Bagian 15

2376 Words
Cewek berambut hitam panjang itu terdiam menatap kearah luaran dari jendela kamar nya yang berada di lantai dua, lampu jalanan nampak begitu menarik di mata gadis imut nan manis itu. Sebentar lagi, dia akan meninggalkan kota tempat tinggalnya selama beberapa tahun terakhir ini, tapi dia pergi untuk kembali. Ketukan pintu membuat atensi si gadis tercuri, dia menoleh dan pintu terbuka. Tampaklah wajah tampan yang tersenyum ke arah dia. Wajah laki-laki berusia empat puluh tahunan yang dengan baik mau mengadopsi dia dan mengangkat nya menjadi anak kesayangan. Tanpa laki-laki itu, si gadis tidak akan pernah bisa meraih semua mimpinya. "Papa kira kamu sudah tidur" ucap laki-laki itu, berdiri di samping anak gadis satu-satunya. “Belum bisa tidur, Pa" jawab si gadis singkat "Papa sendiri kenapa belum tidur? And where is my Mom?" "Mama udah tidur, tadi Papa haus dan ambil minum. Pas naik ke inget kamu, jadi nya Papa mampir deh" Keduanya sama-sama terdiam beberapa saat, hingga sang Papa kembali berkeceletuk "Kamu belum bisa tidur kenapa? Kepikiran soal kepindahan itu lagi?" tebak pria berpiama abu-abu itu, tangan kokoh nya mengelus surai hitam panjang milik anak gadisnya dengan sayang. Si gadis pun mengangguk membenarkan "Aku cuma khawatir, Pa. Aku khawatir kalau dia nggak ada di sana, dan aku juga khawatir kalau semuanya nggak bisa berjalan seperti rencanaku" curhat si gadis kepada sang Papa. Dia memeluk pria yang akan memberikan ketenangan, pria yang sudah baik mau mengurusnya "Apa Papa akan selalu ada buat aku disaat aku butuh bantuan nantinya?" tanya dia, nampak sangat jelas kekhawatiran nya "Papa sama Mama nggak akan ninggalin aku kan?" "Sayang, jangan overthinking seperti itu dong. Papa sama Mama akan selalu ada buat kamu, lagipula Papa sudah pastikan kalau dia memang ada di sana, dia akan tinggal disana selama beberapa tahun. Jadi, kamu nggak usah khawatir, semua akan baik-baik saja" Ya, dia akan memastikan kalau semuanya akan baik-baik saja, tidak akan membiarkan siapapun menyentuh ataupun menyakiti bidadari kecil nya. Pria itu mencium rambut anak nya dengan sayang, setelah semua urusan nya selesai maka hidup mereka bertiga akan bahagia tanpa bayang-bayang masa lalu anak nya. Gadis berhidung mancung kecil itu melepaskan pelukan sang Papa, lantas mendongak "Papa sama Mama beneran nggak ikut aku ke sana?" "Sayang, Papa sama Mama bener-bener menyesal karena nggak bisa ikut kesana dan Papa juga nggak bisa kasih tau kamu apa alasan nya. Hanya saja, ada satu hal yang harus kamu tau. Jangan sampai ada yang tau siapa kamu dan dari mana kamu berasal, jangan beritahukan identitas Papa sama Mama kepada siapapun" peringat sang Papa, dia tidak ingin semua orang yang ada di masa lalunya mengetahui keberadaan nya dan mengganggu keluarga yang amat dia sayangi. Semakin sedikit orang yang tau maka akan semakin baik. "Sekarang kamu tidur ya, jangan memikirkan apapun yang belum terjadi" "Iya, Pa. Makasih ya, Pa" Gadis itu memeluk sang Papa sekali lagi, lantas mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipi pria itu "Good nite, Papa" “Nite too sayang”  Si gadis langsung merebahkan tubuh di ranjang saat Papa nya keluar dan menutup pintu. Sengaja dia tidak menutup gorden agar bisa melihat bulan yang masih senantiasa bertengger di langit cakrawala. Senyuman manis terbit di pipinya yang sedikit chubby, perlahan gadis itu menutup matanya, hingga dia benar-benar tertidur lelap dan akan bangun esok harinya. (^_^)(^_^) Sementara di belahan bumi lain, Tissa menjatuhkan tubuhnya di sofa. Cewek itu menerawang ke atas, banyak fikiran yang memenuhi isi kepalanya membuat dia diserang migrain dadakan. Pembantu datang dengan segelas air lemon segar untuk Tissa, diletakan nya minuman itu di meja “Makasih, Bi” “Sama-sama, Non” Tissa mengerutkan kening, ada apa dengan pembantunya itu? kenapa malah senyum-senyum sendiri seperti itu? apakah ada yang aneh dengan wajah Tissa? ah, siapa peduli. Toh cuma pembantu rumah kan, bukan pembantu tetangga yang  melihat wajah 'aneh' Tissa. Cewek itu tak segera meminum air lemon, dia lebih memilih untuk melanjutkan lamunannya. Sebenarnya, masalah Tissa itu banyak. Pertama, River masih marah kepadanya, dan meskipun Regan tidak tapi persahabatan mereka sudah tidak sama dengan kemarin. Tissa tak bisa ikut bergabung dengan Regan dan River saat makan di kantin lantaran kalau Tissa datang maka River akan pergi. Dia juga tak bisa nebeng untuk berangkat ataupun pulang sekolah, jadi kalau Arsen tidak bisa menjadi driver nya maka Tissa harus di antar supir pribadinya.  Kedua, masalah dengan kakak kelasnya yang kemarin melabrak dirinya. Padahal Tissa rasa, dia tak pernah mencari gara-gara dengan cewek berandalan yang ditakuti semua ciwi SMA Bina itu. Dan setahu Tissa juga, Kak Mita jarang tertarik dengan cowok apalagi se-famous Arsen, jelas bukan type nya. Ketiga, entah kenapa dia menjadi canggung sekarang saat bersamaan dengan Arsen. Seperti di mobil tadi, saat Arsen menyempatkan diri untuk menjemput dan mengantarkan Tissa pulang. Didalam mobil keduanya hanya diam, dan saling lirik sesekali. Bahkan Tissa enggan untuk berbicara, takut kalau bau mulutnya menguar membuat Arsen jadi jijik. Padahal dulu, mau mulut Tissa bau atau tidak cewek itu tak peduli, tapi sekarang dia benar-benar ingin terlihat perfect saat di hadapan Arsen. Astaga! Tissa nggak boleh seperti ini, dia tidak boleh jadi orang lain hanya untuk Arsen, toh mereka juga sudah kenal lama dan selama ini Arsen tidak pernah menuntutnya yang macam-macam. Tangan lentik cewek berpipi itu meraih gelas, dan mendekatkannya ke mulut. Baru satu tegukan.. “Supriseeee!!!!!” Uhuk.Uhuk. Bola mata Tissa melotot tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, sembari memukul-mukul d**a untuk meredakan rasa sakit akibat tersedak cewek itu menatap kedua orang tuanya yang berdiri di depan anak tangga sembari tersenyum-senyum. Cewek itu meletakan kembali gelas di atas meja, kedua tangannya digunakan untuk menepuk pipi chubby milik dia “Sadar! sadar!” gumam Tissa. “Mom?! Dad?!” Kedua orang tua yang akhlakless itu berjalan sembari tertawa, dasar, orang tua macam apa sih mereka yang malah tertawa saat melihat anaknya tersedak? padahal kalau terjadi apa-apa dengan Tissa maka penerus keluarganya akan hilang. Eh, nggak juga ding. Masih ada sepupu Tissa, tapi..diakan..ah sudahlah. “Gimana? kaget nggak?” tanya Daddy Tissa sembari menarik lengan anaknya itu untuk duduk di samping dia “Nggak usah lebay gitu deh, ini beneran Daddy sama Mommy kok” lanjut laki-laki itu. Tangan kokoh nya mengusap puncak kepala Tissa dengan gemas, membuat rambut bob itu sedikit berantakan. Anak dan istrinya punya selera yang sama, rambut pendek bob. Tidak suka rambut panjang lantaran risih. “Ini pasti kerjaan Daddy kan?” tuduh Tissa sembari menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Daddy mengangguk, membuat tangan Tissa yang dapat bergerak bebas kini digunakan untuk memukul d**a bidang milik laki-laki yang sudah membesarkan dan mendidiknya “Kan, udah Tissa duga. Emang Daddy tuh sengaja pengen buat Tissa jantungan terus dead” “Hust! mulutnya. Daddy nggak pernah pernah berpikiran seperti itu, ya,.. mungkin belum” gurau laki-laki berjambang tipis itu sembari terkekeh. Tissa tak meladeni ucapan Daddy nya lebih lagi, cewek itu menatap Mommy yang duduk di depan mereka berdua “Mommy sudah sembuh? kenapa nggak istirahat saja dirumah” “Ini kan juga rumah Mommy, Tissa” jawab Mommy nya, sama-sama menyebalkan. Jadi, kalian tidak perlu bertanya kembali dari mana sifat menyebalkan Tissa berasal lantaran itu sudah keturunan dari keluarganya. “Bukan rumah disini maksudnya, Mom. Tapi rumah yang di Aussie sana loh” Mommy Tissa meringis, dia tidak salah menjawab kan tadi, memang disini juga rumah nya. “Daddy lagi ada kerjaan disini, jadi Mommy ngikut deh sekalian nemenin kamu. Kayak nya akhir-akhir ini kamu juga lagi banyak masalah" "Yess!!" pekik Tissa senang, akhirnya setelah sekian lama kedua orang tuanya mau menemaninya tinggal di rumah besar ini juga. Biasanya mereka enggan sekali datang kecuali kalau urusan nya sudah urgent banget.  Tissa menoleh lagi ke arah Daddy yang memasang wajah innocent tapi menyebalkan “Daddy punya kerjaan apa disini? Tumben banget" “Kamu tau nggak, Tiss. Om mu itu bener-bener, sekali-kali pengen banget Daddy suntik rabies biar sadar dan nggak ngelakuin semua hal seenaknya." terlihat jelas kekesalan di wajah Daddy Tissa "Masa dia mau pindah kesini dan ninggalin kerjaan di London? Nge limpah in semuanya ke Daddy. Dikira Daddy pengangguran dari mana, bangs--" “Babe!” tegur sang Mommy menginterupsi u*****n suaminya. Kadang laki-laki itu kalau sudah kelepasan suka mengumpat di sembarang tempat, dan itu tidak baik. Seperti sekarang, suaminya itu hampir mengumpat di depan anaknya sendiri yang terdiam mendengarkan dengan penuh minat. Tissa mengerutkan kening “Gila--" "Tissa!" kali ini Tissa yang mendapatkan teguran lantaran mengatai gila kepada orang yang lebih tua. Dia tidak ingin anaknya itu kehilangan sopan santun nya. Tissa hanya nyengir lebar, lantas melanjutkan ucapan nya "Jadi, Daddy kerja double dong?" "Jelas, makanya Daddy kesini buat cari partner bisnis yang bisa bantuin Daddy jalanin perusahaan yang di pegang sama Om kamu itu" Memang, Tissa itu punya Om yang super duper menyebalkan. Padahal beberapa hari yang lalu Tissa sengaja mengerjai Om nya dengan meminta sesuatu yang, ehm, kurang pantas untuk anak remaja seusia nya. Tapi rupanya laki-laki yang mirip sekali wajahnya dengan wajah sang Daddy itu masih belum kapok juga. “Sudahlah, membahas dia cuma bikin tensi darah Daddy naik” kata laki-laki itu, dia lantas menoleh ke arah Tissa yang masih ada dalam rangkulan nya “Kamu ganti baju dulu, sama mandi sekalian. Habis ini kita makan diluar, qtime lah” “Wah, Daddy kayaknya kurang enak badan nih. Ngomongnya ngelantur” jawab Tissa membuat kedua orang tuanya mengerutkan kening “Issh, maksud Tissa tuh, Daddy kan jarang banget mau makan di luar. Sampe sekarang aja Tissa masih inget tuh ucapannya Daddy” “Ucapan yang mana?” tanya Daddy Tissa semakin bingung. Tissa berdiri sebari berdecak pinggang, “Daddy kan pernah bilang gini ke Tissa ‘Selama Daddy dan Mommy disini, tidak ada kamu yang boleh main kerumah. Mommy sama Daddy juga nggak akan pergi ke luar kecuali urusan pekerjaan’ gitu. Tissa masih inget tuh, Mom, Dad” Daddy mengibaskan tangannya, membuat Tissa semakin sebal. Terbukti cewek itu mengembangkan pipinya yang seperti ikan buntal “Ngoceh mulu, udah sana. Lagipula, mumpung Daddy ada waktu. Setelah ini Daddy bakalan sibuk sama kerjaan lagi” Tissa tak membantah, cewek itu menyambar tas sekolahnya dan langsung berjalan menuju kamarnya. Meski sudah jauh pendengaran cewek itu menangkap sedikit pembicaraan kedua orang tuanya “Kemarin Tissa di tembak sama River, terus ditolak. Mommy nggak tega sama mereka berdua” “Mau gimana lagi, pada dasarnya mereka emang nggak boleh pacaran” “Yaudah deh” Pintu kamar tertutup, Tissa sudah tidak bisa mendengarkan ucapan kedua orang tuanya lagi. Cewek itu berjalan mendekat kearah balkon kamar, netra almond miliknya menatap pintu balkon milik Arsen yang terbuka, sepertinya cowok itu habis keluar. Saat netranya beralih ke balkon milik River, pintunya tertutup rapat membuat Tissa menghela nafas. Sudah beberapa hari setelah penolakan itu River jarang nongol di balkon. Jujur, Tissa rindu pada pemilik perfect lips and eyes itu. Tissa menggeleng, dia tidak boleh memikirkan River lagi. Semakin dipikirkan nanti Tissa tidak bisa move on, apalagi sekarang dia sudah pacaran dengan Arsen. Cewek itu melangkah masuk ke dalam kamar, bersamaan dengan ditutupnya pintu dan gorden, tak berselang lama River muncul. Sayang seribu sayang, mereka tidak sempat bertemu. (^_^)(^_^) Seperti biasa, kebiasaan Regan saat senggang adalah bermain game. Sedari tadi dia sibuk bermain PUBG di kamar hingga ketukan pintu memecah konsentrasi cowok berambut cokelat yang sudah sedikit lebih panjang itu. Regan langsung me-log out permainan nya, lantas berjalan dengan malas untuk membuka pintu dan melihat siapa yang mengganggunya "Papa, ada apa?" “Kamu sibuk?” Cowok dengan tatapan tajam itu menggeleng, dia mana pernah sibuk sih? kecuali saat mendekati ujian. Cowok itu akan mengunci pintu sepanjang hari lantaran tak ingin di ganggu ataupun di ketahui kalau dirinya sedang belajar. “Kalau gitu ikut Papa ke restoran sekarang” “Males ah, Pa” “Ayolah, kita udah jarang makan bareng. Gimana?” Regan berfikir sejenak, lantas menatap sang Papa yang memasang wajah penuh harap. Kalau sudah begini, mana bisa Regan menolak, apalagi ini kesempatan langka. Cowok itu masuk ke dalam kamar dan mengambil jaket serta ponselnya, lantas berjalan mengikuti pria yang sudah membesarkan nya itu  untuk turun kebawah. Wanita cantik yang tengah mengenakan pakaian santai itu keluar dari dapur sembari membawa gelas berisi jus, terlintas di pikiran Regan, tumben sekali kedua orang tuanya stay di rumah dan santai-santai seperti ini. “Father and Son mau kemana nih?” “Restoran, Mama ikut?” tanya sang suami di selingi senyum manis, tapi langsung mendapatkan gelengan kepala dari sang istri “Nggak ah, Mama mau nonton drakor aja” Bibir Regan berkedut, ternyata Mama nya ini pecinta Drakor alias Drama Korea. Wanita yang sudah melahirkan Regan itu  menangkap kedutan di  bibir anak nya “Apa? mau ketawain Mama?” “Eng-enggak, udah ah. Regan duluan ke garasi” Tak urung senyum di wajah Regan muncul saat dia sudah sampai di garasi, mood kedua orang tuanya tengah bagus. Salah satu hal yang selalu Regan sukai karena mereka akan jadi kedua orang tuanya yang menyenangkan ketika good mood. Asal tidak mengingat kalau keduanya juga seorang workaholic  Juga. Mobil HRV itu meluncur mulus ke jalanan menuju restoran milik Papa nya yang sudah berdiri belasan tahun lamanya. Restoran yang sampai sekarang masih eksis tak termakan trend jaman.  “Tumben Papa ngajakin Regan ke restoran, Mama juga tumbenan dirumah” Senyum di wajah pria berkacamata itu mengembang, dia menoleh kearah Regan sebentar sebelum memusatkan fokusnya lagi ke jalanan “Lagi free aja sih. Emangnya kenapa? aneh ya?” “Banget” jawab Regan spontan. “Oh ya Regan, kamu mau bantuin Papa nggak?” Regan tersenyum miring, ternyata di balik kebaikan Papa nya tersimpan niat tersembunyi. Regan kira ini tulus, ternyata tidak. “Apa?” “Temen Papa minta tolong buat kamu mengawasi anaknya, selidik demi selidik anak nya itu sekolah di SMA Bina juga” Cowok dengan pipi tirus tapi saat senyum manis nya masyaallah itu kembali menoleh ke arah Papa Rido. Kenapa dia jadi kebagian tugas sebagai mata-mata? keren sih kedengarannya, tapi agak aneh aja kalau tiba-tiba Regan jadi penguntit. Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan Restoran utama yang dimiliki oleh sang Papa semenjak masa kuliah. “Emangnya siapa yang bakal Regan awasin?” Papa Rido menoleh dengan senyum mengembang “River Ghent Wijaya” Fuck! Apa Regan tidak salah dengar? kenapa tiba-tiba dia jadi mata-mata River? “Papa tau River yang mana?” tanya Regan memancing, meskipun tetanggaan cowok dengan mata sipit itu belum pernah bertemu dengan River, kalau Mama nya sih sudah pernah. Tapi kemungkinan besar Mamanya tidak menyadari kalau River yang menjadi teman Regan adalah River yang itu. “Tentu. River tinggal di rumah nomor 21 kan?” tanya sang Papa memastikan membuat Regan syok. “Ayolah Regan, Papa nggak sebodoh yang kamu fikir. River juga pernah datang kerumah kita” “Papa tau dari mana?” “Rahasia” Keduanya turun dari mobil, belum sempat Regan sembuh dari rasa terkejutnya kini kembali terkejut saat tatapannya bertemu dengan Tissa. “Rido?” Regan mengalihkan tatapannya pada laki-laki disamping Tissa yang Regan yakini adalah Papa cewek berpipi chubby itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD