BAB 7: Hari Pertama Bekerja
Candy berlari, ia terlambat. Gadis itu memang belum mengatakan apapun pada sang ayah atau kakaknya sehingga mereka pikir Candy masihlah seorang pengangguran. Waktu sudah menunjukan pukul 7:43 sudah jelas Candy amat sangat terlambat. Padahal dia sudah diberi tahu bahwa sekretaris dan asisten sekretaris haru sudah tiba di kantor pukul 6:30 dan Candy sedang enak-enaknya tidur di waktu itu.
Brak
Candy masih mengatur nafasnya. Ia menatap Melsya yang sudah duduk di mejanya. “Maaf mbak saya telat” Melsya mengangguk dan menepuk kursi disampingnya.
“Panggil kakak aja”, Candy menggeleng singkat. “Saya pikir itu kurang sopan” Candy sadar, sebenarnya bukan itu yang menjadi alasannya menolak permintaan Melsya.
“Oh yaudah, senyamanya kamu aja. Pak Ryan tadi manggil kamu, sebaiknya kamu masuk ruangan dia sekarang” Candy mendesah pasrah. Mungkin pria itu tau bahwa Candy terlambat hingga dia memanggilnya, dengan begini akan ada alasan untuknya memarahi Candy.
Ketukan Candy lakukan sebelum gadis itu masuk ruangan sang bos. “Pagi pak bos” Candy berjalan mendekat dan membungkuk hormat. “Maaf saya sedikit ada kendala di jalan” Ryan tersenyum kecil. “Wah lo jadi lebih sopan yah sekarang, kayak anjing liar yang baru dapet majikan” Candy tersenyum kecil.
‘Sabar’.
Candy masih berusaha. “Buatin gue kopi, minta kopinya ke Melsya. Gue ga minum kopi lain selain kopi Hacienda La Esmeralda dari Boquete, Panama. Suhunya ga boleh kurang dari 90 derajat celcius dan ga boleh lebih dari 96 derajat celcius” Candy menatap Ryan bingung meski mendengarkan.
“Kopi apa? Hala esmarda?” Ryan menahan tawanya. “Gue denger lo salah satu mahasiswa peraih nilai IPK yang tinggi. Tapi kayaknya lo ga dapet itu dari hasil jerih payah lo sendiri. Dari sisi manapun lo itu keliatan banget begonya” Candy sudah mulai terbiasa mendengar ucapan sepedas ini, Bianca bahkan biasanya lebih parah dari bosnya ini.
“Yah bos, saya ngegodain semua dosen buat dapet nilai bagus” Candy menghela nafas dan berbalik namun terhenti saat Ryan menggumamkan sesuatu. “Lacur” Candy tidak suka dengan panggilan itu namun juga sadar tidak mempunyai kuasa saat dirinya berada di tempat ini.
Karena itu dia hanya diam dan kembali berjalan keluar ruangan. Beberapa waktu kemudian Candy harus terus mengulang pekerjaanya.
“Terlalu manis, lo naburin sekarung gula ke kopi gue?”.
“b**o ini ga panas sama sekali”.
“Kepahitan”.
“Kepanasan, lo mau lidah gue kebakar?”.
“Aroma Khasnya ilang lo masukin apa ke kopi gue?”.
“Ga guna, lo ngebuang kopi yang harganya mahal lo tau?”.
Candy menghela nafas berat, baru kali ini da disuruh membuat kopi dan sebenarnya ada apa dengan kopi kesukaan bosnya itu. Dia sengaja atau memang Candy yang terus melakukan kesalahan?.
“Dasar lacur. Kayaknya lo emang ga bisa ngelakuin hal lain selain ngegodain orang yah?” Candy terdiam. Tanganya mengepal kuat. “Kenapa ga lo buat kopi sendiri ajah sebelum gue tumpahin air panas ke muka lo” Ryan tertawa terbahak-bahak.
Seperti itulah Candy yang ditunggunya, liar dan membuatnya ingin semakin memberi pelajaran. “Ngapain gue buat kopi sendiri kalo gue punya kacung lacur kayak lo” Candy tersenyum kecil. “Baik saya akan buatkan yang baru bos” Ryan mendesah kecewa.
Bagaimana mungkin gadis yang sudah meninggalkan ruangan itu sitrampil ini memainkan emosinya sendiri. Seolah sudah berlatih bertahun-tahun. Candy mampu mengendalikan emosinya dengan baik, membuat Ryan tidak bisa menebak pasti apa yang sedang dirasakannya.
Entah kenapa Ryan merasa Candy semakin menarik.
Menarik untuk dipermainkan.
* * *
Candy akhirnya bisa duduk disamping Melsya. Gadis itu menempelkan kepalanya di atas meja, tampak sangat lelah dengan semua yang sudah dilaluinya. “Sebenarnya berapa umur dia sih?” Candy tanpa sadar mengucapkan apa yang dipikirnya.
“Pak Ryan tahun ini 22 tahun, masih sangat muda bukan? Ini tahun keempat dia bekerja di perusahaan” Candy langsung terbangun. “Jadi sejak kuliah dia sudah bekerja di perusahaan?” Melsya langsung menggeleng pelan.
“Pak Ryan itu pinter banget bahkan banyak yang bilang dia itu terlahir jenius. Dia lulus sekolah dasar di usia 9 tahun, dia loncat kelas dua tahun. Lalu lulus SMP di usia 11 tahun loncat kelas juga satu tahun. Setelahnya lulus SMA di usia 13 tahun loncat kelas juga satu tahun” Candy mengangguk-angguk meski dalam hati masih mengutuk sosok itu.
Melsya tampaknya kagum pada Ryan, karena itu dia tampak tidak ragu saat mengatakan kelebihan sang bos. “Pak Ryan juga lulus kuliah di usia 16 tahun. Benar-benar luar biasa bukan? Ah kamu juga lulus Kuliah di usia 20 tahun bukan? Kamu juga pasti luar biasa” Candy langsung menggeleng pelan.
“Aku sekolah lebih awal jadi lulus lebih awal. Aku sama sekali ga loncat kelas” Candy lebih baik jujur bukan. Jika Melsya berpikir Candy adalah orang yang pintar, bisa-bisa Melsya memberi pekerjaan yang tidak Candy sanggupi. Jika hal itu terjadi maka itu akan menjadi malapetaka bagi Candy bukan?.
“Nona Candy bisa ikut saya?” Candy langsung bangkit dan membungkuk hormat. “Tentu pak” Jawab Candy yang setelahnya langsung berjalan mengikuti Ryan dan Barsh yang juga sudah pasti mengikuti sang tuan kemanapun dia pergi. Candy berpikir Barsh adalah anjing yang sangat penurut sampai mau mengibaskan ekornya pada Ryan dan tentu Barsh juga akan melakukan apapun yang Ryan perintahkan padanya.
‘Tunggu dulu gue sekarang juga ga ada bedanya’ Candy menggerutu kebodohanya sendiri. Gadis itu masih setia mengekori sang tuan sampai di depan gedung, Candy berpapasan dengan sang ayah yang menatapnya penuh tanya.
Candy mengangkat tanganya, memperlihatkan kedua telapak tangan bertanda jangan mendekat. Candy kembali memberi isyarat pada sang ayah seolah berisi ‘aku akan menjelaskan nanti’.
Candy ikut masuk kedalam mobil dan duduk disamping Barsh yang menyetir mobil. Entah mengapa Ryan merasa ingin bertanya sesuatu.
“Jujur sama gue berapa kali lu nyetir mobil selama hidup lo?” Candy melirik Ryan melalui kaca dan tampak berpikir sejenak. “Sama yang kemarin yah berarti dua. Ah maksud saya dua pak bos” Candy terkadang memang lupa bahwa Ryan saat ini adalah bosnya.
Ryan tampak tercengang menyadari bahwa dirinya baru saja selamat dari maut waktu itu. Entah mengapa ia malah membiarkan Candy menyetir mobil, membuat dirinya sendiri harus ikhlas Nastynya hancur dan masih belum kunjung sembuh.
Mungkin waktu itu Ryan masuk kedalam hitungan beruntung karena tidak dibuat mati oleh Candy. Ryan semakin sadar, dia harus amat berhati-hati pada Candy. Gadis itu amat berbahaya dan membahayakan.
“Tapi pak, kapan anda bayar 10 juta saya?” Candy bertanya dengan memasang wajah polos. Membuat Ryan sebenarnya amat ingin melempar wajah itu dengan sepatunya. “Kalo gito boleh gue tau kapan lo bayar 10 M gue?” Candy langsung berdehem kencang. “Oh astaga panasnya, Ac mobil harus sedikit dibesarkan. Bukankah begitu Barsh” Candy menepuk pelan lengan Barsh dan dihadiahi tatapan tajam oleh pria kekar itu. Candy hanya bisa tertawa garing sendiri.
Dirinya amat menyadari bahwa ia salah posisi dan merasa ingin segera keluar dari situasi menjemukan ini.