19 | Di Samperin Mantan

1354 Words
"Lucu deh jadi Ivon, asli ngakak banget gue. Tadi, ada anak cowok IPS 6 dateng ke kelas. Anaknya sih nerd gitu, pakai kacamata minus. Mau pedekate in Ivon ceritanya. Eh, baru mau minta nomor telpon, di getok pakai buku paket tebel langsung kepalanya. Aggrrh, pasti sakit banget." "Gue inget banget dong, muka tuh cowok sampai merah. Apalagi pas di semprot sama Ivon. Belum lagi di usir. Emang ya, Ivon tuh paling anti banget sama romansa-romansa gitu." Denta mengoceh di sepanjang jalan menuju parkiran, bersama Gasta di sebelahnya. Cewek itu tertawa geli di akhir cerita. Padahal lawan bicaranya tidak menanggapi sama sekali. Denta yang menyadari itu, raut wajahnya semula ceria jadi kusut seketika, "Gas, lo dengerin gue ngomong nggak sih? Gue ngomong sampai mulut gue berbusa loh ini," semprot Denta galak, sampai beberapa murid yang di lewati mereka terkejut. "Hmm." Tanpa mengalihkan tatapan cowok itu dari ponselnya. "Kok hmm doang? Respon yang antusias dong!!!" Denta langsung jadi gondok. "Lanjutin!" sahut Gasta singkat. Denta tersenyum, langsung melanjutkan ocehannya. "Nah, terus gue omelin tuh si Ivon nya. Kasihan banget gue sama itu cowok. Namanya Radit kalau nggak salah. Gue suruh si Ivon coba buka hati. Tapi yang ada malah gue yang di sembur. Padahal, niat gue baik." Denta terkekeh pelan. Tapi tetap tidak ada tanda-tanda Gasta akan bersuara. Tawa cewek itu langsung luntur lagi. Denta mendecak, "Lo ngapain sih, Gas? Gue di kacangin mulu. Gini nih, kalau arca zaman pra-sejarah di kasih nyawa," cibir Denta pedas. "Chat sama pak Ryan. Bahas turnamen RIPU Cup." "Gue ganggu dong?" tanya Denta. "Dari tadi," sahut Gasta cepat. Denta langsung jadi manyun, "Ya udah, lanjutin gih! Gue diem aja kalau gitu." "Nggak usah," sahutnya cepat, sambil menahan tangan Denta. "Lah?" Denta jadi nyengir, "Padahal, gue mau diem bukan karena ngambek.” "Nggak mau cerita lagi?" "Mau sih, tapi males. Elo responnya gitu banget. Nggak enak di ajak cerita-cerita." "Ya udah, cerita!" "Di bilangin males juga. Maksa banget." Gasta mengeryit saat membaca pesan dari pak Ryan, lantas dirinya menoleh pada Denta, "Tunggu di parkiran, gue mau ketemu pak Ryan." "Gue tunggu di depan aja deh, lebih adem. Parkiran panas." *** Denta mendengus jengkel, dia bahkan memainkan kaki saking bosannya. Di sekitarnya sudah semakin sepi sekarang. Sesekali, dia akan melirik ke arah gerbang sampingnya, memastikan Gasta sudah keluar dari sana. Tapi, belum ada tanda-tanda kemunculan cowok itu. Denta jadi kesal. Hingga sebuah motor berhenti tepat di depan Denta. Tampaknya dia tidak menyadari hal itu. "Hai Nta!" Suara cowok di depannya membuat Denta terkejut. "Lagi nunggu Vero, ya? Dia belum jemput?" Azka turun dari motornya, mendekati cewek itu. Tidak ada jawaban dari Denta. Cewek itu terlalu syok, terlebih saat dia sadar tengah menjadi pusat perhatian teman-teman sekolahnya yang berdiri di sekitaran gerbang. "Apa mau bareng gue aja? Mau nggak?" tanya Azka lalu duduk di samping Denta. "Mau ngapain lo?" tanya Denta langsung ketus. "Duduk," sahut Azka logis, sambil tersenyum. "Tapi ngapain harus duduk disamping gue?" kata Denta langsung ngegas. "Gue cuma mau bicara sama lo, soal kita." "Udah nggak ada lagi kata kita Ka, antara lo dan gue udah selesai." "Gue tau, tapi kalau gue kangen sama lo. Gue bisa apa, Nta?" Denta lantas membuang muka dengan mata memerah. Melihat ke sisi jalan, tidak berniat mengeluarkan suaranya lagi. Dadanya terasa sesak begitu saja. Lagi-lagi, gue mau nangis cuma karena lihat dia. "Gue minta maaf! Gue tau elo masih marah karena gue yang b******k waktu itu." "Fikir pakek otak, sebelum ngomong!" "Sampai kapan kita kayak gini? Gue mau kita lupain semuanya!" Denta tertawa hambar, lalu menatap cowok di sebelahnya penuh kebencian. "Gue yang nggak mau lupain semuanya." Denta hendak pergi, tapi tangannya di tahan oleh cowok itu. Membuat Denta langsung memberontak. Tapi cowok itu semakin menguatkan cengkramannya, "Lepasin gue, Ka!" sentak Denta marah. Bukannya melepaskan, tapi Azka semakin kuat mencengkram tangannya. "Please Nta, dengerin gue dulu. Bukan ini yang gue mau." "Omongan lo tuh sampah, Ka." "Gue sayang sama lo!" "Lo itu udah pacarnya Shasa, sadar Ka!" seru Denta lantang. "Gue bakal putusin dia, kalau itu emang yang lo mau," jawab Azka gusar. Hingga satu tamparan keras dari tangan kiri Denta, berhasil mendarat di pipi kanan Azka. "Lo bener-bener gila!" "Iya, gue gila karena elo." "Lo beneran sakit tau nggak?" Denta terus meronta agar di lepaskan. "Gue nggak peduli, yang gue mau itu cuma lo." "Dulu elo yang ninggalin gue. Sekarang kenapa kayak gini??" teriak Denta. "Karena itu gue nyesel! Gue nyesel Nta lebih pilih dia ketimbang elo," bentak Azka mencengkram tangan kanan Denta membuat cewek itu mengaduh. "Azka lepas! Ini sakit!" ucap Denta dengan suara bergetar. Melihat gadis di depannya menangis lagi-lagi membuat Azka lemah dan mengendurkan cengkramannya di tangan kanan Denta. Dia sudah terlalu banyak membuat gadis ini menangis. Tapi, keinginannya untuk bersama Denta mengalahkan logikanya. Dalam sekali sentakan, Azka meraih tubuh Denta dan merengkuhnya begitu saja. "Maaf, bikin lo nangis terus kayak gini!" bisiknya pelan. Denta masih diam tidak bergerak dari tempatnya. Dia masih terus terisak di dalam pelukan erat pemuda itu. Brugh Selang beberapa detik, tiba-tiba Gasta mendorong tubuh Azka dengan kencang sampai membuatnya terjungkal. Pelukan mereka terlepas begitu saja, hanya dalam satu entakkan kekuatan Gasta. Dia tampak berapi-api sambil menyorotkan tatapan tajam. "b*****t!" Gasta langsung menarik Denta ke arah belakang punggungnya. Sedang Azka meringis tak kalah terkejut, saat entakkan Gasta membuatnya terpelanting cukup keras. Tubuh Gasta membentengi mereka berdua. Satu tangan Gasta terjulur ke belakang menggenggam erat lengan Denta. "k*****t anj*ng, lo cari masalah sama gue?" teriak Azka nyalang, tidak peduli jika mereka sudah menjadi pusat perhatian sekarang. "Lo yang cari masalah, Denta cewek gue!" kata Gasta tegas, membuat raut wajah Azka memucat. "Lo fikir gue peduli? She's mine. Dia milik gue dan cuma boleh buat gue!" Gasta menarik senyum sinis, "Oh ya? Setelah lo buang dia?" Tangan Azka terkepal, "Anj--" "Udah! Cukup!" kata Denta, lalu menepis tangan Gasta darinya. Cewek itu langsung berjalan cepat masuk ke dalam sekolah. Gasta tak tinggal diam, cowok itu langsung berlari mengejar Denta. Mengabaikan Azka yang berteriak, sembari mengusap wajahnya frustasi. Denta terus melangkah di koridor, sampai akhirnya menjatuhkan pantatnya di bangku panjang. Menutupi wajahnya dengan telapak tangan, dan bahunya sudah bergetar hebat. Gasta melangkah, mendekati Denta dan duduk di sebelahnya. "Kenapa?" Suara Gasta. Denta mengenali itu, tapi dia enggan melihat wajah Gasta sekarang. Tidak ada reaksi apapun, tangan Gasta bergerak mengusap kepala cewek itu. Isaknya semakin terdengar. Gasta diam sebentar, sampai akhirnya meraih tubuh gadis cantik itu, memeluknya erat. Tangis Denta semakin pecah. Sesengukannya terdengar keras. "Karena Azka?" Denta mengangguk cepat-cepat di dalam pelukan cowok itu. "Gue nggak suka ketemu dia. Gue benci kenapa harus jadi cengeng kayak gini," oceh Denta sambil menangis. Gasta hanya diam, menjadi pendengar cewek ini. "Dia udah buang gue kayak sampah, tapi sekarang kenapa dia harus balik lagi? Gue benci sama Azka, Gas." "Gue benci ketika harus lemah pas ketemu dia." Denta berhenti menangis, tampaknya dia baru sadar jika sedang berada di pelukan Gasta dan menyadari ucapan dia barusan. Cewek itu menarik diri, menghapus air matanya. Lalu, melihat Gasta di sebelahnya. "Sorry, tadi elo harus lihat gue di peluk Azka. Itu bukan kemauan gue kok. Serius. Gue nggak nyakitin elo kan? Gue nggak mau kelihatan jahat." "Iya." "Iya apa?" "Nyakitin." "Lo marah ya sama gue?" "Enggak." "Harusnya marah, kan gue di peluk mantan tadi." "Dikit." "Harusnya kan banyak. Lo nggak sayang gue ya?" "Sa--" "Kalau lo suka gue ngomong dong, Gas! Jangan diem aja! Karena gue juga udah mulai sedikit suka sama lo sekarang. Kalau lo cemburu lihat gue sama Azka, ngomong juga, dong! Biar gue tau, kalau elo beneran sayangnya sama gue. Jangan bikin gue bingung." "Lo udah milik gue, kenapa bingung?" Denta langsung tersenyum, merasa salah tingkah sekarang. Lantas melirik seragam Gasta yang basah karena air matanya, "Seragam lo basah!" cicit Denta pelan. Gasta tersenyum miring, menyentil pelipis cewek itu, "Udah nangisnya?" Denta mengangguk pelan, "Udah." "Weekend ada acara?" "Enggak ada kayaknya. Kenapa?" "Kalau gue ajak nge-date, lo mau?" Denta terperangah, "Apa, nge-date?" Gasta mengangguk santai. "M-mau kemana emangnya?" tanya Denta saking excited nya, dia gugup sekarang. "Lo ada ide?" "Banyak." "Ya udah, gue ngikut lo." "Ahhh, gue kok jadi bahagia ya. Nggak pengen nangis lagi." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD