“Nggak ada yang Mas sembunyiin dari aku kan?”
Diam, hanya terdengar deru napas di antara kedua cucu Adam itu. Menatap satu sama lain dengan pandangan yang sulit dijelaskan hingga membuat suhu di ruangan meningkat, merasa dejavu dengan keadaan sekitarnya. Jenni berharap banyak jika Doni akan mengatakan yang sebenarnya, menerka-nerka kalimat yang akan keluar dari bibir Doni merupakan sebuah fakta tidak ada unsur rekayasa.
“Sembunyi? Ini Mas lagi sembunyi,” Doni berucap dengan semakin menekan kepalanya ke d**a Jenni, memejamkan mata dan menarik napas dalam.
“Mas,” tegur Jenni.
“Apa sayang?”
Jenni menjaga jarak dengan pria di dalam pelukannya, melonggarkan pelukan itu guna menatap wajah rupawan yang sedari tadi menyamankan posisi. “Aku serius, Mas.”
“Apa yang kamu pikirin hm? Ada masalah apa, sini cerita ke mas.”
“Aku nggak ada masalah Mas, aku cuma mau tanya nggak ada yang Mas sembunyiin dari aku?” tanya Jenni dengan lemah lembut, jemari perempuan itu berpindah mengusap rahang sang suami yang ditumbuhi bulu-bulu halus, memainkannya di sana sembari menunggu jawaban suaminya.
“Nggak ada sayang.”
“Yakin?” tanya Jenni sekali lagi.
Doni mengangguk, memeluk erat pinggang istrinya dan semakin menempel bagaikan perangko. Sedangkan Jenni hanya mengangguk ria, menarik selimut menutupi keduanya. “Sapa tahu Mas sebenarnya manusia serigala yang cosplay jadi manusia, makanya aku takut kalau deket-deket Mas.”
“Warewolf?”
“He em,” jawab Jenni mendengar pertanyaan Doni.
Pria yang memiliki kekayaan di atas usia rata-rata orang seumurannya itu tersenyum, memeluk istrinya semakin erat hingga sang empu merasa sesak napas. Seolah tidak mendengar, Doni semakin memeluk perempuanya hingga Jenni benar-benar merasa kesakitan.
“Arghhhh Mas sakit Mas…. Mas Doni sakit ihhh….”
“Hahaha iya-iya aku salah, maaf Mas….”
Jenni menjauh dari jangkauan Doni saat dia berhasil lepas dari pria mematikan itu, mengatur napas dan berdiri di samping ranjang dengan waspada. “Ah udah ah Mas, aku nyerah,” ucapnya dengan mengangkat kedua tangan ke atas.
“Come here baby girl.”
Perempuan itu merasakan aura gelap yang menyelimutinya, aura-aura hasrat yang harus di penuhi. Ah tidak dirinya masih terlalu dini untuk merasakan kenikmatan dunia itu, terlalu awal baginya untuk melakukannya.
“Eh Mas kayaknya ada paket yah dari luar, bentar yah aku mau lihat dul- MAS!”
Ucapannya terpotong saat Doni dengan tiba-tiba menarik tangannya dan melemparkannya ke arah ranjang. Mengukung tubuh kecilnya dengan tubuh besar itu, mengunci kakinya hingga tidak bisa bergerak. Tak lupa juga Doni menyatukan kedua tangannya ke atas, posisi ini sangat dekat hingga nafas Doni menerpa wajah ayu miliknya.
“Sayang.” Bulu kuduk Jenni berdiir mendengar kalimat sakral itu, sang suami berucap tepat di samping telinganya. Bahkan saat ini dia rasakan bibir tipis itu telah mengecup daun telinganya.
“Cantiknya mas.”
Cup
Kecupan ringan mendarat di leher mulus Jenni, membuat sang empu semakin gelonjotan bagai cacing kepanasan. Jenni mengulum bibir menahan mati-matian suara yang akan keluar dari bibirnya, menggerakkan tangan mencoba lepas dari siksaan yang akan membuatnya terlena.
“Mas suka gigit yah?” tanya Doni yang tidak berhenti mengecup lehernya.
“Emhh…”
“Jawab sayang.”
Doni tidak menghentikkan aksinya hingga sang istri mau bersuara, mengeksplor seluruh area leher hingga bahu. “Ayo jawab cantik.”
Jenni menyerah, perempuan itu mengangguk dan berkata semampunya. “Iyahh Mashhh suka gigit!”
“Like this?”
“Ahh….”
Jenni mengutuk dirinya sendiri karena tidak mampu menahan apa yang selama ini dia tahan, perempuan cantik itu lemas tak berdaya hingga akhirnya sang suami melepaskan tangannya. “Do you like it baby?” tanya Doni dengan suara serak.
“You wanna more hm?”
Bibir seksi itu tidak berhenti mengecup leher mulus di depannya, menggoda sang istri dengan segala cara yang dia bisa. Perempuan ini memang harus diberi pelajaran agar segera jera dan tidak mengulangi kesalahan yang dia perbuat, memancing nafsunya adalah kesalahan besar.
“Aku kalah, aku kalah dari Mas Doni.”
Perempuan yang menyandang gelar sebagai istri muda itu terdiam mengatur napas, memeluk bahu suaminya sebagai tumpuan. Dia tidak peduli dengan kekehan pelan yang dikeluarkan Doni, ia yakin jika pria ini sedang menertawainya. Pria yang selalu tidak ingin mengalah darinya itu benar-benar melakukan segala hal untuk membuatnya takluk.
Kedua cucu Adam itu masih saling mengatur napas, Jenni yang mengatur napas akibat perbuatan Doni kepadanya, dan juga Doni yang terpancing karena ulahnya sendiri. Jemari besarnya bergerak menurunkan baju yang dipakai Jenni hingga sebatas bahu, membuat perempuan yang tadinya terpejam kembali membuka mata dengan waspada. Tangan Doni bergerak, namun saat itu juga Jenni mengehentikannya.
“Mas mau lanjut?” tanya Jenni dengan penasaran.
Doni mengangguk.
“Sekarang?” tanyanya sekali lagi.
Doni kembali mengangguk.
Jenni gelagapan, ia bergerak gusar mencoba mengatakan hal yang tidak ingin dia katakan sebenarnya. “A-aku be-belum be-”
Belum selesai perkataan yang keluar dari bibir sang istri, Doni segera memotongnya. “Iya nggak papa, Mas main atas aja,” ucap Doni yang lansung melancarkan aksinya. Genggaman erat dan erangan lembut yang keluar dari bibir Jenni semakin menambah nafsu dari dalam dirinya. Membuat jiwa pejantan dalam dirinya semakin meronta-ronta.
Doni tidak ingin membuang-buang waktu, sudah lama dirinya hidup dalam dunia semu dan jauh dari istilah suami istri. Di sia-siakan hingga di manfaatkan berbagai wanita sudah dia alami, dia tidak ingin mengulang itu semua. Jenni adalah perempuan yang dia cari, tidak neko-neko dan mau diatur olehnya. Jenni mampu menjalankan tugasnya sebagai istri sekaligus menjadi mahasiswa semester akhir yang harus menyelesaikan tugas skripsinya, selalu melayani dan menghormatinya.
***
Angin malam berhembus hingga menusuk kulit, menyadarkan semua orang yang ada di sana untuk segera bangkit masuk ke dalam rumah masing-masing. Angin malam terlalu kejam untuk semua orang yang sedang kelaparan, tidak untuk mereka yanb bergelimang harta.
“Sudah aku katakan kepadamu jangan sampai ada lalat yang masuk ke dalam rumahku, kau tidak bisa melakukan hal kecil ini?”
“Saya masih berusaha, Tuan.”
Tiga gepok uang merah telah disodorkan kepada seorang pria bertato di depannya, memberikan sebuah foto lawas seseorang yang menjadi target dari aksi yang telah direncanakan dari jauh-jauh hari. “Jika hal kecil ini mampu kau selesaikan tanpa jejak, dan bersih. Aku pastikan Ferrari di dalam garasi itu akan menjadi milikmu seutuhnya.”