Don’t Look Back

1031 Words
"Mel ... Maafin gue. Gue gak tau kalo abang gue segila itu. Gue siap bantu lo. Tapi tolong lepasin gue, gue gak ada sangkut pautnya sama dia woy … Mel, ayolah, masa lu begini sama sahabat lu sendiri? Mel … Melisaaaa.” Dessy mencoba mengiba ketika dia duluan yang ketangkep, setelah laporan Mel dan Nathan diproses pihak kepolisian. Sementara Rendy, kedua temannya yang sempat Mel lihat masih dalam pengejaran. Satu di antara para pelaku, tidak bisa Mel kenali ciri-cirinya. Dia hanya mengingat suaranya, lelaki itu masih dalam penyelidikan polisi. Mel mencoba menulikan pendengarannya, dia tidak mau perduli lagi, tapi suara Dessy masih saja terdengar, berusaha memanggilnya. Mel tidak tahan dengan itu, dia berbalik lagi, kedalam ruang interogasi. “Sahabat? Sahabat kata, lu, Des? Sahabat macam apa yang rela menjual temannya ke kakak sendiri? Sahabat macam apa yang rela SAHABATNYA sendiri dikerjain, diperkosa, dilecehkan, disiksa, demi uang trasnferan, JAWAB!!!” Mel tidah tahan lagi, dia mendaratkan tamparannya ke wajah Dessy dengan sekuat tenaga. Polisi juga Nathan, berusaha melerai, Mel terjatuh, terduduk, dia menangis, setragis ini kah kisah hidupnya? Bangkrut, jadi gembel, ditinggal mati papa, diperkosa, gak punya masa depan lagi. Bahkan sahabat satu-satunya yang dia percaya, sebagai sesama wanita, rela menjualnya. Lalu buat apa lagi dia hidup? Bagaimana lagi dia menghadapi kehidupan kedepannya? Dessy tertawa, terbahak-bahak, membuat seisi ruang interogasi bingung. “Lu pantes dapetin semua itu, perempuan munafik, sok kecantikan, sok tajir. Sedikit kekurangan seperti yang lu dapet sekarang, gak akan ngebuat idup lo miskin. Punya bapak kaya, mobil gonta-ganti, popular di kampus, selalu jadi asisten dosen, dikelilingi cowo-cowo tajir, dan kece, macam Nathan ini contohnya. Cuma keilangan perawan mah gak seberapa, dengan sakit hatinya gw yang setiap saat nempel kayak tai mata sama lu, tapi gak pernah dapet sedikitpun perhatian yang sama dengan apa yang lu dapet. LU PANTES DAPETIN ITU SEMUA, PANTAS!!!” Mel terdiam, jadi selama ini, Dessy iri kepadanya, iri dengan semua yang dia punya, Dessy hanya melihat dari apa yang nampak, dia gak tau kalo Mel sudah tidak punya apa-apa lagi. Tapi ya sudahlah, toh semua sudah terjadi. Dessy pun akan dihukum sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan Rendy, itu Rendy beserta kedua temannya, terima kasih tuhan. Kau sudah membuat mereka merasakan apa yang sudah seharusnya mereka dapatkan. “Mel, lu gak apa-apa? Pulang, yuk. Biar polisi ngurus semua, kita udah cukup sampai di sini, lu butuh istirahat, kita juga belom makan, kan? Gw laper, Mel …” Nathan menuntun Mel ke mobil, Mel tidak bicara sedikitpun, tatapannya kosong. Mel benar-benar terguncang, selama perjalanan, Nathan mencoba untuk mengajaknya ngobrol, nihil. Mel diam seribu bahasa, bahkan ketika Nathan memutuskan untuk memesan makanan sendiri, dan mulai menyuapkannya ke Mel, Mel hanya membuka mulutnya, mengunyah, membuka mulut lagi, dan mengunyah lagi. Hingga habis makanannya, kemudian Nathan memberi peremphan itu obat sampai akhirnya Mel tertidur. Nathan memutuskan menginap di sana, dia tidak bisa meninggalkan Mel dalam keadaan seperti ini, ketika akan tidur, Mamak menelponnya. “Bagaimana keadaan Mel, Nak? Apa dia sudah tidur? Kalian sudah makan? Bagaimana pemerkosa yang menyakiti Mel? Tega bener, mereka, kenapa, Nak? Apa alasan mereka berbuat begitu?” Mamak terisak di ujung telpon, Nathan mencoba menenangkannya. Dia berusaha menyampaikan bahwa Mel sudah jauh lebih baik, bahwa sekarang penjahatnya sudah ditangkap, hanya satu orang lagi yang masih dalam penyelidikan, karena tidak meninggalkan jejak apapun. “Mel akan baik-baik saja, Mamak, tenang, ya. Nathan akan jaga dia.” Walaupun Nathan pun mengucapkan itu dengan penuh ragu, turut mempertanyakan dalam hatinya, apakah Mel akan baik-baik saja? Apa yang harus dia lakukan, bagaimana hidup Mel kedepannya? “Arrrgggghh … sudahlah, nanti lagi akan kupikirkan, bagaiman, aku butuh tidur.” *** Dan ... Di sinilah Melisa. Setiap malam hanya melayani nafsu para hidung belang. Setelah selesai kuliah. Dia melamar pekerjaan pada sebuah hotel, mencoba bertahan di tengah gegap gempita ibu kota yang menuntut kesigapan para penghuninya untuk berjibaku ikut dalam perlombaan bertahan hidup. Siapa yang kuat dia yang menetap, siapa yang lemah siap-siap kalah dan menyerah atau mati. Menjadi seorang PR. Membuatnya mengenal banyak orang Pengalaman buruknya dengan Rendy, Dessy, dan komplotannya membuat Mel tak perduli lagi hidup. "Jika sudah rusak dan kotor. Hanya 2 kemungkinannya. Di buang atau di daur ulang. Tapi diperlakukan tetap sama. Lebih baik di daur ulang, di poles sediki dan menghasilkan," ucapnya pada diri sendiri, ketika mematut diri di cermin, tersenyum, sesaat sebelum pak Jamie menjemputnya. Sudah banyak malam Mel habiskan dengan duduk berlama-lama di bar, minum, mabuk, menunggu laki-laki kesepian yang butuh teman tapi tajir. Demi meluluskan semua kebutuhan Mel. Tak jarang Melisa menghabiskan malam-malam panjangnya di sebuah bar. Yang berujung pada mabuk. Dan ... Di sanalah Nathan. Selalu saja di telpon bar untuk menjemput Mel. Hampir setiap malam. Sampai suatu saat. Malam itu. Melisa seperti biasa. Mabuk dan di jemput Nathan, sampai di rumahnya. Melisa tidak mau melepaskan pelukannya pada Nathan. Dia menggoda Nathan, merayu, hampir saja Nathan terbawa suasana, lagi ... "Cukup Mel. Kau tidak bisa hidup seperti ini terus. Perbaikilah dirimu. Aku sudah muak dengan apa yang kau lakukan. Jika saja aku tidak berucap janji dengan ayahmu. Jika saja kau tidak seperti ini. Berhentilah." Mel yang setengah sadar, dan masih terpengaruh alkohol. "Jangan mengajariku tentang hidup. Tuhan saja sudah tidak perduli lagi padaku. Papa, mati, perusahaannya bangkrut. Anita, adik tiri papa yang merupakan keluargaku dan kuharap bisa menyayangiku, melindungiku, menjagaku, satu-satunya tidak lagi perduli. Kau ingat Rendy??? Dia merusak harga diriku, memperkosaku, mengambil paksa kehormatanku. Apalagi yang bisa kupertahankan? Apalagi yang bisa kulakukan? Kau hanya bicara, kau tidak pernah mengalami apa yang aku alami. Lulus kuliah kau langsung diangkat asdos. Ayahmu ... Walaupun dia meninggalkan kau dan ibumu. Tapi dia juga meninggalkan warisan. Hidupmu enak Nathan." Kesal dengan apa yang Mel katakana, mual dengan alasan yang selalu diputar-putar, tanpa ada semangat untuk menjadi manussia lebih baik, Nathan membuka dompetnya. "Ini ... tiga juta rupiah, aku menjemputmu memang sengaja ingin menyampaikan ini, besok kau ambil cek di kantorku. Gunakan untuk keperluanmu, perbaiki dirimu. Bekerjalah dengan baik, Aku ingin kau berubah. Semoga ..." Nathan meninggalkan Melisa, dadanya penuh sesak. Dia mencintai Mel. Tapi tidak bisa seperti ini, rumah tangga macam apa yang bisa dia bangun. Jika wanitanya tidak berubah. “Mamak ingin kau menikah dengan wanita yang sudah kau kenal luar dan dalamnya, baik dan buruknya. Bukan yang menutupi keburukannya dengan kebaikan tapi yang menunjukkannya dan membuatmu bisa menerimanya. Karena menikah bukan perkara syahwat, tapi juga penerimaan dan tanggung jawab.” Nathan teringat ucapan mamak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD