bc

Dear Bumi

book_age18+
531
FOLLOW
2.6K
READ
family
forced
brave
drama
sweet
childhood crush
enimies to lovers
first love
secrets
like
intro-logo
Blurb

Ketika hidup mengharuskanmu memilih untuk tinggal dan bergelimang dengan masa lalu atau bangkit dan melangkah menuju masa depan cerah. Pilihan ada di tangan Nathan, tetapi Melisa, wanita yang selalu menggantungkan harapan hidup padanya, entah bagaimanapun caranya Nathan berkelit.

Belum lagi desakan bapak yang memaksa Nathan untuk menikah dengan Renatha agar semua hartanya tidak jatuh ke tangan orang lain, maka bu Lasti, ibu Renatha melakukan hal yang membuat semua oang tercengang.

Akankah Nathan mampu bangkit meninggalkan masa lalu dan meraih masa depan atau menerima masa lalu dan berbahagia dengan itu?

chap-preview
Free preview
They Call Me Nathan
Seorang pria tampan. Tinggi. Hidung mancung dan wangi mematut dirinya di cermin, celana khaki dan kemeja panjang dilengkapi dengan jas berwarna senada tidak pernah gagal membuatnya tampan dan tampil sempurna. Setelah memeriksa semua detail penampilannya, dari ujung rambut hingga ujung kaki, dia siap untuk meluncur ke kantor. Jalanan kota Jakarta yang sudah macet ini, akan lebih macet ketika lima menit saja telat keluar dari rumah. Demi menghindari rentetan mobil yang tidak berhenti mengeluarkan suara klakson, belum lagi polusi udara yang disebabkan debu, asap. Bukan nyaman Nathan tinggal di sini, tetapi memang harus ini yang setiap hari dia hadapi, demi kemajuan perusahaan, Mo. Corp Food Suplier yang sudah dirintisnya sejak beberapa tahun belakangan. Sampai di lobi perusahaan, setelah sekali lagi memeriksa semua penampilannya, keluar dari SUV keluaran terbaru, membuat tak lepas tatapan wanita disekitarnya. "Selamat pagi, Pak." Satpam kantor itu menyambut dan membukakan pintu, senyum tipisnya terurai. Meyakinkan bahwa tidak ada seorangpun yg tidak terpesona melihatnya. "Pagi pak Andi. Selamat bekerja." Setelah menyapa semua karyawannya sepanjang jalan menuju ruangan, Nathan sudah ditunggu dan disambut oleh Reni, sekertaris pribadinya, yang mulai merapal kegiatan Nathan hari ini, "Selamat pagi pak Nathan. Jadwal hari ini. Ada meeting dengan perwakilan Mitra Corp. Jam 10 pagi ini, meeting dengan perwakilan dari PT. Palembang Sentosa. Jam 3 sore bapak ada janji dengan ibu Sandra di butik untuk mengukur jas kerja bapak, lalu jam 17.00 ada janji temu dengan designer yang akan mengubah design indoor ruangan bapak, Dan ... " "Saya mau nelpon mamak dulu di Karang." Reni sekertaris pribadi Nathan pun tak bisa membantah. Jika bos nya itu sudah bilang seperti itu, karena sudah menjadi kebiasaan Nathan menelpon mamak, sebelum memulai semua aktivitasnya, setiap hari. * "Assalamualaikum, Mak. Bagaimana puasa hari ini?" Yang di seberang telpon hanya tertawa renyah. "Kau Nathan ... Baru saja sahur tadi kau telpon mamak. Baru beberapa jam saja pertanyaanmu seperti seabad kita berpisah. Puasa mamak lancar, Nak. Mamak baru selesai dhuha. Kamu sudah dhuha, belum?"   "Aku rindu mamak. Tapi pekerjaan di sini belum bisa kutinggalkan. Aku belum dhuha mak. Habis telpon mamak aku akan dhuha. Apa rencana yang mau mamak masak hari ini? Aku rindu soto santen daging buatan mamak dan santen lele campur toge, masakan andalan mamak. Jangan lupa sambel terasi dan lalap labu siam muda yang direbus, aduuuh … Mamaak, jadi laper aku." Begitulah obrolan mengalir, menelpon mamak di Lampung adalah agenda Nathan setiap pagi, sebelum memulai aktivitas, meng-Aamiin-kan doa mamak menjadi sumber kekuatan yang tidak pernah gagal membantunya melewati hari. Jika tidak diharuskan memulai aktivitasnya dan dokumen-dokumen yang sudah harus dibaca, rasanya Nathan tidak ingin mengakhiri telpon itu. Setelah selesai ngobrol dengan mamak, entah kenapa beban berat yang beberapa minggu ini membuatnya lelah, sedikit berkurang, matanya terpejam. Dia rindu sekali dengan mamaknya tercinta itu. Ingin rasanya saat ini juga dia terbang ke Lampung, Menemuinya. Tidak ada yang pernah membuatnya serindu itu akan kampung halamannya, betapa banyak kenangan akan masa lalu, bahagia, mamak dan bapak yang masih bersama, mereka bahagia, bertiga, hingga cinta pertama yang Nathan rasakan, dan memorinya terbang ke beberapa tahun silam, Thamara, cinta pertamanya di SMA yang membuatnya semangat untuk menjalani hari, berhenti bolos, dan mulai merangkai mimpinya. Ah ... "Semoga dhuha bisa menenangkanku. Bismillah." * Jam 11.30 siang. Saat Nathan akan keluar dari ruangannya, Reni menghampiri. "Ibu Melisa ada di lobi pak. Dia memaksa resepsionis untuk diantarkan menemui Bapak, satpam sudah coba melarang, tapi dia memaksa dan membuat sedikit keributan, memancing perhatian orang-orang, Pak." "Apalagi maunya perempuan itu, bilang saja saya tidak di tempat." "Baik pak. Saya akan ..." belum sempat Reni ke bawah, menemui Melisa, tiba-tiba pintu ruangan Nathan terbuka, sedikit di dobrak. "Hai Nathan sayang. Kenapa sih kau terus saja menghindariku." Dengan wajahnya yang tidak bisa dipungkiri cukup menarik, dengan hidung mancung yang ditingkahi dengan senyum manis dari bibirnya yang imut, dan penampilannya hari itu, sempurna.   Nathan terpaku, sekejap otaknya berhenti, demi mengagumi dalam diam, Melisa, wanita ini tidak pernah gagal membuat terkesima dalam semprunanya penampilan, tapi … Nathan mengibas pikiran-pikiran lain yang mulai menyerangnya. * "Satu lagi manusia berani memotong kata-kataku. Akan kusumpal mulutnya dengan kertas." Gerutu Reni dalam hati. Sembari keluar dari ruangan Nathan. "Bagaimana bu Reni. apa kami harus mengusir paksa ..." "DIAM. Tunggu saja di depan ruangan pak Nathan. Jika dia perlu kalian. Dia akan memanggil." perasaan kesal Reni belum juga hilang. Kedua satpam pun terkesiap, sadar akan perangai Reni yang garang jika sedang marah, mereka pun hanya mengangguk. Sementara di ruangan Nathan, Mel duduk berhadap-hadapan dengannya, “Ada perlu apa lagi, Mel? Rasanya bulan ini aku sudah mengirimi mu uang, selalu tidak cukup, tidak akan pernah cukup jika gaya hidup dan caramu membelanjakan uang masih sama seperti ini, kenapa tidak kau coba untuk berhenti dulu sejenak, coba renungkan lagi, bagaimana kau akan menghabiskan hidupmu, akan seperti ini kah sampai nyawamu dicabut tuhan?” Nathan meradang, andai saja, iya andai saja Nathan tidak dipaksa berjanji mengurus Mel oleh ayah Mel seketika saat sakaratul maut menjemput, andai saja Mel tidak seperti ini, andai saja … otak Nathan dipenuhi dengan segala pemikiran yang membuatnya bad mood untuk menjalani hari itu. “Tenang saja, aku kesini bukan mau minta uang lagi, aku juga masih bisa menghasilkan uang sendiri, dengan caraku, CATAT, DENGAN CARAKU.” Mel sedikit mencondongkan tubuhnya, setelah sesaat tadi menghampiri Nathan dan memutuskan untuk duduk di sebelahnya. Keadaan menjadi canggung, Nathan mencoba untuk bangkit dari duduknya, tapi ditarik dengan sedikit hentakan oleh Mel yang memaksanya harus duduk kembali. Mereka terlibat pembicaraan yang sebenarnya membuat Nathan kesal, dia ingin sekali segera mengusir perepuan yang ada di depannya ini, mencoba merayu di siang bolong, ketika puasa, dan sebentar lagi … adzan, Nathan bersyukur, dia diselamatkan oleh adzan, karena mau tidak mau Mel harus memberikan Nathan izin untuk pergi. “Aku mencintaimu, kau tau itu, kan? Aku tidak minta apapun, aku hanya ingin kau memberiku sedikit saja waktu dan satu kesempatan untuk membuktikannya, aku memang bukan perempuan sempurna, baik, dan alim apalagi berhijab, aku hanya bisa berjanji, aku akan berusaha segenap jiwaku, untuk memperbaiki diri, demi kamu, Nat.” Sepeninggalan Mel, yang masih menyisakan denging di kuping dan otaknya yang dipaksa bekerja, bagaimana dia harus menyikapi Mel. Tidak dipungkiri, Nathan juga memiliki rasa yang sama, tapi pernikahan macam apa yang dia harapkan akan dibangun dengan wanita seperti Mel? Belum lagi kelebar masa lalu yang masih saja belum pergi dan masih menghantui. Aaarrghh … Nathan menjambak rambutnya, hidup serasa lebih suram, entah kenapa jadi serumit ini, dia toh tinggal menolak Mel, menolak lagi, lagi, dan lagi, hingga Mel bosan, hanya saja, di setitik hatinya, di susut yang kosong itu, ada sedikit harapannya akan kebaikan dan Mel yang berubah. Air wudhu, membuatnya sejenak tenang, takbir yang membahana di masjid ini, membawanya ke suasana khidmat. Allah tempat berpulang segala hal, Nathan melepaskan semua nya, salat adalah waktu terbaik untuk istirahat dari pikuk dunia.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

PLAYDATE

read
118.9K
bc

Mrs. Fashionable vs Mr. Farmer

read
424.9K
bc

Chain Of The Past ( Indonesia )

read
4.1M
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

f****d Marriage (Indonesia)

read
7.1M
bc

Marry Me If You Dare

read
223.7K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
471.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook