14

1183 Words
 Saat-saat seperti ini adalah saat ketika kau menyadari betapa pentingnya memiliki seseorang di sisimu. Aku  sudah hidup selama 28 tahun tetapi saya tidak pernah berpikir serius untuk memiliki pasangan. Aku pernah berkencan tetapi selalu berakhir dengan tidak baik. Mereka bilang aku tidak sama dengan yang mereka bayangkan sebelumnya. Mereka juga menyalahkan rupaku. Terkadang mereka juga menuduhku tidak memiliki perasaan yang nyata terhadap mereka. Ketika aku memberitahu kedua orangtuaku, Mom hanya berkata: “Itu bukan salahmu. Kau tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi harapan lain tentang kau.” Ah, hampir saja aku lupa. Apakah kau juga ingin tahu tentang bagaimana orangtuaku bertemu? Orangtuau bertemu di perguruan tinggi. Mom dua tahun lebih tua dari Dad. Jadi, Dad benar-benar mencari masalah. Mom sangat populer saat itu karena rupanya. Aku tahu itu dari album lama yang Dad sangat sayangi. Dad adalah putra seorang imigran Korea yang tinggal di Korean Town selama masa kecilnya. Kakek-nenek menjalankan restoran Korea di sana. Mereka punya mimpi suatu saat anak mereka bisa bekerja di perusahaan besar, yang kemudian dilakukan oleh Dad. Dad juga harus bekerja keras untuk memenangkan cinta Mom. Itu sekitar waktu ketika Mom hampir lulus. Saat mereka masih pacaran Dad senang sekali begitu mengetahui Mom juga bisa memasak. Setidaknya Mom yang berkulit putih memenangkan salah satu dari sekian banyak daftar kriteria orang Korea tentang bagaimana menjadi pengantin wanita. Sebelum menikah, Grandma tidak setuju jika Mom masih ingin mempertahankan pekerjaannya. Tetapi Dad berkata bahwa ia baik-baik saja dan Mom akhirnya berhenti bekerja begitu ia mengandung Alec. Pada saat itu, Mom juga mulai mempelajari resep lain termasuk beberapa masakan Korea. Dad selalu melihat Mom seperti wanita itu adalah bulan setiap kali mereka saling pandang. Setelah berusaha keras untuk menghindar dari masa kini. Maukah kalian kembali kepadanya? Bagian terburuk setelah Abe mengungkapkan siapa ia sebenarnya. Ia sepertinya menungguku untuk memberi berkomentar tentang itu, tapi dalam diam. Aku bisa merasakan tatapan tajamnya di belakang kepalaku setiap kali aku berjalan melewatinya. Aku memegang senter dari ponsel di atas kepala agar aku bisa melihat dengan baik. Ketika aku mendapati Abe juga tidak memiliki bayangan, saya merasa lebih kesal dari sebelumnya. “Kau tidak punya pertanyaan?” Ada. Sebenarnya banyak. Tapi aku tidak punya tenaga untuk bertanya. Seluruh tubuhku sakit setelah seharian berlatih. Wajah gadis kecil dengan lubang peluru di dahinya masih tertinggal dalam ingatanku dan yang paling kubutuhkan saat ini adalah mandi air hangat dan makan malam yang layak. Bukan seseorang yang membuntutiku dan merasa tidak bersalah sama sekali. Saat ini kami berada di tengah lorong supermarket yang sama kemarin. Seperti yang aku bisa harapkan. Hanya ada beberapa pilihan makanan kecuali di lorong vegetarian. Aku menemukan beberapa mac and cheese vegetarian dan beberapa batang granola vegan. Si Gray malah menemukan makanan yang lebih baik. Ia sekarang menikmati makanan kucingnya disalah satu sudut supermarket. Aku hanya mendengar suara decapnya sesekali sebagai tanda kalau ia masih berada di tempat yang sama.  Semua ini membuatku ingin tiba di rumah pertanian Alec secepat mungkin. Aku merasa Tuhan memiliki beberapa pemain yang tidak saya sadari. Zombie-apocalypse dan sekarang seorang malaikat sedang mengekoriku. Berjarak sekitar tiga kaki jauhnya dengan matanya menatapku tajam ketika mengambil semua kotak makanan siap saji itu dan memasukkannya ke dalam tas besar. Tidak sengaja aku melihat beberapa botol bir di dalam kulas yang sudah mati. Aku mengambil satu dan langusng meminumnya di tempat. “James?” Tentu saja, tidak baik-baik saja, kau b******n. Jia membuatku mengambil botol kedua, berpura-pura tidak mendengar ia memanggil namaku ketika aku menghabiskan itu juga ... "James, kakimu berdarah lagi." Tiba-tiba aku kehilangan kesabaran. Mulai mengutuk ketika botol tergelincir di tangan dan jatuh ke lantai.  “Sebenarnya apa yang kau inginkan, Abe? Atau Abe bukan nama aslimu juga?” Aku mengarahkan senter tepat di depan wajahnya. Ia bahkan tidak bergerak atau berkedip karenanya. “Aku ingin kau hidup. Dan ya, Abe adalah bagian dari nama asliku. ” Kami saling memelototi satu sama lain sampai aku mendengar Gray mengeong kepada kami. Ia menghampiriku kami dengan sebungkus dendeng yang bungkusnya sudah rusak tergigit mulutnya. “Jadi kau sudah menghabiskan makananmu, ya?” Aku terkekeh dan tiba-tiba menyadari bahwa langkahku goyah ketika aku mencoba mendekati Gray dengan mendorong Abe dari jalanku. Bagaimana aku bisa mabuk hanya dari dua botol bir?! "Seperti yang aku katakan sebelumnya. Kaulah yang memperlambat kita. " Abe mencengkeramku sebelum wajahku jatuh ke lantai lebih dulu. Ponselku terlepas dari tangan dan jatuh di dekat Gray. Kucing itu bahkan tidak menjauh darinya. “Apakah kau malaikat pelindung atau apa? Lepaskan!" Dan Abe langsung melepaskan tangannya dariku. Terhuyung, aku mengambil dendeng dari mulut Gray dan memasukkannya ke tas selempangku. Gray mendesis marah padaku. "Kau bisa mendapatkannya nanti, kau bocah nakal," kataku sambil menudingkan telunjuk ke wajah kucing itu yang terkena bias lampu lalu mengambil ponsel yang terjatuh di dekatnya. Mungkin karena pengaruh alkohol, tapi aku menyeringai tepat di depan wajah Ace dan berbalik. Gray berlari mendahului menuju sedan Ford baru yang secara tidak sengaja kami temukan di dekat hutan. Tapi sekarang aku melihat b****g sesoran menyembul keluar jendela sisi pintu pengemudi. Seseorang itu juga memiliki tas punggung yang besar yang terlihat terlalu besar untuk sosoknya. Dan dari posisinya, aku tebak ia sedang mencoba membajak mobilku dengan beberapa trik Aku menekan tombol kunci mobil dan ia terkejut karenanya. "Permisi!" Aku menendang kakinya yang tergantung di luar mobil. "Ini mobil ku." Ia tiba-tiba pindah dan aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena terlalu gelap. "Oh bagus. Jadi kau bisa membawaku dari makhluk-makhluk itu! ”  Tiba-tiba aku mendengar suara geraman dan langkah terseret dari kejauhan. Ketika aku mulai panik. Aku mendapati Abe sudah duduk di kursi penumpang di belakang dengan Gray di pangkuannya. Aku tidak punya waktu untuk mengomentarimya. Jadi aku melempar taskuku di sampingnya. Seseorang asing itu juga melakukan hal yang sama. Sepertinya Abe tidak peduli dengan kekacauan itu. Dari kaca spion tengah aku mendapati ia duduk sangat tenang di tengah dua tas yang sangat besar. Kepalaku menjadi jernih saat aku menyalakan mesin dan melaju menjauh dengan bunyi ban berdecit nyaring. Ada beberapa zombi yang mencoba mengejar, namun kami terlalu cepat. Membuat seseorang asing yang duduk di sampingku menghela nafas lega. Namun tiba-tiba ia berteriak, "Ke mana kau akan pergi?" Ia bertanya ketika kami hampir mencapai perbatasan. “Jauh dari sini, tentu saja!” Aku masih belum mengurangi kecepatan. "Tidak. Tidak. Ini bukan jalan menuju New Jersey! Dan ... aku masih belum menemukan adikku... " Saya segera menghentikan mobil hingga kami berdua nyaris terjedut dasbor. "Adikmu? Kau tidak sendiri?" Aku hampir berteriak padanya. Ia menatapku ngeri. “Aku kehilangan dia ketika saya mencoba mencari mobil baru di dekat laut. Ia bilang kalau aku sangat lama..." Jadi, gadis kecil yang aku tembak tadi. Adiknya? "Ia tewas." Itu Abe yang menjawab. Dalam nada terdingin yang pernah kudengar darinya. Dan ia bahkan melanjutkan dengan, “Kami bertemu dengannya di hutan dekat laut. Ia sudah digigit sebelum ia menemui kami. " Aku merasakan atmosfer memuakkan yang intens melingkupi kami. Dahiku menempel di roda kemudi saat ia membuka jendela. Angin dingin dari membuat situasi mampu tertahankan. Butuh satu menit penuh keheningan sebelum aku mendengar ia menghela nafas panjang dan berkata: “Jadi kutebak kalian punya rencana lain. Ke mana kalian pergi?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD