Bagian 8

1040 Words
Pagi hari, seperti biasa aku melakukan segala rutinitas ku. Kepala terasa sangat pusing. Mungkin karena semalaman tadi aku hanya tidur sekitar satu atau dua jam saja. Mata ini seakan tidak bisa terpejam, segala masalah yang kuhadapi sekarang ini mbuatku tidak merasakan kantuk sama sekali, berusaha Kupejamkan mata ini tapi tidak bisa. Sampai subuh menjelang, barulah aku terlelap itupun hanya sebentar saja sepertinya. Kubuatkan sarapan untuk Putriku Karina, jam 10 nanti kami akan pergi bersama ketempat ayahnya, ke alamat yang tadi malam dikirim padaku. Karena kebetulan hari ini hari libur sekolah jadi aku bawa saja Karina. Aku khawatir jika meninggalkan dia sendiri dirumah ini. "Pagi Buu..." "Pagi juga nak, sarapan dulu. Sebentar lagi kita akan menemui ayah kerumahnya" "Kita akan bertemu ayah Bu? sama Rianti juga ? aku sangat merindukan mereka..." Mendengar itu aku langsung menghentikan suapanku, antara sedih dan kesal bercampur jadi satu. "Karin, berhenti berkata begitu. Kita kesana hanya sebentar. mama ada perlu sama ayahmu. Dan jangan lagi bahas tentang Rianti, ibu tidak ingin membicarakannya nak" "Iii - iiya ibu. Maaf" Melihat dia merasa tak enak seperti itu aku jadi merasa bersalah. Kenapa aku jadi egois seperti ini,, ahhh.... semua masalah ini sudah merubahku jadi orang yang tidak baik. Secepatnya aku akan pergi meninggalkan kota ini bersama Karina. berada disini terus lama lama akan membuatku sama seperti orang gila. "Maaf kan ibu nak, Ibu tidak bermaksud mengajarimu hal hal yang tidak baik, ibu tidak bermaksud mengajarkan kebencian padamu, ibu hanya..." "Sudah lah Buu,, kenapa ibu minta maaf terus, Karin mengerti situasi ibu saat ini. Meski aku masih anak anak tapi Karin tau apa yang ibu rasakan saat ini. Ibu tidak sedang baik baik saja" "Trimakasih sayang, cara pikirmu lebih dewasa dari usiamu nak" "Hehe... ibu yang mendidik ku untuk itu" Aku tersenyum, kubelai rambutnya. "Cepat makannya biar kita berangkat nak. Ibu siap siap dulu" Dia mengangguk dan menikmati sarapannya. **** Sesampainya kealamat yang kutuju, aku begitu takjub melihat rumah itu. Memang tidak terlalu besar, tapi terlihat sangat mewah dan elegan dari luar. Aku melihat sekitar, ada mobil mas Santon disana. itu artinya aku tidak salah alamat. Kugenggam tangan anakku dan kutekan Bell pintu. Sekali tekan tak ada pergerakan, kedua kali terdengar suara sahutan dari dalam "Iya sebentar" Aku menunggu pintu dibukakan "Cari siapa mba?" Sepertinya dia Asisten Rumahtangga disini. Dia seorang perempuan yang sudah terlihat berumur "Saya cari pak Santon, apa ada bii" "Ohh, ada mba silahkan masuk, duduk dulu. Saya akan panggilkan bapak dan ibu" Dia berlalu kedalam. Kulihat anakku, seperti planga plongo memerhatikan sekitar. Tidak brapa lama calon mantan suamiku itu keluar bersama gundiknya itu. Dia bergelayut manja di tangan suamiku. Mungkin sengaja agar aku cemburu. "Hay Stella, Hay Karina cantik. Sudah lama menunggu yaa. Maaf ya tadi aku sama suamiku..." "Lunasi semua hutang hutangmu itu ke bank, dan serahkan sertifikat ku kembali" Ucapku tegas pada lelaki yang didepanku itu. Perempuan disampingnya itu langsung menunjukkan wajah masamnya, mungkin dia kesal karena aku memotong pembicaraannya yang tidak penting tadi, aku ingin tertawa saja tapi kutahan. "Ehh Stella, gak ada sopan santun kamu yaa. Orang lagi ngomong kamu potong segala. Makanya mas Santon tidak pernah betah sama kamu dan...." "DIAM.. !!!" bentak lelaki itu padanya. Haha,, aku tertawa dalam hati. "Alina, kalau kamu masih mau disini tolong diam dan dengarkan saja, tidak usah bicara yang tidak penting seperti tadi. Mengerti !!" Perempuan binal itu makin terlihat tidak suka, muka masamnya ditekuk, mungkin dia malu padaku. "Stella, aku tidak bisa lagi membayari hutang hutang itu. Maafkan aku" "Apa, maaf kamu bilang ? haha.. lucu sekali.. haha.." Aku tertawa kuat, membuat mereka terlihat heran "Aku tidak butuh minta maafmu mas, aku butuh rumahku. Rumah yang kudapat dari kerja kerasku dulu. kalau begitu, serahkan uang yang sudah kau pinjam itu padaku sekarang" "Sudah tidak ada Stella, sudah habis semua untuk membeli rumah ini" "Ohh, hebat sekali" aku bertepuk tangan kuat di hadapannya "Kau mencuri dirumahku agar kamu bisa membeli tempat yang layak untuk perempuan murahan ini. "Baiklah, serahkan tabungan yang kita kumpulkan selama ini. Itu adalah hak Karina" Dia terlihat terkejut dan gelagapan "Ada apa ? bukankah selama ini kita selalu berhemat agar bisa punya tabungan untuk masa depan anak kita ? Mana, serahkan sekarang" "ituuu... hmmm...." Mas Santon terlihat tidak bisa menjawab. "Sudah habis juga dong, kan aku juga punya keperluan sehari hari. Lagian itu tidak sepenuhnya milik Karina, hak Rianti juga ada disitu, makanya kami sudah memakai semuanya" Plakk.. plakk.... Aku menampar lelaki bodoh yang ada di hadapanku ini, dia tidak melawan hanya terdiam seperti patung. Perempuan penggoda yang disampingnya trlihat sangat terkejut. "Stella, apa apaan kamu, kau berani menampar suamiku, dasar...." Plakk... plakkk.... Tanganku ini mendarat juga dipipi mulusnya, sebenarnya ada rasa jijik juga tanganku bersentuhan dengan dia. "Stella, Cukup...!!!" Mas Santon berdiri dari duduknya "Kenapa kau selalu bersikap kasar pada Alina. Sejak kemarin kau sudah menganiayanya. Dia menemuimu baik baik kerumah, ingin berbicara denganmu dari hati ke hati tapi kamu seperti orang kesetanan langsung menghajarnya habis habisan. Dia tidak ada salah sama kamu. Aku yang salah telah bermain api dengannya. Jika kau kesal padaku maka aku siap kamu hajar sampai kamu puas, tapi jangan sakiti Alina, dia juga seorang perempuan yang rapuh Stella, Jangan pernah berani menyerangnya lagi. Harusnya kamu bersyukur Alina mau memaafkanmu atas kejadian kemarin. Karena dia menganggapmu kakaknya. Mas sudah tidak mengenalmu lagi, kau sudah sangat berubah, tingkah lakumu seperti preman pasar. Tiap kata kata yang keluar dari mulutmu selalu merendahkan dia, ada apa denganmu...!" Aku terdiam, mencerna semua tiap tiap kalimatnya, apa aku salah mendengar ? merekah memposisikan aku seolah olah aku yang paling bersalah dalam kasus ini, bukankah yang terjadi adalah sebaliknya, "Hahaha.... hebat sekali gundikmu ini. Haha... aduh, air mataku sampai menetes karena tertawa. haha...." Aku tertawa seperti orang gila, aku menatap sekitar, dimana putriku, ahh.. mungkin dia sedang bermain diluar pikirku. Tapi untung saja dia tidak disini menyaksikan kegilaan ini "Stella sudahlah, mari kita berdamai. hilangkan egomu. Mas sangat minta maaf padamu karena mas sudah mencurangimu, maafkan mas Stella" Dia mencoba menggenggam tanganku, tapi langsung kutepis. Aku tidak Sudi "Jadi sekarang menurutmu aku harus bagaimana mas? "Mari tinggal bersama kami dirumah ini, bersama anak anak kita seperti dulu lagi. kita akan hidup bahagia bersama sama, Mas, kamu, Alina dan kedua putri kita" APA,,, !!! aku tidak habis pikir dengan lelaki ini...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD