Bertemu Calon Suami

1215 Words
Malam nya Dina membawa Naya ke rumah Zio. Kini mereka sudah berada di depan rumah Zio, setelah satpam gerbang membukakan pintu gerbang nya. Naya tampak begitu tegang dan sangat cemas, hingga keringat membasahi telapak tangannya. "Tenanglah, tidak usah tegang begitu. Zio orang yang baik, ibunya juga. Jadi kamu tidak usah takut." Dina menggenggam tangan Naya yang berkeringat. " I iya, tapi tetap saja saya takut. " Jawab Naya dengan cemas, ketegangan dan kegelisahan tampak jelas dari raut wajahnya yang sedikit memucat. Dina hanya tersenyum kecil melihatnya. Mereka berdiri di depan pintu utama. Naya berusaha keras menetralkan detak jantungnya, membayangkan seperti apa rupa pria yang akan menjadi suaminya nanti. " Ceklek " terdengar suara pintu terbuka. "Silahkan masuk nona. " Seorang pelayan rumah tangga membuka pintu dan mempersilahkan masuk dengan sopannya. " Dina dan Naya tersenyum bersamaan. " Terimakasih kasih. " Lalu mereka mengikuti pelayan masuk ke ruang tamu. Naya mengedarkan pandangannya. Matanya terhenti saat melihat seorang pria berusia matang, namun masih terlihat sangat tampan dan berwibawa. "Bukankah itu pria yang telah menabrak ku waktu itu, jangan katakan kalau dia calon suami ku. Dia kan sudah tua, meski tampan sih." Menatap pria di hadapannya itu, tanpa ia sadari ada senyuman tipis di bibirnya. "Ayo!" Dina menarik tangan Naya, untuk duduk di sopa yang sudah di persilahkan oleh ibu Zio. "Selamat malam, saya ibu Zio calon suami mu." Sapa seorang wanita tua yang masih terlihat jelas sisa-sisa kecantikan di masa mudanya dulu. "Selamat malam nyonya, saya Naya Kharisma." Naya tersenyum canggung dengan hati deh degan. "Jangan tegang, biasa saja." Ibu Zio tersenyum dengan ramahnya, menelisik Naya dari atas sampai bawah. " I iya nyonya. " Berusaha rilex meski ternyata sangat sulit, kedua tangannya saling meremas. Sedangkan Zio hanya diam dengan dingin nya, tak ada respon apapun. Bahkan, dia asik memeriksa ponselnya. "Berapa usia mu? Sepertinya kamu masih sangat muda? " Heran kenapa gadis muda seperti Naya mau menerima pernikahan dengan anaknya yang berusia matang. " Usia saya 20 tahun nyonya. " Tersenyum dengan manis, padahal dalam hatinya begitu takut dan cemas. Zio membelalakkan matanya saat mendengar Naya menyebutkan berapa usia nya. Menatap lekat ke arah Naya, lalu menyipitkan matanya. "Sepertinya aku pernah melihat dia, tapi dimana? " Pikirnya. "Apa yang dilakukan Alena, sehingga dia bisa membuatmu mau menikah dengan putra ku? Apa dia membuatmu? " Pertanyaan ibu Zio membuat Naya merasa terpojok. "Aku harus jawab apa, tidak mungkin kan aku menjawab dengan jujur. Aaaah, aku harus bagaimana. " Bingung, hanya diam mematung dengan raut wajah yang cemas. " Tentu saja tidak nyonya, Naya gadis baik. Dia putri dari sopir di rumah saya, dia juga masih kuliah saat ini. Dia mau menikah hanya karena ingin meringankan beban orang tua nya. " Jawab Dina dengan lembut dan sopan. "Jadi menurutmu dia beban keluarga nya." Ibu tersenyum sinis. "Bu bukan begitu nyonya, maksudnya dia..." Belum selesai berkata, dengan cepat Zio memotongnya. "Bu, sudahlah cukup. Yang akan menikah itu aku bukan ibu. Jadi biarkan aku yang berbicara dengan nya. " Perkataan Zio yang tegas, membuat suasana terasa dingin mencekam. Naya menggusar wajahnya dengan kasar. " Tuh kan, ternyata dugaan ku benar. Orang tua ini calon suamiku. "Naya menjerit dalam hatinya. "Baiklah, silahkan kamu berbicara dengan nya." Ujar ibunya dengan muka masam, kesal kepada Zio. "Nona, ayo ikut dengan ku. " Zio berdiri dan melangkahkan kakinya menuju ke luar rumah. Naya bingung, lalu memandang ke arah ibunya Zio dan Dina bergantian. " Ikut lah dengan nya, jangan takut. " Ibu Zio berkata dengan lembut, ada senyuman dari sudut bibirnya. Naya mengangguk, meski takut dan gelisah. Namun tak urung dia berdiri dan mengikuti langkah kaki Zio. "Tunggu di sini." Zio Berkata dengan lebih lembut, dia pergi menuju garasi untuk membawa mobilnya. "Hemm, dia tidak segalak yang aku pikirkan rupanya." Tersenyum dengan manisnya menatap punggung Zio yang masuk ke garasi. Tidak lama kemudian Sebuah mobil mewah warna hitam sudah keluar dari garasi dengan Zio sebagai sopir nya. "Ayo masuk!" Zio berkata dari dalam mobilnya, Setelah kaca mobil terbuka. Dengan cepat Naya membuka pintu mobil dan duduk di samping Zio, lalu menutup kembali pintunya. Zio segera mengunci pintu mobil secara otomatis. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang mengeluarkan suara. Zio pokus nyetir dengan pandangan lurus ke depan dan Naya melihat ke arah sisi luar mobil. "Aku mau dibawa kemana ini?" Pikirnya, Naya mulai gelisah. "Gak perlu takut, aku hanya ingin kita mengobrol dengan bebas dan tenang tanpa gangguan siapapun. Hanya itu saja." Berkata dengan datarnya, dia dapat merasakan kegelisahan Naya. "Iya tentu saja tuan." Tersenyum dengan manisnya, padahal di hatinya bergemuruh rasa takut. Sayangnya Zio bisa menyadari hal itu. Ini adalah pertama kalinya Naya pergi dengan seorang Pria. Apalagi pria itu belum ia kenal sama sekali sebelumnya. Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah besar yang cukup mewah. " Turun! " Perintah Zio dengan dingin nya. "Iya tuan." Dengan cepat Naya membuka pintu mobil yang kuncinya sudah di buka otomatis oleh Zio, lalu segera turun dari mobil tersebut. Zio turun dari mobil dan berjalan masuk menuju ke dalam vila yang diikuti oleh Naya. Zio menekan bel, seseorang segera keluar dan membuka kan pintunya. " Selamat datang tuan? " Sapa seseorang yang merupakan pengurus rumah tersebut. " Hemm. " Hanya itu jawaban dari Zio. Mereka masuk ke sebuah ruangan yang merupakan ruang kerja Zio. Zio duduk di sebuah sopa yang besar dan empuk yang ada di sudut ruangan itu. Naya masih berdiri mematung di ambang pintu. " Kemarilah, duduklah! " Perintah Zio menepuk tempat duduk yang ada di sampingnya. " Huuuh " dengan sedikit rasa takut dan gelisah, terpaksa Naya menghampiri Zio dan duduk di sampingnya dengan kepala yang tertunduk. "Aku sudah membaca isi kontrak nya, ibuku sama sekali tidak tahu tentang perjanjian ini. Jadi jangan pernah mengungkit masalah kontrak di depannya. Mengerti! " Zio berkata dengan datar dengan raut wajah sedikit cemberut. "Iya tuan. " Menurut saja, iya kan saja biar cepat pikirnya. "Kamu masih sangat muda, mengapa mau menerima kontrak itu? " Pertanyaan Zio membuat Naya bingung. "Saya butuh uang untuk biaya rumah sakit ayah saya." Jawab nya sejujurnya. "Aku sudah tahu, karena itu sudah tertulis di kontrak dan Alena sudah mengatakan semuanya padaku. " Tersenyum kecut. "Kalau sudah tahu kenapa bertanya lagi, dasar aneh! " Dalam hati Naya. "Pertanyaanku bukan itu! Katakan alasan kenapa kamu mau menerima kontrak itu, kamu bisa menolaknya bukan! Usia saya sudah matang, beda usia kita hampir thn, kamu bahkan bisa jadi anak saya. Apa kamu mau saya adopsi? " Zio menyipitkan matanya diiringi tersenyum mengejek. " Apa? Apa dia sedang mengejek ku! " Jerit Naya dalam hatinya. "Awalnya saya memang menolaknya, tapi karena gak ada pilihan lain jadi terpaksa saya menerima nya." Jawab Naya dengan nada kesal. "Terpaksa, baiklah. Saya juga sama terpaksa. Kalau saja istriku tidak memaksa, saya pun malas melihatmu. " Menatap dengan rasa tidak suka. "Baiklah, baiklah. Aku memang jauh dari selera anda tuan, tapi jangan mengejekku begitu! " Dalam hatinya lagi. Naya tak cukup berani untuk mengungkapkan isi hatinya. Meski sebenarnya dia sangat ingin memakai pria dihadapannya ini. "Sebenarnya saya juga sangat malas melihat orang tua seperti anda." Naya menatap ke arah Zio dengan kesal nya. Akhirnya dia mampu mengeluarkan kata-kata untuk membalas Zio. "Rasakan! Kamu terus saja mengejekku, apa kamu pikir aku tidak bisa mengejek mu. Heheh. " Dalam hati Naya, tanpa ia sadari dia sudah tersenyum senang bisa mengejeknya meski dalam hatinya saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD