BAB 6 : Kontrak Mengikat
Candy masih tidak mengerti, apa yang dikatakan pria di hadapannya ini barusan. Suasana benar-benar terasa berbeda saat pria itu mulai bicara panjang lebar dengan sosok penjaga yang setia berdiri di sampingnya. Seolah tau apa yang bisa dilakukan Candy pada Pria menyebalkan itu jika tidak diberi pengawasan.
“Jadi? Maksud lo gue harus jadi kacung lo?” Candy memperjelas dan benar-benar ingin meremukan seluruh wajah yang tampak masih tersenyum manis ke arahnya. “Bisa dibilang lo harus jadi Bodyguard gue di acara-acara tertentu” Candy tidak habis pikir.
Ryan masih menatapnya remeh, pria yang cukup banyak bicara itu selalu mengeluarkan kalimat menjengkelkan yang membuat Candy sakit kepala saja. Candy, gadis yang menatap kertas dan pena di atas meja itu sedikit meringis—memperhatikan setiap point dari perjanjian.
Mendesah malas, Candy menatap Ryan yang masih memasang wajah mengesalkan. “gue ga berminat” Ryan semakin tersenyum manis. “Kalo gitu gue pastiin ayah lo dan BB bakal di blacklist di perusahaan manapun” Candy diam sesaat.
Benar, dia harus mengingat fakta baru bahwa pria di hadapannya ini bukanlah orang biasa. Dia adalah putra dari pemilik Nars Group dan ibunya juga seorang pemilik dari salah satu Store ternama di Indonesia dan bahkan sudah memasuki pasar Asia.
“Sejujurnya, gue ga terlalu peduli sama kerjaan ayah gue. Dia bisa lakukan hal lain kalo emang BB di blacklist. Jadi ancaman lo ga berlaku”. Candy tampak serius dengan perkataannya, tampak benar-benar tidak terlalu peduli dengan perusahaan Bodyguard ayahnya.
Candy kembali mendesah. Bingung hendak berkata apa lagi. “Lagian, bukannya lo udah punya Bodyguard?” Candy menatap pria bertubuh kekar di samping Ryan. Ryan mengangguk, setuju dengan perkataan Candy “Lo liat sendiri, dia terlalu mencolok. Buat acara tertentu gue butuh Bodyguard yang ga akan pernah disangka sama siapapun” Candy kembali melirik kertas perjanjian di atas meja.
“Tapi perjanjian macam ini terlalu ngeberatin gue. Gimana bisa gue ngelakuin hal ini ha? Pria itu suka gadis lemah lembut, bisa-bisa beneran ga ada yang mau nikahin gue tau” Ryan tidak habis pikir, kenapa itu lagi yang ada di otaknya.
“Denger, lo itu sekarang pengangguran kan? Lo butuh kerja, emang lo mau langsung nikah gitu aja apa?” Candy mengangguk dua kali. “Gue emang butuh kerja, tapi gue ga minat kerja sama lo” Ryan benar-benar tidak sabar. Kenapa juga dia harus repot-repot membujuk manusia menyebalkan ini.
“Gue ga mau terlibat sama kerjaan macam ini. gue berencana ngelakuin suatu hal yang bakal nenangin hati gue abis itu gue cuma pengen hidup tenang di pedesaan atau sebuah pulau terpencil. Udah itu doang” Ryan tidak lagi terkejut. Sejak awal gadis di hadapannya ini memang terlampau aneh.
“Ok jadi lo baru aja ngebuat ayah lo kehilangan pekerjaan seumur hidupnya dan lo juga menolak tawaran kerja dengan gaji 10 juta perbulan, belum termasuk bonus” Candy menelan ludahnya terkejut. “10 juta? Belum termasuk bonus?” Ryan tersenyum penuh kemenangan.
Candy kembali memperhatikan kertas perjanjian. “Tapi, gue maunya jadi sekertaris lo, gimana?” Ryan mendesah kesal. “Lo mana mampu jadi sekertaris gue” Candy ikut mendesah kesal. “Tapi, gue ga mau orang lain tau kalo gue kacung” Ryan tertawa garing.
“Ok lo asisten sekretaris gue, udah harga mati ga bisa ditawar lagi?” Candy mendesah pasrah dan menandatangani surat perjanjian itu.
Mungkin Candy berpikir tidak ada salahnya menerima tawaran dari pria kurang ajar ini. Ah jangan lupa bahwa Candy jarang berpikir, ia mengambil tindakan tanpa banyak pertimbangan—seperti saat ini.
“Mulai sekarang lo harus nurutin omongan gue, ngomong sopan ke gue dan sesekali latihan sama Barsh biar lo jadi Bodyguard yang beneran berguna” Candy menghela nafas cukup berat. Bertanya pada diri sendiri ‘dia ini sebenarnya sedang berbuat apa?’.
“Oh gue lupa bilang, kalo lo juga harus jadi tukang cuci mobil gue mulai sekarang. Lo boleh protes kalo mampu bayar 10 M gue” Candy terdiam sesaat. Benar saja, ada maksud lain dari pekerjaannya saat ini. Jika seperti ini maka Candy merasa bahwa dia benar-benar seorang kacung sungguhan.
“Nyuci mobil ga ada di perjanjian b**o” ujar Candy tidak mau kalah. Ryan mengambil surat perjanjian yang baru Candy tanda tangani dan membalik beberapa halaman—menunjuk sebuah catatan yang diperkecil pada pasal akhir perjanjian. “Ada tuh” ujarnya tanpa beban.
Candy mendesah kesal. Tidak tau lagi harus berkata apa, rasanya saat ini dia benar-benar ingin berteriak dan mematahkan sesuatu. Ryan yang tau akan kemarahan Candy tertawa garing. Benar-benar menikmati permainan yang dibuatnya untuk Candy.
“Ini mah penipuan namanya” gumam Candy, masih dengan tatapan sinisnya pada Ryan—tidak terima.
“Lo aja yang begonya natural sampe gampang dibegoin” ujar Ryan tidak mau mengalah.
* * *
“Jadi maksud lo mulai besok lo bakal jadi asisten sekretaris Wakil Direktur Nars Group?” Bianca masih tidak percaya. Tidak mungkin Candy lolos tes untuk jadi staf perusahaan besar itu. Dirinya saja masih belum mendapat kejelasan dari beberapa surat lamaran yang dikirimkan ke beberapa perusahaan. Bagaimana bisa sahabatnya yang bermodalkan tampang dengan otak kosong ini lolos dengan mudah.
“Kamu serius Can?” Lola bertanya dan Candy hanya mengangguk tidak semangat. “Terus kenapa mukanya kusut gitu?” Salsa memang ingin bertanya akan hal itu sedari tadi.
“Ah gue udah bilang? Kalo gue pernah ngancurin mobil calon bos gue dan gue punya utang 10 M, entah kenapa gue ngerasa kalo gue bakal dikacungin abis-abisan” Bianca tertawa, mengerti kenapa Candy dengan mudahnya mendapat pekerjaan.
Sangat jarang terjadi, Bianca mengelus lembut kepala Candy. “Lo tau Can? Dia emang ga ada maksud ngasih kerjaan bener ke lo, niat awal dia emang buat jadiin lo kacung dia. Kenapa? Karena buat orang kaya laporin lo ke polisi dan buat lo di penjara ga akan semenarik memperbudak lo. Lo tau? Dia emang pengen ngabisin lo secara perlahan, karena dia pikir percuma juga laporin orang miskin ke polisi. Ujung-ujungnya dia ga dapet apa-apa, dengan memperbudak lo dia jadi dapet hiburan” Candy semakin tertunduk.
“Omongan lo ga ada akhlak Biba” ujar Candy lesu. Candy melirik Bianca dengan senyuman lebar. “Manusia itu terlahir kaya. Biba karena lo sahabat gue, gue kasih kesempatan lo bantu gue. Gue denger lo udah bosen idup? Gimana biar mati lu berkah organ lo gue jual? Lo happy gue happy. Gila jenius banget gue” Candy masih tersenyum bangga dengan ucapannya. Bianca yang mendengar rencana atas kematiannya langsung memukul kepala Candy keras.
“Lo jual aja organ tubuh lo sendiri Cebol”. Candy hanya bisa menahan diri untuk tidak mematahkan tangan lancang yang baru saja menyentuh kepalanya.
Kali ini ucapan pedas Bianca tidak meleset sedikitpun. Benar-benar tepat sasaran, meski yang diucapkan Bianca memang selalu jujur—terkadang terlalu jujur.
Salsa mengelus lengan Candy lembut. “Sorry kalo hutang lo di bawah 4M gue masih bisa bantu. Tapi kalo sebesar itu gue ga ada duit Can, tabungan gue ga cukup. Trus mamah gue juga salah satu investor dari salah satu proyek Nars Group. Perusahaan papah gue juga kerjasama ama Nars Group, gue ga bisa nyari mati kalo nyangkut orang tua gue.” Salsa selalu selembut ini. Candy hanya tersenyum kecut.
“Kenapa lo harus bayarin hutang gue? Lo itu kan bukan siapa-siapa” Bianca sudah biasa menghadapi situasi semacam ini, melihat Salsa yang dibuat menyedihkan oleh Candy. Padahal maksud gadis itu baik dan tulus.
“Trus ngapain lo bikin rencana buat jual organ gue? Gue ga ada niatan bantu lo tuh. Gue pengen lo menderita. Jarang-jarang kan orang yang sering buat orang lain menderita dibuat menderita sama orang lain”. Lagi—ucapan Bianca tepat sasaran.
Kali ini Candy tidak tahan dan memukul kepala Bianca keras hingga gadis itu kepulangan sambil memegang kepalanya yang dipukul Candy.
Sedangkan Salsa masih tersenyum dengan semanis biasanya. “Karena lo yang paling muda diantara kita dan karena gue ngerasa punya tanggung jawab. Ah satu hal lagi, karena lo ga seharusnya terlibat sama pewaris Nars Group, karena mungkin itu cuma bikin lo pada akhirnya nyesel ketemu sama dia” Candy yang masuk sekolah satu tahun lebih awal memang kerap dijadikan Salsa alasan demi membela sikapnya.
“Sa, lo bukan kakak gue jadi jangan bersikap seolah lo kakak gue. Lo yang paling tau dari siapapun sejijik apa gue sama kakak perempuan. Lo cukup jadi Salsa yang awal, lo cukup jalani tugas lo sewaktu-waktu gue butuh lo. Lo tau betul kan alasan gue ga buang lo itu karena apa?”.
Salsa terdiam sesaat.
“Karena Salsa banyak duit” ujar Bianca tanpa beban. Candy menoleh dan menunjuk Bianca “Itu salah satunya” ujar Candy tidak menutupi.
Bagi Salsa, meski bukan yang pertama kalinya tetap saja rasanya sesakit ini. Lebih sakit dari cinta bertepuk sebelah tangan.
“Bie, gue ga pernah lupa sama tugas dan alasan lo tetep biarin gue di sisi lo. Gue ga pernah lupa”. Salsa tersenyum kecut.
“Meski gue berharap tugas itu ga akan pernah gue jalanin”.