3

714 Words
        Hari Keempat. Persiapanku sudah selesai. Matahari bersinar sangat terang di luar. Seakan-akan memang sedang tidak terjadi apa-apa. Tidak begtiu banyak yang bisa di dengar dari jendela apartemenku yang sesekali kubiarkan terbuka. Listrik sudah tidak lagi menyala sejak semalam. Ada batang-batang lilin beraroma terapi yang tertinggal setengah di beberapa sudut ruangan. Aku memandangi pedang tanpa sarung dan salah satu Glock yang sekarang tergeletak dia tas konter dapur. Sejak sinar matahari pertama datang aku mencoba membiasakan diri dengan keduanya. Walau begitu aku tidak mungkin dengan sembrono mencoba menembakkan senjata api itu begitu saja. Selain boros aku juga tidak mau menarik perhatian segerombolan zombi yang mungkin saja masih menungguku di depan pintu masuk gedung apartemen. Kaosku lengket di punggung akibat keringat. Angin musim gugur sesekali bertiup melalui celah jendela membuatku menggigil. Sekali lagi aku meraih gagang pedang dengan kedua tangan, memasang kuda-kuda. Ketika kami remaja, Alec dan aku pergi ke dojang untuk belajar taekwando bersama ayah. Tapi aku mulai bosan dan berhenti begitu menerima sabuk biru. Sedangan Alec melanjutkan hingga ia berakhir di sabuk hitam. Selama perjalanan itu si b******k itu juga memenangkan beberapa kejuaran antar-negara bagian. Walau semua itu sudah terjadi lama sekali. Aku masih bis mengayunkan pedang dengan mudah. Mengingat aku menghabiskan banyak wakt u dengan bermain game dan pilihan senjataku selalu senjata jarak dekat. Aku mengayunkan pedang itu beberapa kali. Tangan dominanmu berada di bagian atas gagang dengan tangan lain yang berada di bawahnya. Ayunkan lurus dari atas lalu ke bawah. Diagonal ke bawah dari bagian kiri tubuh.... Setelah beberapa kali ayunan aku merasakan lenganku atasku terasa panas dan aku rasa aku harus berhenti sejenak. Kuletakkan pedang itu di tengah-tengan antara sarungnya dan juga Glock sebelum berjalan menuju kulkas dan membuka pintunya. Akus udah menghabiskan sebagian besar makanan segar yang kupunya. Sekarang aku meraih sekotak anggur dan membuka pintu freezer. Ada  beberapa potong daging di sana yang au rasa akan mencair dalam waktu dekat. Aku mematikan kedua ponselku untuk menyimpan dayanya lebih lama. Lagupula tida ada lagi beranda sosial media yang bisa aku lihat sekarang... Tiba-tiba aku teringat suara Alec yang sangat tenang di dalam pesan suara terakhirnya itu. Tidak sepertiku, Alec adalah orang yang tenang dan tidak terburu-buru. Semua orang terkejut begitu ia memutuskan untuk menjadi petani. Apalagi dengan semua hal menakjubkan yang telah terjadi di dalam hidupnya. Memiliki reputasi sebagai anak emas sejak ia menginjak bangku sekolah. Aku tahu Alec bukan orang yang selembek itu dalam menghadapi beberapa cobaan. Namun sekarang Alec tampak lebih bahagia. Tapi itu menurut ibu kami. Dan seperti ibu-ibu lainnya ia bertanya – walau dengan sesopan yang beliau bisa – menanyakan kapan Alec bisa memberinya cucu. Aku tertawa mengingat betapa lihainya Alec menghindar dari pertanyaan itu. Aku membawa kotak anggur itu di ruang tengah. Duduk bersebelahan dengan tasku yang sangat besar. Aku tahu aku memangt tidak bisa membawa segalanya bersamaku. Dan yang etrpenting hanya tabir surya dan body lotion. Karena kulitku cukup sensiti. Apalagi ditengah cuaca musim gugur seperti ini... Aku mengunyah anggur sambil terus berpikir... Butuh setidaknya tujuh jam untuk sampai di Piedmont. Aku terpisah empat ratus mil dari rumah peternakan Alec yang cantik dengan sungai kecil dan kebun anggur. Dan sekarang yang harus aku pikirkan adalah bagaimana caranya aku bisa menemukan mobil? Aku hanya berharap ada mobil yang tidak rusak yang sekarang tengah terparkir tidak bertuan di depan gedung apartemen ini. Tapi apa aku bisa menemukan bagaimana car menghidupkannya? Tanpa sadar aku telah menghabiskan seluruh anggur dalam kotak. /sekali lagi mencuri liirk ke arah tasku yang besar. Di dekatnya terdapat sebuah tas selempang kecil yang berisi surat-surat berharga. Kedua tas itu dan sarung pedang. Aku rasa jika lebih dari ini aku tidak akan bisa pergi terlalu jauh. Sekarang yang terpenting adalah apakah aku akan berangkat hari ini juga atau menghabiskan satu hari lagi hanya untuk mencari mobil sebelum benar-benar berangkat? Perlahan aku mengedarkan pandangan ke seluruh isi apartemen yang kutempati ini. Tempat tinggalku selama lima tahun terakhir. Semuanya tidak mudah. Aku baru bisa membelinya setelah menyewanya selama lebih dari dua tahun. Itupun setelah membayar seluruh biaya kuliahku pada kedua orangtuaku. Karena aku masih punya sedikit urat malu untuk paling tidak bisa memberi mereka itu. Walau sebenarnya aku sangat jarang ingat kalau aku masih punya urat itu. Merasakan tubuhku lengket membuaku ingin mandi dan aku rasa ini akan menjadi mandi terakhirku untuk entah berapa lama nanti... ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD