diego - lima

1070 Words
Setelah pertemuannya dengan Diego, Louisa memilih kembali ke rumah, lalu menelepon Delbert untuk meminta solusi. Ia sangat butuh Delbert sekarang. Sesampainya di rumah, Louisa melihat Bunda yang sedang duduk di ruang tamu sambil merajut. Entah apa yang ingin Bunda buat, tetapi terlihat seperti kaos kaki anak kecil. Memangnya mas Arya punya anak lagi? "Buat siapa itu, Bun? Emangnya Mas Arya mau punya anak lagi?” tanya Louisa sambil duduk di hadapan bundanya. "Buat anak kamu nanti. Kamu habis dari mana?" Louisa menghela napas pajang. "Ketemu Diego." Louisa mengambil ponselnya berniat menghubungi Delbert. "Iya? Lalu? Kalian akan menikah?" tanya Bunda dengan nada senang dan semangat. Louisa melihat ke arah Bunda lalu menggeleng, "Aku nolak, Bun. Kan dari awal aku emang nggak mau,” ucap Louisa. Semua wajah senang dan semangat Bunda menghilang, bagaimana bisa? Dulu Bunda mati-matian menyadarkan Louisa agar sadar jika mereka berbeda kasta, sekarang dengan semangat yang membara malah ingin menjodohkan mereka. "Kenapa kamu tolak? Bukannya kamu cinta sama Diego? Bahkan sampai sekarang?" "Kita beda kasta dan aku sudah tau diri, Bun. Aku nggak bisa memaksakan kehendak dan keinginan kita." "Bunda akan tenang kalau kamu sama dia,” ucap Bunda setengah marah. Louisa diam, tidak menjawab. Ia bingung dengan bundanya yang semakin gencar menjodohkan mereka. Dua orang yang akan terikat tali pernikahan itu tidak mudah untuk disatukan. Terkadang orang yang pacaran lama saja masih bisa putus, orang yang menikah karena cinta saja bisa cerai. Apalagi mereka yang tidak mencintai? Oke ralat, Louisa mencintai Diego tetapi Diego tidak. "Pokoknya Bunda mau kamu menikah dengannya,” ucap Bunda bangkit, tetapi ketika sedang berdiri, Bunda memegang dadanya dan meringis kesakitan. "Bunda kenapa?" ucap Louisa panik. Tiba-tiba Bunda pingsan. Louisa benar-benar panik, entah apa yang harus ia lakukan. Louisa tidak tau, otaknya seakan berhenti berpikir ketika lagi genting seperti ini. Dengan cepat, ia menelepon ambulans untuk membawa Bunda ke rumah sakit. Ia bingung dan tidak tau harus berbuat apa. Sesampainya di rumah sakit, Louisa tetap tidak bisa tenang. Ia hanya berjalan mondar-mandir. Bahkan ia sampai lupa menelepon mas Arya. Dokter keluar dari tirai tempat Bunda berbaring dan menghampiri Louisa. "Ibu anda terkena serangan jantung ringan. Sekarang kondisinya masih bisa tertolong. ain kali tolong dijaga emosi dan pikiran Pasien." Louisa mendesah lemah, badannya sepeti lemas seketika. Serangan jantung? Memangnya Bunda memiliki penyakit jantung? Louisa berdiri di samping ranjang Bunda. Saat ini Bunda sedang dipersiapkan untuk masuk ke dalam ruang rawat. Louisa melihat wajah pucat Bunda. Pikirannya semrawut. Kenapa hidupnya tidak pernah mulus? Ia melihat Bunda yang terkulai lemas ketika dipindahkan ke ruang rawat. Dengan lemah juga Louisa mengikuti suster itu. "Sus, di sini ada dokter ganteng nggak?” tanya Louisa. "Memangnya kenapa, Mbak?” tanya suster itu. "Nggak, siapa tau jodoh saya,” ucap Louisa asal. Ketika selesai mengucapkan itu tiba-tiba ia merasakan Bunda yang bergerak dalam tidurnya. Perlahan mata yang sudah mulai keriput itu terbuka. "Akhirnya Bunda sadar,” ucap Louisa menggenggam tangan Bunda dengan lembut. "Bunda di mana?" tanyanya sambil berusaha duduk bersandar di ranjang. "Di rumah sakit, Bunda tiba-tiba pingsan." Louisa membantu Bunda duduk. Louisa mendengar Bunda menghela napas. "Bunda kenapa nggak bilang kalau Bunda sakit?" "Bunda nggak mau kamu khawatir aja,” ucapnya lemas. "Terus kalau kayak gini nggak bikin khawatir emangnya? Bunda tuh ya suka banget berspekulasi sendiri. Nggak baik tau, Bun,” ucap Louisa. "Kamu juga suka bespekulasi sendiri. Kamu mau Bunda nggak sakit kan?” tanya Bunda. Louisa mencium bau-bau tidak enak dari ucapan Bunda. Tetapi Louisa tetap mengangguk. Ia tidak memiliki pilihan kan? "Kamu nikah ya sama Diego? Bunda bakal senang." Louisa berpikir sejenak. Ia berpikir sejenak, haruskah ia memikirkan hatinya agar tidak tersakiti oleh Diego atau memikirkan keinginan Bunda? "Bunda kenapa kekeh banget mau aku nikah sama Diego?” tanya Louisa pelan. "Karena Bunda tau, kebahagiaan kamu itu sama dia. Kamu masih cinta sama dia. Jadi Bunda mau kamu bahagia dan ada yang jagain kamu sebelum Bunda pergi." "Bunda ngomongnya ngaco. Bunda nggak akan pergi ke mana-mana. Bun, dulu kan Bunda sendiri yang bilang aku harus tau diri kalau aku sama Diego nggak mungkin bisa bersama kan?" Bunda menggeleng, "Kamu sudah dewasa dan cantik. Bunda yakin kamu bisa buat Nak Diego cinta sama kamu. Tidak sulit mencintai kamu kok. Bunda yakin." Louisa menghela napas panjang, Louisa harap semua ini hanya mimpi buruk saja. Semua akan kembali seperti semula. Ia tidak harus terkurung dalam cintanya. Louisa tau sulit membuat laki-laki itu mencintai Louisa. Empat tahun Louisa mencoba dan selalu gagal. Apa memang ia harus mencoba lagi? Louisa menggeleng. Ia tidak ingin ditolak lagi. Tapi semua keputusan berada di tangannya. Menerima atau menolak. Membiarkan Bunda sakit dan hidup menderita karena akan hidup bersama orang yang selalu Louisa ingin jauhi. Louisa menunduk lemah. Ia tidak bisa mengutamakan keinginannya. Kesehatan Bunda paling penting. "Yaudah, Bunda tenang aja ya. Bunda sama Tante Ruby bisa merencanakan kapan tanggal baik pernikahan kami,” ucap Louisa lembut. Bunda senang bukan kepalang, terlihat dari anggukan kepalanya yang begitu bersemangat dan senyum kecilnya di bibir. Segitu bahagiakah Bunda mendengar jika Louisa menerima Diego? Louisa lalu menghubungi Diego dan minta ingin bertemu. Louisa melihat Bunda yang sedang menelepon tante Ruby dengan semangat. Bahkan Bunda melupakan jika sebelumnya ia sempat pingsan dan sakit. Aku lakuin ini untuk Bunda. ♥♥♥ "Jadi kamu setuju?” tanya Diego, matanya memandang leekat wanita di hadapannya. Belum satu hari wanita ini menolaknya, tetapi wanita ini sudah mengubah jawabannya. Ia tau jika wanita ini masih menyimpan perasaan untuknya. Ck! Sok jual mahal. "Aku nerima bukan untuk diriku sendiri. Tapi karena Bunda tiba-tiba pingsan dan sakit. Semua aku lakukan untuk Bunda,” ucapnya lagi. Diego mengangguk, "Kalau begitu tidak ada cinta di dalam pernikahan ini?" Louisa mengangguk. "Kita akan bercerai begitu suasana sudah tenang. Tidak ada saling mencampuri urusan masing-masing?" Louisa kembali mengangguk. "Deal." Diego mengulurkan tangannya yang kemudian disambut oleh Louisa. Entah apa yang Louisa pikirkan, ini jalan baru hidupnya. Pergi menjauhi laki-laki ini yang ujung-ujungnya mendapat hal yang lebih menyeramkan lagi. Harus tinggal bersama dengan laki-laki yang ingin dijauhinya. Diego menatap Louisa tenang. Ia tidak peduli jika Louisa menyukainya, yang paling penting Mami tidak marah dan menghukumnya. Urusan hidup bersama wanita ini, bisa ia bicarakan lagi. Meskipun sedikit tau jika wanita di hadapannya sedikit keras kepala, tapi tak apa daripada harus berhadapan dengan Mami yang tukang ngambek. Mungkin jika menikah dengan Louisa membuat Maminya senang, ia akan lakukan. Tetapi hanya sementara, nanti Diego akan berjuang demi kebahagiaanya sendiri dan berpisah dengan Louisa. Diego tersenyum manis pada Louisa. ♥♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD