Tak perduli.

1156 Words
"Nadine...! kamu membuatku dalam masalah!"geram Damar dalam hatinya. Damar pun mengangkat panggilan telepon tersebut, dan memastikan apa yang terjadi. "I,,iya Bu! saya segera ke kantor!" jawab Damar terbata. "Bawa anak dan istrimu sekalian!" kata seseorang di seberang telefon yang sangat kedengaran tidak ramah sama sekali. tanpa membantah Damar pun mengikuti yakan apa yang di perintahkan oleh atasannya tersebut. Dari apa yang di dengarnya Damar dapat menyimpulkan jika semua tentang Live streaming yang di lakukan oleh Sari tadi. "Aku harus baik-baikin Nadine, supaya dia tidak berkata yang tidak-tidak tentang yang ku lakukan selama ini!" Fikiran waras Damar bekerja. "Dek!" ucap Damar saat tahu istrinya keluar dengan membawa Tas pakaian yang tak terlalu besar. karena memang Anak dan istri dari Damar itu tak memiliki pakaian yang banyak. "Ada apa? kalau mau menghalangi langkahku, Maaf! aku lebih takut dengan dosa berdekatan dengan lawan jenis yang bukan muhrim ku!" kata Nadine sarkas. "Fihak kantor menyuruh kita untuk menghadapnya, aku mohon kali ini kamu ikut ya?"kata Damar dengan tatapan memohon, Dia bahkan sampai lupa dengan kemarahannya tadi. Kening Nadin mengkerut mendengar apa yang diucapkan oleh Damar, Nadine kan tidak pernah ada hubungannya dengan orang kantor, lantas kenapa harus mereka berdua ya pergi ke sana? bukankah Damar saja sudah cukup? Berbagai pertanyaan tanpa jawab bercokol di hati Nadine, dan tentu saja semua itu hanya mampu bersemayam dalam hatinya saja. Seolah enggan menanggapi perkataan dari sang mantan suami, Nadine pun hendak melangkahkan kakinya untuk cepat-cepat berlalu dari rumah kontrakan yang lebih layak menjadi kandang tersebut. Melihat Nadine yang sama sekali tak menanggapi apa yang diucapkannya, Damar pun mencekal tangan Nadine. "Tolong Dek, kali ini saja! Tolong Mas! selamatkan Mas dari situasi ini, tolong ikut Mas ke kantor dan jelaskan semuanya!"kata Damar memohon. "Maksudnya? menjelaskan bahwa kamu memberikanku nafkah 600.000 setiap bulannya? atau menjelaskan bahwa 3 bulan terakhir kamu memberikanku nafkah 300.000?"tanya Nadine yang membuat Damar memelototkan matanya tak percaya. "Bukan seperti itu dek, Tolong jelaskan kepada pihak kantor jika uang tunjangan untuk istri Kamu menerimanya! dan jangan katakan kalau aku memberikanmu 600.000 setiap bulannya!"kata Damar. "Tunjangan dari kantor? kok aku baru mendengarnya? emang berapa nominal yang di jatah untuk tunjangan istri?"tanya Nadine penuh selidik. Damar menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dirinya gelagapan dan bingung harus menjawab apa. Nadine curiga dengan sikap Damar yang sedemikian, dia menyempitkan mata mencoba mencari tahu apa yang disembunyikan oleh ayah dari anaknya tersebut. "Tidak banyak kok Dek, kamu nanti kalau ditanya tinggal jawab saja kalau kamu menerima uang tunjangan dari kantor dan juga mengelola semua gajiku!"kata Damar enteng. Seketika Nadine pun tertawa terbahak-bahak, Ia sangat tak menyangka jika suaminya sebodoh itu. "Kenapa kamu malah tertawa Dek? kali ini saja tolong aku, setelah itu jika kamu mau pergi dariku, silahkan! Aku tidak akan menghalangi mu lagi! tapi sebelum itu, Aku mohon selamatkan aku kali ini!"kata Damar dengan tidak tahu malunya. "Bagaimana aku bisa menolong mu Mas? berapa gajimu sebulan, berapa tunjangan yang ditujukan untukku dari kantor, berapa bonus-bonus yang lain, hasil bulananmu Aku pun tidak pernah tahu seberapa! aku hanya kamu beri jatah setiap bulan 600.000, lebih parahnya lagi setelah aku melahirkan anak kita kamu malah menjatahku 300.000 saja, waras kamu?"tanya Nadine menyinggung tentang kewarasan sang suami. Mau tak mau Damar pun menceritakan dan menjelaskan berapa banyak yang ia hasilkan selama ini setiap bulannya. "Gaji pokok ku dalam sebulan adalah 5 juta Dek, uang tunjangan untukmu setiap bulannya diberikan 3 juta oleh kantor, lembur dan bonus jika digabung dengan uang tunjangan serta gaji bulananku maka mendekati 10 juta kadang lebih dari itu!"meskipun dengan ragu-ragu Damar pun jujur dengan pendapatannya. Tapi bagi Nadine semua itu sudah terlambat, Apa gunanya dia mengetahuinya sekarang, Nadine benar-benar merasa bodoh selama ini. tak terasa air matanya luruh begitu saja. "Sekian tahun menikah denganmu, ternyata cukup fatal kamu mencurangi ku, dalam setiap bulannya Bahkan tak ada 10% yang kamu berikan kepadaku, ke mana larinya uangmu Mas?"tanya Nadine ingin tahu. Damar pun memberikan perincian, bahwa setiap bulannya ibu kandungnya menerima 3 juta, Kakak dan adiknya masing-masing mendapatkan satu juta serta buat dirinya sendiri 3 juta, dan sisanya dia simpan di rekening pribadi miliknya sebagai tabungan. "Bahkan kau menganggap ku tak lebih dari sampah yang tak pantas untuk dihargai, art di kota kita saja gajinya sudah lebih dari 2 juta, itu mereka tugasnya cuma bersih-bersih, sementara aku?"Nadine kembali tertawa saat mengatakan semua itu. "Aku bahkan memiliki tugas di dapur sumur dan kasur, lebih kasarnya lagi aku hanya kamu jadikan sebagai b***k! bukan begitu? lantas apa yang harus aku lakukan untuk menolong mu? Maaf mas, hadapi sendiri masalahmu, Aku tidak mau ikut campur di dalamnya!" putus Nadine yang merasa bodo amat dengan masalah yang di hadapi oleh Damar. Tiba-tiba saja Damar duduk bersimpuh di kaki Nadine, hal yang sama sekali tak pernah di lakukan oleh Damar selama ini. Tapi meskipun damar demikian, sama sekali tak menyentuh hati Nadine, Nadine sangat sakit hati dengan pengakuan Damar barusan, bahkan uang tunjangan kantor yang seharusnya di dapatkannya malah di pangkas sedemikian rupa, sampai Nadine tak bisa menikmati sama sekali. Dengan hati yang mantap Dia pun mengibaskan kakinya yang tengah di peluk oleh Damar sehingga laki-laki tersebut terjengkang ke belakang karena tak siap. Dengan sigap Nadine pun langsung melangkah dengan langkah yang cukup lebar agar Damar tak bisa meraihnya lagi. "Mbak Sari, mbak Ine, tolong bawakan tas Nadine ya?" Saat sampai di depan rumah kontrakan yang selama ini di tempatinya, Nadine meminta tolong untuk di bawakan barang bawaannya yang tak seberapa itu. mengerti apa yang di maksudkan oleh Nadine kedua wanita tersebut langsung melaksanakan apa yang di pinta oleh Nadine. Nadine sudah tidak perduli lagi dengan Apa yang akan di hadapi oleh Damar, karena memang itu adalah buah dari kelakuannya sendiri "Sekarang kamu mau kemana Nadine?"tanya Mbak Sari. "Mbak Sari dan Mbak ine atau tidak dengan rumah kontrakan yang di sewakan? tidak usah yang besar mbak, cukup ada 1 kamar saja tidak apa-apa, menyesuaikan budget yang ada!"pertanyaan dari Sari dijawab dengan pertanyaan juga oleh Nadine. "Nasibnya Gibran memang sedang mujur, di gang sebelah ada kontrakan yang kosong, nggak besar sih tapi cukuplah kalau buat kamu dan Gibran, apalagi tempatnya itu cocok untuk kamu, lingkup yang ramai dan tentu saja aman!"jawab Sari. "Antar aku ke sana saja mbak, tapi terimakasih ya sebelumnya, kalau tidak ada mbak Sari dan Mbak Ine, entah apa yang akan terjadi padaku!" jawab Nadine penuh terima kasih kepada dua orang wanita yang sudah seperti kakaknya itu. "Mbak Ine kok diam saja dari tadi? kenapa?" tanya Nadine heran. Ine hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Nadine, tapi setelahnya justru Ine menangis dengan sangat tersedu-sedu, rupanya sedari tadi Ine menahan tangisnya karena melihat nasib Nadine yang memang tragis menurut nya. "Lohh,,, lah kok malah nangis? piye to kieeehhh!" kata Sari "Kamu yang kuat ya Nadine? Aku akan selalu ada untukmu, bila perlu aku akan ikut tinggal bersamamu untuk menjagamu!" kata Ine sambil sesenggukan. "Beneran mbak? dengan senang hati kalau begitu!" jawab Nadine antusias. "Lah lah kok jadi begini? kok aku nggak di ajak ikut tinggal bersama sekalian? nggak adil ini!" protes Sari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD