Bab 5. Pijatan

1098 Words
Bugh! "Auw!" Baru saja tiba, Samudra mendorong Kyara ke pojok ruangan. Dengan posisi yang masih berdiri di hadapan Kyara, Samudra membuka kemejanya. "Tuan, apa yang mau kau lakukan?" tutur Kyara terbata. Ia sangat ketakutan. Kemarin Samudra tidak jadi menjamahinya, tapi tidak menutup kemungkinan saat ini Samudra menginginkannya, kan? "Lakukan?" Dahi Samudra berkerut kemudian tersenyum mengejek. "Kau berfikir apa, gadis bodoh? Aku bercinta denganmu?" cibir Samudra dan langsung membuat hati Kyara teremas. Pria itu berjongkok, mensejajari Kyara yang terduduk di lantai kemudian mengapit wajahnya. "Ingat, gadis bodoh! Aku tidak sudi menyentuh barang sampah sepertimu!" Melempar wajah Kyara ke samping kemudian beranjak. "Pijit punggungku!" tutur Samudra seraya berbalik dan berjalan menuju kasur. Kyara menghembuskan nafas lega kemudian ikut beranjak dan mengikuti langkah Samudra. "Oh ya, cuci tanganmu sebelum menyentuhku. Aku tidak ingin kuman di tanganmu menempel di punggungku." Cesss! Sesuatu yang dingin menyentuh hati Kyara. Sakit? Tentu, ucapan Samudra terlalu tajam untuk didengar. Apalagi dilontarkan pada wanita cengeng seperti Kyara. Tapi tidak, Kyara harus kuat mulai saat ini. Bukankah dirimu sendiri yang menantang untuk menjadi budaknya, Kya? Jadi ayo, nikmatilah gadis sok kuat! hina Kyara pada dirinya sendiri. "Baik, Tuan," jawab Kyara membuat Samudra langsung berdecih. Samudra membenci semua hal ada pada gadis itu. Penuturannya, pakaiannya, gaya bicaranya, sok penurutnya, semuanya! Samudra membencinya. Kyara melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci tangan, kemudian kembali lagi dengan tangan yang sedikit dingin. Sedikit lama juga karena Kyara mencucinya beberapa kali. Kyara takut Samudra benar-benar terkena kuman darinya. "Bersihkan juga bekas dudukmu itu nanti! Aku tidak ingin ada sedikitpun kuman gara-gara gadis bodoh dan cupu sepertimu!" Lagi dan lagi Samudra mengeluarkan kata-kata pedasnya. Padahal baru beberapa menit Kyara duduk di samping kasur Samudra, itupun hanya sebagian kecil karena Kyara tidak ingin mengotorinya. Tidak menjawab, gadis itu hanya menunduk seraya menahan sesak di d**a. "Cepat pijit, bodoh! Kau mau aku sakit karena terlalu lama nafas satu udara denganmu!" "Iya, Tuan." Dengan tangan yang sedikit gemetar Kyara mencoba menyentuh punggung Samudra, memijitnya setenang mungkin dan bernafas sehalus mungkin. Kyara tidak pernah bayangkan ada di posisi seperti ini. Memijit punggung seorang pria yang dulu ia tahu suami sahabatnya, juga menyentuh punggung pria yang dulu begitu ia hormati. Meraih minyak urut di atas nakas dan mengolesinya di punggung Samudra, kemudian kembali memijatnya dengan sangat hati-hati. Terus seperti itu hingga tak terasa pijatan sudah setengah jalan. Namun tiba-tiba, Prang! "Kau mau membunuhku, ya!" sentak Samudra membuat Kyara terlonjak. Apa? Membunuh? "Kau memijatku seperti memijat gajah. Kau mau mematahkan tulang-tulangku, hah?" Samudra terus mengomel, padahal jelas-jelas tidak ada protesan sedikit pun tadi. Hanya ketika Kyara melamun sebentar kemudian melanjutkan mengolesinya lagi. Barulah pria gila itu komen lagi sampai menendang piring berisi minyak. "Maaf, Tuan," tutur Kyara lirih. "Sudah, sudah! Pergi sana, punggungku malah makin sakit dipijat gadis bodoh sepertimu!" cerocos Samudra. Beranjak dari kasur dan melenggang pergi menuju kamar mandi. Kyara terdiam, menatap kepergian Samudra dengan mata yang sudah memupuk. Sebenci itukah Samudra pada dirinya? Hanya karena satu kesalahan padahal. Ya, Kyara tahu kesalahan itu begitu fatal karena tidak bisa mengembalikannya lagi seperti semula, tapi sungguh, ini juga bukanlah keinginannya. "Indah, suamimu membenciku, hiks!" Kyara menangis dalam diam. Menutup mulutnya sekuat mungkin dan menangis setenang mungkin. Bisa langsung di depak dan di tarik kembali seluruh kebaikan tuan Samudra jika pria itu tahu Kyara menangis. Rasanya ingin sekali Kyara pergi. Tapi aku harus pergi kemana? gumam Kyara lirih. Di tempat ini, Kyara tidak mengenal siapapun kecuali Samudra dan Oma. Itupun mereka membenci dirinya. Kyara benar-benar sudah masuk lubang neraka. Tak lama kemudian Bugh! Sebuah kain besar nan tebal tiba-tiba mendarat di wajah Kyara Membuyarkan lamunannya. Kyara tak sempat mengelak karena terjadi begitu cepat. "Tuan?" Kyara terlonjak saat melihat Samudra yang sudah bertelanjang d**a, menatapnya tajam. "Ganti spraiku dan cuci langsung!" sentak Samudra membuat Kyara menatapnya lekat. Tuan Samudra benar-benar dengan ucapannya? Memintaku mengganti sprainya hanya karena aku mendudukinya? "Apa kau tuli, hah? Ku bilang ganti sprainya, Bodoh!" Sudah mendorong pundak Kyara. Ah, Kyara. Kau lupa kalau kau sedang berada di dalam neraka. Jadi apapun pasti mungkin terjadi kalau untuk menyakitimu! "Iya, iya, Tuan." Dengan susah payah Kyara membuka sprai besar dan tebal yang terpasang di kasur king size milik samudra itu, kemudian menggantinya dengan sprai yang baru saja dilemparkan padanya tadi. "Sprai ini, saya taruh dimana, Tuan?" Kyara sudah selesai dengan tugasnya, Samudra juga sudah kembali tidur di kasurnya dengan sprai baru yang sudah di ganti. Namun saat ini Kyara bingung, sprainya terlalu besar jika harus di taruh di tempat cucian. "Dasar bodoh! Saya heran kenapa Indah bisa punya sahabat bodoh sepertimu. Sudah ku bilang cuci, apa kau tidak dengar? Apa selain bodoh kau juga tuli, hah?" Seperti tidak puas mengata-ngatai gadis yang saat ini sudah menjadi istrinya itu, Samudra terus memaki. Dengan tatapan dan makian yang tajam pula. Kyara tak menjawab, gadis itu hanya menunduk seraya menikmati semua ucapan Samudra yang seperti racun baginya. Kemudian tanpa bertanya lagi ia langsung beranjak menuju kamar mandi dan mencuci sprainya. Pukul 2 malam Kyara baru menyelesaikan pekerjaannya. Meski sprai itu masih sangat bersih tanpa noda. Tapi tetap saja, jika ia mencuci dan memberinya detergent akan jadi lama. Apalagi dengan ukuran yang lebar dan tebal seperti itu. Huh! Kyara seperti sedang menggendong anak gajah saja ketika mengangkatnya. Tapi syukurlah dia bisa menyelesaikan tugasnya, mengeringkan dan merapihkannya kembali. Namun baru saja Kyara hendak mendudukan bokongnya, suara Samudra kembali terdengar merdu di telinganya. "Kyaraaaaaa!" teriaknya dari arah kamar. Astaga, Tuhan. Manusia itu belum tidur juga? batin kyara merasa sangat tersiksa. Tidak jadi duduk, Kyara buru-buru menghampiri pria itu. "Iya, Tuan!" Dengan nafas yang terengaah-engah Kyara mendekati Samudra yang ternyata benar belum tidur. Entah apa yang sedang dilakukan pria itu. Samudra berdiri di depan kasurnya sendiri yang sudah berantakan. "Ya, Tuan?" "Ganti dan cuci lagi sprai ini! Badanku sakit tidur di kasur bekas sentuhanmu!" Yassalam, bunuh saja aku, Tuhan. Tulang Kyara sudah hampir putus setelah mencuci dan mengeringkan sprai yang entah berapa ton beratnya. Dan saat ini dia harus kembali mencuci sprai lain yang padahal jelas-jelas sangat bersih. Namun gadis itu tetap mengikuti perintah Samudra, kembali membuka sprai itu dan menggantinya, kemudian membawa sprai yang sudah di ganti tadi untuk di cuci. "Tunggu!" Ketar-ketir Kyara menunggu ucapan Samudra setelahnya. Dia sudah melakukan semua keinginan pria ini. Dia tidak akan di persulit lagi setelah ini, kan? "Ganti dan cuci kasurnya sekali! Saya sudah tidak mood lagi tidur disitu!" Bugh! Kyara menjatuhkan tubuhnya saat Samudra sudah melenggang pergi. Meratapi kasur di depannya yang seperti tertawa mengejek padanya. Kyara tidak bisa bayangkan berapa berat kasur ini. Sama seperti sprai tadi, atau bahkan seperti bumi ini? Ah, Tuhan. Kyara sudah tidak sanggup lagi. Tolong cabut saja nyawaku saat ini, Tuhan. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD