diego - tujuh

1161 Words
Diego akan mengajak Louisa hari ini pergi menuju bridal untuk mencari baju pengantin, paket pre-wedding, dan wedding organizer. Ia sudah menghubungi Mbak Ika untuk bertemu siang ini. Awalnya ia ingin menelepon Kimmy tetapi ia urungkan karena terakhir keadaan wanita itu sedang tidak baik. Baru saja mengalami keguguran. Selain itu, satu sisi hatinya tidak ingin wanita itu tau jika ia sebentar lagi menikah. Jadi ia merahasiakannya sampai nanti ia mampu untuk memberitahu Kimmy. Ia tau jika Kimmy tidak bisa membalas perasaannya, tetapi ia juga tidak bisa memberitahu jika ia akan menikah, belum dan tidak sekarang. Apalagi ia bahkan tidak yakin dengan pernikahan ini. Louisa menunggu Diego menjemputnya. Sudah dua hari berlalu semenjak ia pergi mencari undangan bersama Diego. Ia sedikit lebih lega ketika mendengar kabar bahwa keesokan harinya Bunda diizinkan pulang dengan catatan harus bed rest total. Hari ini ia menitipkan Bunda pada Mas Arya. "Non, sudah dijemput di luar,” ucap Bibi. "oh iya, makasih Bi." Louisa berjalan ke depan. Melihat mobil Diego berbeda dari yang kemarin. Entah berapa banyak mobil yang dimiliki laki-laki ini. Louisa masuk ke dalam mobil. Duduk, dan menggunakan safety belt. Ia tidak menyapa atau berbasa-basi dengan Diego karena ia yakin Diego juga tidak ingin Louisa basa-basi atau banyak bicara dengannya. Diego menjalankan mobilnya dengan santai. Ia tidak berniat membuka pembicaraan pada Louisa lebih dulu. Ketika mereka sampai di bridal, mereka ke luar dari mobil. Tentu saja masih dalam keadaan saling diam. "Selamat datang. Oh Mas Diego?" ucap salah satu wanita yang menyambutnya. Diego membalasnya dengan senyum. "Mas mau nikah kali ini? Kemarin kan cuma nemenin Mbak Naomi." "Iya, tolong kasih liat model terbaru ya." "Ayuk, ikut saya kita ke atas." Louisa dan Diego mengikuti wanita itu untuk mencoba gaun pengantin. "Sekarang lagi jaman ballgown gitu, Mbak. Jadi kalau jalan ala-ala princess. Nah ini koleksi terbaru kita dan belum ada yang pakai." "Kasih dia coba aja Mbak,” ucap Diego. Lalu ia duduk di sofa yang disediakan. Sedangkan Louisa dengan pasrah mengikuti wanita itu membawanya ke ruang ganti. Diego merasa ponselnya bergetar dan melihat siapa yang menelepon. Jantungnya berdetak lebih kencang ketika ia melihat nama Kimmy yang muncul. Diego mengangkat telepon itu dan tersenyum. Kimmy mengajaknya bertemu di sebuah mall. Tanpa basa-basi, ia menyetujui ajakan Kimmy. Diego langsung bergegas meninggalkan bridal dengan cepat. Louisa yang sudah kesusahan menggunakan gaun tiba-tiba mendapati Diego menghilang.  "Res, Masnya ke mana?” tanya pegawai wanita pada temannya. "Tadi habis terima telepon langsung pergi." Louisa tersenyum kecut mendengar penjelasan pegawai tadi. "Mbak bantu saya buka baju ini ya. Habis itu saya mau telepon sebentar dan cari baju lagi." Louisa menahan air matanya yang akan turun sambil melepas gaun. Jika memang Diego ingin pergi dan tidak bisa menemaninya, mengapa justru Diego yang mengajaknya? Apa Diego tidak tau jika ia sudah kesusahan menahan peticot yang begitu berat di tubuhnya itu? Ketika ia sudah bebas dari gaun itu, ia berjalan menuju sofa dan mengambil ponselnya. Ia menaruh ponselnya dan menghubungi seseorang. "Del, di mana? Bisa datang ke bridal ini sekarang? Oke, aku tunggu." Louisa mematikan sambungan tersebut lalu berjalan menuju gaun tersebut. Jujur saja, ia menyukai gaun ini. Apalagi dengan segala hiasan yang ada. Tapi tidak, ia tidak bisa menggunakan ini. "Mbak, saya nggak mau model ballgown. Kasih saya model mermaid saja ya. Jadi tail-nya tidak terlalu panjang dan berat. Hemm satu lagi, tolong kasih saya yang tidak memiliki tail panjang dan justru akan merepotkan saya sendiri." Louisa mengikuti Mbak tadi untuk mencarikan apa yang ia inginkan. Ketika ia sedang mencoba baju yang diberikan oleh pegawai wanita itu, tiba-tiba ia mendengar suara laki-laki memanggil namanya. "Sa." Senyum Louisa mengembang, "Sebentar, lagi nyoba baju." "Mbaknya badannya kurus banget sih? Ini ukuran paling kecil, masa harus dikecilin lagi, Mbak." Louisa tertawa, "Nggak kurus-kurus amat kok. Kayaknya saya suka ini deh." "Simpel banget ini. Kenapa nggak mau ada tail, Mbak? Biasanya ya sekarang maunya yang panjang-panjang." "Ribet. Saya nggak suka ribet." "Kan dibantu bridemaids." "Nggak kenapa-napa. Ini aja." Louisa meminta pegawai wanita itu membuka tirai dan melihat Delbert yang sudah berdiri di depan tirai sambil melipat tangannya. "Gimana?" Delbert tersenyum, "Cantik. Tapi apa nggak terlalu simpel?" Louisa menggeleng, "Ini buat pemberkataan, jadi nggak usah terlalu ribet. Oke ya?" Delbert mengangkat kedua jempolnya dan Louisa lagi-lagi tersenyum. "Yaudah saya ambil yang ini. Trus yang satu lagi model mermaid aja ya." Louisa mencoba model yang satu lagi dan ia langsung jatuh cinta dengan modelnya. "Suka?" "Suka. Bagus, saya suka." "Ini juga model terbaru. Baru jadi tiga hari yang lalu. Agak terbuka sih ya, tapi di badan Mbak bagus banget." "Yaudah saya ambil dua itu dan saya urus dulu ke bawah ya." Louisa menyusul Delbert yang sudah asik memainkan ponselnya dan langsung duduk di sampingnya. "Lagi sibuk tadi?" Delbert menggeleng. "Bukannya kamu harusnya sama calon suami kamu? Kenapa jadi aku?" Louisa mencoba tersenyum, "I dont know. Apa jangan-jangan dia sudah kabur dan sadar untuk tidak melanjutkan pernikahan ini?" Delbert menyentil kening Louisa. Louisa lalu mengurus pre-wedding dan semuanya di sini. Setelah itu ia mengajak Delbert untuk bertemu dengan wedding organizer yang Diego hubungi. Louisa tau jika mereka akan bertemu di Starbucks dekat dari sini. Ia tanpa sengaja mendengar Diego menelepon WO. "Ternyata kamu beneran mau nikah,” ucap Delbert ketika sudah sampai di Starbucks. "Iya, tapi bohongan. Cuma status." Ponselnya berbunyi, nomor tak dikenal. Louisa mengangkatnya. "Ah iya, saya sudah sampai kok. Pakai baju kotak-kotak ya,” ucap Louisa sopan. "Siapa?” tanya Delbert. "Itu WO-nya." Delbert mengangguk. Tidak lama seorang wanita datang menyapa mereka. "Jadi Mbak Louisa ini yang akan jadi istri Diego? Saya Ika." "Panggil Louisa aja,” ucap Louisa tersenyum. "Rencananya kapan nih, Louisa?” tanya Ika ketika ia selesai mengenalkan dirinya dan berkenalan dengan Delbert. "Dua bulan lagi. Bisa?" "Bisa dong. Ah ya, di Jakarta aja atau sama kayak Naomi di dua tempat?" "Di Jakarta aja." Ika mengangguk, "Kalau gitu kita ngomongin yang umum dulu ya. Jadi untuk morning call dan semuanya?" Louisa tersenyum lalu menjelaskan semuanya secara detail. "Untuk make up dan prosesi penutupan slayer aku belum tau di mana. Entah, Tante Ruby belum kabarin. Tapi, untuk di Gereja aku mau prosesi aku masuk sendiri aja. Karena aku nggak ada wali sama sekali. Bisa kan?" "Bisa, tapi itu harus dibicarakan oleh pendeta juga." "Iya, nanti aku bicarakan. Lalu setelah aku masuk, langsung duduk di tengah gitu ya?” tanya Louisa. "Iya, setelah itu pendeta akan kotbah sebentar dan kalian mengucapkan janji nikah." "Oh oke. Nggak ada masalah kalau begitu. Untuk resepsi, aku mau minta tolong untuk wedding kiss dihilangkan ya? Bisa kan?" Ika sedikit heran dengan permintaan Louisa, Louisa yang menyadari itu langsung tersenyum, "Aku nggak terlalu suka, itu terlalu gimana gitu. Jadi aku minta dihilangkan. Hemm, sebentar aku ke toilet dulu." Louisa meninggalkan Delbert dan Ika. Delbert yang melihat semua rencana Louisa menggelengkan kepala. "Jangan dihilangkan, nanti aku mau kasih kejutan untuk dia, bisa?” tanya Delbert pada Ika. "Tapi nanti saya yang kena mas." "Nggak, pokoknya nanti kita buat kejutan untuk dia ya di hari H-nya,” ucap Delbert sambil tersenyum. ♥♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD