.
Adeknya Denta juga!!
Vero semakin gemetar saat Karrel berjalan mendekat ke arahnya. Cowok itu menyeringai sinis, membuat Vero semakin takut-takut, "Nih Rel, anak yang lo cari. Terserah mau lo apain." Tilo langsung mendorong Vero ke arah ketuanya.
"A-ada apa bang nyari gue?" Vero bertanya sambil menunduk. Tilo dan Vian di buat tersenyum puas sekali. Mereka sudah berfikir, bahwa Karrel ada masalah sama bocah tengik ini. Adegan penyiksaan tidak akan mungkin mereka lewatkan. Tapi Azka jadi kebingungan.
"Rel, jangan lo apa-apain! Lo mau apa kena semprot bu Anggia lagi?" seru Azka.
Karrel terkekeh, "Santai dong, santai! Gue cuma mau nanya sesuatu sama ini anak."
"Apa sih Ka, ribet bener," omel Tilo.
"Hajar langsung aja Rel, ngapain pakai prolog segala," sahut Vian.
"T-tanya apa bang?"
Karrel berdehem, "Nama kakak lo yang kemarin siapa?" tanya Karrel tenang.
"WHAT?" teriak Tilo spontan.
"Anj*ng, apa-apaan nih?" Vian heboh. Senyum Tilo dan Vian langsung luntur seketika. Azka pun langsung tersedak padahal mulutnya kosong. Cowok itu sudah ketar-ketir, saat satu nama muncul di benaknya. Kakaknya Vero?? Denta??
"Lah Rel, gue kira lo ada masalah sama anak ini," seru Vian kesal.
Vero mengeryit sebentar, "Namanya D-Denta bang." Dalam hati Vero sudah loncat-loncat kesenangan. Dia fikir, dia akan kena masalah dengan pentolan sekolahnya ini. Eh, tunggu-tunggu! Karrel naksir kak Denta? Adoohh, bangga gue punya kakak cakep. Pentolan sekolah aja sampai naksir coyyy.
Karrel manggut-manggut, "Dia udah punya pacar??"
"Busyeeettt!!!" Tilo dan Vian memekik kompak. Azka lantas menegak salivanya susah payah. Pun dengan dua teman Karrel yang menganga sekarang. Sementara Vero sudah bingung hendak menjawab apa. Kalau gue jawab udah, bisa abis gue. Kalau belum, lah kan kakak gue udah punya pacar.
"Nggak tau bang."
"MASA KAKAK SENDIRI LO NGGAK TAU SIH?" Karrel langsung ngegas.
Vero sampai termundur kaget di buatnya, "G-gue emang nggak tau."
"Bener lo emang nggak tau?" tanya Karrel lagi.
"Iya bang." Karrel manggut-manggut. Sampai kemudian dia melempar ponselnya pada Vero, "Catet nomor kakak lo!” Ketiga teman Karrel sontak terkejut luar biasa.
"B-buat apa bang?" Mati gue kalau gue kasih, kakak gue bakal ngamuk dong!!
"Nggak usah banyak nanya, cepet masukin nomor kakak lo di sini!" Karrel jadi emosi.
Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Karrel langsung mengusir Vero dari hadapannya. Tersisalah mereka berempat dengan ekspresi wajah berbeda-beda. Azka seolah tidak terima, Tilo yang menganga, dan Vian yang mendelik tak percaya.
“Rel, lo yakin naksir kakak itu anak? Lo kenal dia dimana?" tanya Azka kebingungan.
Karrel melirik, "Gue pernah anterin kakak itu anak, ke sekolahnya."
"Anjrit-anjrit, kapan?" Vian jadi heboh.
"Semingguan yang lalu."
Karrel lantas tersenyum lebar, saat melihat foto profil di kontak cewek itu. Di sana, terlihat foto selfie gadis mengenakan kaos warna pink. Benar- benar cantik. Tapi, Karrel belum ada niat untuk menghubunginya. Dia masih deg-deg an.
"Lo beneran naksir cewek, Rel?" tanya Tilo ikut-ikutan.
"Menurut lo, gue naksir cowok gitu?"
***
Gasta melangkahkan kaki, menyusuri pinggiran lapangan outdoor--sendiri. Entah kemana perginya ke empat domba yang lain. Sepasang mata bening cowok itu menatap lurus ke depan. Meski sesekali, dia akan melirik ke arah lapangan yang ramai oleh siswa-siswi yang berlatih voly. Kemungkinannya, mereka adalah murid-murid yang sudah terpilih untuk mewakili sekolah dalam turnamen RIPU Cup. Baru saja, Gasta akan berbelok di koridor ujung, yang menghubungkan lapangan dengan gedung, tiba-tiba dia merasakan benturan cukup keras di lengannya, bersamaan dengan bunyi gedebug yang sangat nyaring. Ekspresi Gasta tentu saja terkejut bukan main.
"Aagggrrhh, k*****t!"
Perempuan yang barusan mengumpat itu, sudah duduk di lantai dengan posisi mengenaskan. Mendengar itu, alis Gasta reflek terangkat sebelah. Namun, tak lama dahinya mengeryit samar, melihat siapa gadis itu, "Cuma di lihatin doang, nih? Nggak berniat buat bantuin gue?" seru cewek itu sebal. Gasta masih belum menunjukan reaksi apa-apa. Cewek bermata coklat itu mendongak, mengumpat kasar lagi-lagi.
"Harusnya di bantuin dong!! Ah anjir, pengen gue maki rasanya." Gondok, akhirnya Denta pun bangkit sendiri. Menepuk-nepuk celana voly nya dengan raut wajah bersungut. Memperhatikan cowok itu dengan tatapan tidak sukanya, namun tidak lama bola matanya jadi melebar, "GASTA, DEKET MATA LO SOBEK!!??"
"Nggak usah lebay!" Dengus Gasta, sambil menonyor pelan kening Denta. Cewek itu jadi manyun, "Itu luka lo dapet karena tawuran kemarin sore ya??" tanya Denta, sambil menyentuh pelan-pelan ujung bibir Gasta. Cowok itu meringis, menabok pelan tangan Denta agar berhenti bermain di wajahnya, "Ngapain, sih?"
"Ihhh, sakit banget ya? Mau ke UKS?"
"Nggak."
"Kenapa? Lo nggak yakin ya kalau gue bisa ngobatin. Ya udah, entar biar gue suruh anak PMR yang lain."
"Nggak usah."
"Lo ngapain di sini? Kenapa nggak masuk kelas?"
"Lo sendiri?" Gasta malah balik bertanya, dengan ekspresi yang sama.
Denta melihat ke arah lapangan, dimana teman-temannya sedang berlatih, "Latihan voly. Buat turnamen RIPU Cup beberapa hari lagi."
"Oh."
"Duduk di situ yuk!" Denta menunjuk kursi besi di pinggir lapangan.
"Nggak latihan?"
"Gue cuma bagian ngawasin anak-anak aja kok. Gue tuh kapten, sama kayak elo," seru Denta sombong, "Eh, Gas! Lo tau Leader Cendrawasih yang kemarin?" tanya Denta saat keduanya melangkah mendekati lapangan.
Kening Gasta mengerut, "Kenapa?"
"Nanya aja. Gue baru tau loh, kalau dia itu leader-nya. Gue kira leader Cendrawasih itu Azka. Habis, muka tu cowok sama Azka masih serem Azka."
"Maksudnya?" tanya Gasta, sambil mendudukkan diri di kursi pinggir lapangan.
"Gue nanya, siapa nama leader dari SMA Cendrawasih yang kemarin?"
"Lo suka?" tanya Gasta sambil melihat Denta lewat ekor matanya.
"Enggak sih, cuma penasaran aja."
"Buat apa?"
Mendengar itu, Denta jadi menoleh. Lalu terkekeh geli, sambil menoel- noel pipi Gasta, yang agak membiru, "Ciyee, lo cemburu ya?"
“Enggak."
"Dih bohong, pasti cemburu kan? Ayo dong ngaku!!"
"Nggak!"
Denta jadi mencebikkan bibirnya sebal, "Kalau gue naksir dia, menurut lo gimana, Gas? Dia tuh ganteng abis. Pasti seru deh, kalau ketemunya cewek cantik kayak gue."
"Dia musuh gue, ngapain naksir?"
"Musuh lo kan, bukan musuh gue?”
"Terserah. Yang penting lo cewek gue sekarang!!" kata Gasta cuek.
"Bodo amat. Lagain masih pacar lo kan, belum istri?" kata Denta sengaja memancing.
"Dia udah punya pacar," tukas Gasta tanpa melihat Denta. Mendengar itu Denta jadi merapat pada Gasta, "Oh ya? Siapa? Anak Cendrawasih juga?" tanyanya penasaran.
"Bukan."
"Terus anak sini?"
"Ya."
Denta manggut-manggut seolah mengerti, "Wah, hebat banget dong cewek yang bisa taklukin hati cowok itu. Pasti dia cantik banget deh. Gue jadi iri. Emang, di sekolah masih ada ya yang cantiknya ngalahin gue?" Denta cekikikan sendiri. Kadang dia sendiri heran, mengapa Tuhan memberinya tingkat percaya diri level dewa??!!
"Kenapa iri?" Gasta masih berusaha mengontrol diri untuk tidak menonjok sesuatu sekarang. Ingin sekali menggaruk wajah gadis di sampingnya ini.
"Ya habisnya, dia bisa pacaran sama cowok itu. Mana cowok itu pacar-able banget tau nggak? Dia juga baik loh sama orang lain, padahal baru kenal. Nggak jutek dan songong kayak lo gini," kata Denta menggebu-gebu.
"Terserah."
"Tapi, kenapa dia nggak bilang ya kalau dia punya pacar anak sekolah sini. Emang, dia nggak takut apa kalau kemarin ketauan pacarnya boncengin cewek lain?!!" gumamnya.
"Maksud lo?" tanya Gasta, menoleh cepat.
Denta sampai tersentak, saking kagetnya, "Hah? Apanya?" tanya cewek itu linglung.
"Lo kenal dia?"
"Nggak kenal sih, cuma tau doang. Dia pernah nolongin gue pas motor Vero mogok di jalan. Vero kenal cowok itu, karena mereka satu sekolah. Jadi--ya gitu. Dia anterin gue.”
"Kapan?"
"Beberapa hari yang lalu."
Sekarang Gasta faham. Jadi--cewek yang di maksud Nugraha pacar Karrel itu Denta? Ah--bukan pacar. Lebih tepatnya cewek yang di antar Karrel di depan sekolahnya. Bagaimana mungkin, cowok itu dengan mudah memberi tebengan pada Denta tanpa maksud lain?? Rasanya, Gasta ingin mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia tidak tau apa-apa seperti ini? Pantas saja kemarin sore, Karrel menonjok anak buahnya yang berniat menyerang Denta dan melepas cewek itu begitu saja. Karena mereka sudah pernah bertemu sebelumnya.
Harusnya, sejak kemarin sore, dia sadar akan arti tatapan dari sorot mata Karrel, saat melihat Denta. Cowok itu menyukai kekasihnya. Tidak mungkin jika--tidak. Karrel itu tempramental. Dia tidak akan pernah melepas mangsa yang sudah menyentil emosinya, barang sedikitpun. Tak peduli itu cowok atau cewek. Tapi dengan Denta? Dengan mudah cowok itu menyuruh pasukannya mundur memberi jalan agar mobil Denta bisa lewat.
"Emang kenapa? Kok tumben lo kepo?"
"Lo pakai susuk?" Ya iyalah, Gasta berfikir seperti itu. Karrel yang tempramental saja, bisa luluh karena Denta. Meski dia belum yakin 100% Karrel menyukai Denta. Sialan!!
"Hah, susuk apaan? Susuk kantil? Biar bikin cowok tergila-gila ke gue?"
"Ya."
"Ya enggak lah. Ya kali. Eh, sorry ya tanpa susuk pun, yang suka gue banyak tau."
"Gue ke kelas!" Gasta bangkit dari duduknya, membuat kening Denta mengeryit.
"Yah, kok ke kelas. Eh--lo belum jawab gue loh, cowok kemarin namanya siapa??"
"Bodo!" Denta langsung mendelik di buatnya. Dia tuh, kenapa sih?
***