20

1605 Words
Malam itu, Rania sudah selesai makan. Ia hanya tinggal menunggu Seno dan Nika selesai makan saja, nanti mereka akan pergi jika sudah selesai. Sebenarnya Rania sudah tidak tahan jika ia harus ada disini dengan Randra yang beberapa kali meminum minuman beralkohol itu. Namun Rania bingung karena meskipun sudah meminum beberapa gelas, tetap saja Randra tidak mabuk juga. Begitu pun juga dengan teman Randra yaitu Atlas yang sekarang masih bisa di ajak mengobrol dengan sungguh dan topiknya juga nyambung. "Tapi gua lihat-lihat nih ya, emang Lo berdua tuh cocok banget sih." ujar Atlas yang kini memecahkan keheningan yang terjadi diantara mereka juga. Hal itu langsung membuat Randra dan Rania menatap tajam ke arah Atlas. Cocok darimana pikir Randra dan Rania, mereka berdua sangat tidak cocok karena buktinya juga mereka sering sekali berantem berdua juga. Tak ada kecocokan sama sekali antara mereka, yang ada malah rasa sakit juga. "Lo buta atau gimana deh?" tanya Rania kepada Atlas, meskipun ini pertama kalinya ia bertemu dengan Atlas tapi jika Atlas sudah menganggu ya seperti ini ia akan siap jika harus debat dengan Atlas yang sangat cerewet ini. "Loh gua ga buta weh, gua masih bisa lihat dengan jelas kok." ujar Atlas membuat Seno dan Nika rasanya ingin memplester mulut dari Atlas tersebut. Aduh itu mulut si Atlas ga bisa di rem apa ya. Padahal baru sekali ketemu juga udah kayak gini aja. Duh gimana ini deh. Batin Nika ketakutan. Pasalnya tadi mereka sudah berhasil membuat Rania dan Randra terdiam tapi jika Atlas memancingnya seperti ini kemungkinan besar akan ada war lagi. "Tapi gue rasa lo buta sih, lu nggak lihat gue sama dia nggak ada cocok- cocoknya? Justru gue sama dia itu kelihatan kayak musuh kalau nggak. Heran ya gue sama orang-orang kaya lo kenapa masih bisa bilang kalau gue sama dia cocok." ujar Rania dengan kesal kepada Atlas yang kini melihatnya. "Ya, nggak usah deh lu bilang kayak gitu lagi Tlas. Nggak akan ada gunanya juga dan ga akan mengubah apapun juga sih. Selamanya nya dia enggak akan pernah cinta sama gue. Seperti apa yang tadi dia bilang sama kita. Tentu dia bilang kayak gitu karena dia udah yakin sama dirinya sendiri kalau dia nggak bakalan pernah cinta sama gue." ujar Randra menimpali. "See? Temen Lo aja udah nerima kalau emang gue sama dia itu enggak bisa. Dan itu nandain kalo temen lo itu nggak pernah bener-bener sayang sama gue. Syukur banget gue nggak pernah terjebak sama dia, gue nggak pernah mikir kalo dia bener-bener cinta sama gue dan akhirnya gue ngebales cinta itu yang ternyata hanya cinta palsu." Ujar Rania kepada Atlas tersebut. "Emang nggak pernah tahu ya Rania seberapa gue berjuang buat lo? Gue kira lo yang buta. Lu buta mata dan buta hati. Atau lu sebenarnya tahu tapi lu nggak mau tahu tentang hal itu? Lo makanya kan semua pikiran lu tentang itu semua memori yang awalnya ada ada tentang itu tapi lu berusaha buat cut memori itu. Gue kurang se pejuang apa sih buat lo Rania? Bahkan semua orang tahu gimana perjuangan gue buat lo. Cuman lu aja yang enggak tahu dan lu nggak paham sama semua ini." ujar Randra kepada Rania. "Coba ingat apa aja yang pernah gue lakuin buat Lo. Kalau itu bukan sebuah perjuangan Lo pikir itu apa selama ini? Gue nggak mungkin ngelakuin hal kayak gitu itu untuk orang yang enggak gue sayang. Bahkan gue cuman ngelakuin hal-hal kayak gitu buat lu aja Rania. Dan lo masih bilang kalau gue sama sekali enggak ada perjuangan buat dapetin lo? Mata hati lo udah ketutup sih." ujar Randra yang kini masih tak percaya dengan hal itu. Padahal Rania pun juga sudah membahas itu tadi saat mereka masih di sekolah. Namun tetap saja anda merasa bahwa hanya hanya pura-pura tidak tahu saja karena Rania ingin jika dirinya berhenti mencintai Rania. Yang harus ran ia tahu bahwa ia tidak bisa berhenti mencintai Rania sampai kapan pun. "Gue nggak ngerti kenapa lu bilang kayak gitu ke gue. Gue merasa nggak ada perjuangan apa-apa buat gue. Itu perasaan gue, kalau menurut lo dan temen-temen lo selama ini lo udah berjuang buat gue ya silakan itu kan pendapat kalau sama temen-temen lo bukan pendapat gue. So jangan pernah samain pendapat gue sama pendapat lo karena itu akan berbeda sekali." ujar Rania membuat Randra kini tersenyum sendirian memikirkan perkataan itu. "Rania, Rania hei sadar itu bukan cuma pendapat gue sama temen-temen gue. Lah kan temen lu pun juga ngerasa kalau perjuanganku itu sudah maksimal buat lo. Jadi di sini cuman lu aja yang nggak bisa ngelihat perjuangan gue itu. Karena lu emang nggak mau nerima gue kan dari awal? Cuman karena kacamata hitam gue. Sorry tentang itu, tapi gue bener-bener nggak bisa lepasin itu dengan alasan yang gue nggak bisa ceritain ke lo. Karena sesuai yang lu bilang kalau kita nggak ada hubungan apa-apa dan kita juga nggak sedekat itu untuk saling bercerita." jawab Randra pada Rania. "So sorry ya Randra, gue cuman ngerasa aneh aja sih kenapa lu bisa tanpa kacamata hitam lo itu di malam hari sedangkan kalau siang lo sama sekali nggak bisa? Bahkan guru nggak ada yang berani negur Lo. Gue kaya heran aja padahal ada aturan di sekolah yang nggak ngebolehin siswa pakai kacamata hitam waktu pembelajaran. Kecuali kalau dia emang sakit, tapi lo sama sekali nggak sakit lu benar-benar sehat dan lu pakai kacamata hitam lu itu as always everyday. Wajar dong kalau gue penasaran? Dan jangan pernah lo bilang kalau gue nolak kalau karena kacamata hitam lo itu. Gue nolak rok karena gue mah nggak punya perasaan apa-apa sama lu." ujar Rania tersebut. "Kalau yakin nggak punya perasaan apa-apa sama gue? Kenapa gue jadi nggak yakin kalau nggak punya perasaan apa-apa sama gue? Karena dengan lo penasaran tentang gue itu berarti lo punya ketertarikan sama gue. Lo tanya tentang hal itu dan jawaban gue masih sama, gue nggak akan cerita apapun karena gue sama lu belum ada hubungan apa-apa. Kadang ada hal yang gak bisa kita ceritain ke orang lain Rania." ujar Randra yang padahal Randra sendiri sudah pernah mengatakan hal itu kepada Rania dulu. "Gua udah bilang kalo gua tuh cuman perduli sesama manusia aja. Lagi pula manusia kan makhluk sosial." ujar Rania yang lagi-lagi beralasan. Sementara mereka berdua masih saling berdebat lagi, sekarang ini Seno sedang melihat handphonenya dan ternyata saat ini juga ia diminta untuk menjemput nenek dan kakeknya di bandara karena mereka tiba-tiba saja datang dan tidak ada yang bisa menjemput mereka. Maka dari itu yang diminta untuk menjemput. Seno bingung harus bagaimana karena ia sekarang masih bersama dengan Nika dan Rania. Namun saat ini ia memiliki pikiran untuk menitipkan Nika dan Rania ke Randra. Ia sama sekali tidak bermaksud untuk menelantarkan mereka tapi ia sekarang memang harus pergi juga. "Sorry guys gue intruksi sebentar ya. Sebelumnya gue mau minta maaf tapi gue kayaknya enggak bisa di sini terus karena sekarang gue harus ke bandara jemput nenek sama kakek gue yang baru aja datang. Randra, sorry sebelumnya tapi gue boleh nggak kalau titip nikah sama Rania dan lo anterin pulang mereka. Karena daripada mereka pulang pakai angkutan umum mending mereka pulang sama orang yang di kenal sama mereka aja." ujar Seno membuat Rania kini menatap ke arah Seno yang seenaknya saja mengatakan hal itu kepadanya. Ia tak mau jika harus pulang dengan Randra. "No, gue lebih baik naik angkutan umum daripada gue harus balik sama dia. Tenang aja sih sekarang jemput aja pakai sama nenek lo gue nanti sama Nika bakalan balik dengan aman pakai angkutan umum." ujar Rania yang membuat Seno menjadi tidak tega kepada mereka tapi saat ia akan mengatakan sesuatu lagi, Nika sudah mengatakan kepada Seno untuk berhenti karena tidak ada gunanya juga jika Seno memaksa kehendak Rania. "Ya udah kalau gitu gue balik dulu, sekali lagi gue minta maaf karena harusnya gue bisa bawa lu berdua balik tapi ini benar-benar mendadak banget. Nggak ada yang bisa jemput nenek sama kakek juga jadi harus gue yang jemput mereka." ujar Seno yang masih merasa tidak enak sekarang ini. "Nggak papa sayang, ih cepetan kamu berangkat nanti opa sama oma kamu malah nunggunya lama lagi. Hati-hati di jalan ya sayang." ujar Nika. Kini Seno sudah pergi dari sana. Saat ini hanya tinggal mereka berempat saja dengan Nika yang belum selesai makan. Padahal Rania sudah ingin pergi duluan dari sana mengingat ia sudah tidak lagi bisa disini. Randra memang sudah berhenti minum sejak beberapa saat yang lalu begitupun juga dengan atlas. Dan mereka berdua masih terlihat sadar sepenuhnya. Sepertinya kadar alkohol yang diminum oleh mereka tidaklah banyak jadi mereka masih bisa sadar tanpa terlihat seperti orang yang sedang mabuk. "Rania, kita ikut sama Randra aja ya pulangnya. Bukannya gimana-gimana tapi kalau tahu ini udah malem kan gue cuman takut kalau terjadi apa-apa sama kita di jalan. Jadi menurut gue better kalau kita diantar Randra. Lo mau kan nganterin gitar Randra?" tanya Nika dengan hati-hati juga. "Gue mau aja nganterin lu berdua tapi temen lo itu mau nggak gue anterin? Gue cuma mau ngasih tahu ke lo aja kalau di sini itu susah banget buat cari angkutan umum. Mau pesan online pun juga susah banget nemunya. Jadinya gue saranin kalau berdua ikut gue aja. Lagipula gue bakal nganterin lu sampai pulang ke rumah lu dengan selamat, gue juga nggak akan ngapa-ngapain lo." ujar Randra mengatakan hal itu kepada mereka berdua. "Tuh kan Rania, susah banget lu cari angkutan di sini. Mending kita ikut Randea aja ya? Please kali ini aja percaya sama gue kalo lo mau pulang dengan selamat." ujar Nika dan akhirnya Rania pun mengangguk juga. "Ya udahlah kan nggak ada lagi pilihan. Lo beneran ga mabuk kan sekarang? Ntar malah kenapa-kenapa lagi kita." ujar Rania tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD