"Sadarlah, aku ada di atasmu, lho."
Langsung saja kudongakkan kepalaku dan ternyata benar, ada sosok lelaki aneh bermuka suram dengan rambut putih, memakai sebuah jubah hitam dan jari-jarinya bercahaya.
"Siapa kau?" Dan akhirnya, setelah sekian lamanya, aku berbicara.
"Siapa aku? Entahlah, tiba-tiba saja aku diteleportasi ke dunia ini, dan entah kenapa, aku diperintahkan untuk mempermainkanmu menggunakan sihirku, hehehehehe."
"Haa? Apa itu? Konyol sekali?" Aku mengedikkan bahu, jawabannya aneh sekali, kedengarannya seperti dia bukan berasal dari duniaku.
"Tapi aku tidak peduli, lagipula di dunia sebelumnya, aku hanya jadi peran pembantu, dan di sini, aku bisa bersinar dengan menjadi jahat, hehehehehe!"
"Haaaa? Jahat? Aku tidak mengerti apa yang kauucapkan, tapi," Aku langsung menarik kakinya yang tepat ada di atas kepalaku, dan membantingnya ke daratan dengan sangat kencang. "Aku sangat membenci tipe orang sepertimu."
Kemudian, saat orang aneh itu tersungkur jatuh ke daratan berselimutkan pasir tepi laut, aku juga jadi ikut jatuh di sampingnya, mungkin karena pengendalian lelaki itu padaku lenyap ketika tubuhnya terluka.
Tapi jujur saja, kedatangan lelaki itu tidak mengubah apa pun, dia sama sekali tidak menarik. Wajahnya terlalu suram, seperti orang yang sudah melalui hidup yang sangat sulit. Sosok pecundang sejati. Memuakkan.
"Apa kau seorang penyihir?" tanyaku dengan nada mengintimidasi. Yah, walau tanpa diniatkan pun, suaraku memang seperti mengintimidasi orang.
"Tidak, tidak, tidak, jangan panggil aku dengan sebutan itu!" Lelaki itu bangkit dan memasang ekspresi ketakutan padaku.
"Lalu? Kau itu apa? Karakter tersesat?"
Dia diam sebentar, lalu kembali tertawa seperti orang aneh.
"Hehehehehehe, aku bukan karakter tersesat! Aku adalah perwujudan dari wujud kebencianmu! Yaaaa, kau memiliki kebencian yang begitu besar hingga membentuk diriku di sini!"
"Haaa? Apa lagi itu? Tidak lucu! Jika kau mau bercanda, pergi saja dari sini! Aku tidak bisa tertawa, bodoh!"
Orang itu mendekatiku, menarik diriku yang sedang duduk di tumpukkan pasir yang berantakan untuk berdiri dan kami berdua saling berhadapan.
"Namamu Rey Flamingo, kan?" Aku mengangguk. "Aku sangat berterima kasih padamu! Berkat dirimu aku bisa menjadi wujud kebencianmu! Hehehehehe! Ngomong-ngomong, namaku adalah Wiza!"
"Kau pikir aku akan terkejut dan berkata 'Eh? Mengapa bisa? Katakan padaku!' seperti karakter-karakter di dunia lain, sayang sekali, aku tidak begitu peduli. Mau kau perwujudan dari kentutku pun, aku tidak peduli."
Sesaat, wajah Wiza jadi semakin suram mendengar jawabanku, biarkan sajalah, lagipula, aku tidak begitu tertarik untuk menjadi karakter utama yang energik, berpetualang mengalahkan para penjahat, bertemu seorang gadis, lalu menikah, dan dibuat sebuah sekuel untuk kisah anak-anakku.
Itu menjijikan.
Sangat menjijikan.
"Oh, ayolaaaah, disini, aku, sebagai perwujudan kebencianmu, bisa melakukan segala hal untukmu! Kau bisa meminta apa pun padaku selama itu bertujuan untuk melampiaskan kebencianmu, Rey!"
"Benarkah?"
Wiza menyeringai mendengar responku yang terdengar seperti orang yang mulai tertarik padahal sebenarnya, aku sama sekali tak tertarik walau dia memiliki kekuatan untuk menjungkirbalikkan dunia.
Karena hidup seperti ini sudah lebih dari cukup untukku. Hidup terlalu damai atau terlalu rumit adalah hal yang paling kubenci.
"Tentu saja, kau bisa katakan padaku, apa pun permintaanmu, aku akan mengabulkannya! Selama itu bertujuan untuk menyalurkan hasrat kebencianmu! Hehehehehe!"
Baiklah, sekarang, dia jadi seperti jin yang dapat mengabulkan segala permintaan, tapi itu tak terlalu buruk. Mungkin meminta sesuatu sebelum melenyapkannya akan sedikit menarik.
Mengingat kisahku ini dibaca oleh para pembaca yang haus mencari keseruan di duniaku, padahal mereka tidak akan menemukan apa-apa selain hal membosankan.
"Baiklah, mungkin, aku ingin kau mengubahku menjadi sesosok penyihir b*****t!"
"Ap-Apa yang--maksudku, mengapa kau ingin jadi seorang penyihir? Itu tidak cocok dengan kepribadianmu! Kau lebih cocok menjadi pembunuh berantai atau kesatria berpedang atau semacamnya, Rey!"
Itulah yang Wiza ucapkan padaku setelah dia mendengar permintaanku yang konyol, sepertinya lelaki suram itu tidak setuju dengan permintaanku, tapi aku tidak peduli, mau dia setuju atau tidak setuju, yang penting, permintaanku harus dikabulkan sesuai tawarannya. Lagipula, jika dia memang wujud kebencianku, seharusnya dia tidak perlu memusingkan apa pun permintaanku, karena mungkin saja itu termasuk ke dalam sebuah kebencian yang akan membuatnya bisa hidup lebih lama, tapi masih hanya kemungkinan sih, walau aku tak peduli dengan kelangsungan hidupnya.
"Kabulkan aja keinginanku atau kau kutendang dari sini." jawabanku berhasil membuatnya diam, karena bagaimana pun juga, dia tetaplah perwujudan dari kebencianku, yang artinya, jika aku tidak mengharapkan keberadaannya di sisiku, mungkin saja dia bakal menghilang.
Kuharap sih, dia bisa secepatnya lenyap dari sini, aku tidak suka berbincang bersama lelaki suram, karena itu memuakkan.
"Hehehehehe! Apa boleh buat, walau aku menolak pun, kau tidak akan mendengarnya, benar, kan, Rey? Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu!" kata Wiza dengan cengengesan seperti orang t***l. "Kau tadi bilang ingin jadi seorang penyihir b*****t, kan? Itu permintaan yang sangat mudah. Padahal kukira kau akan meminta sesuatu yang lebih dari itu, hehehehe!"
Entah kenapa, nada suaranya jadi lebih menjijikan dari sebelumnya, bahkan aku jadi sangat muak melihat wajahnya ketika tertawa, apa kuhajar saja, ya?
"Jangan banyak omong, cepat lakukan, bajingan."
Dan dalam hitungan detik, tubuhku mengeluarkan aura-aura hitam, seluruh badanku rasanya seperti digerumuti oleh laba-laba, kupingku seperti kemasukkan batu, tidak bisa mendengar dengan jelas mantra apa yang diucapkan dari mulut Wiza yang sedang berbicara itu, bibirku pun rasanya seperti dibaluti lem perekat sehingga tidak bisa dibuka seperti sebelumnya, sialan! Apa-apaan ini!
Dan secara perlahan-lahan, aku jadi sangat mengantuk dan mataku dengan pelan-pelan menutup yang membuatku tertidur tanpa peduli apa yang sedang terjadi dengan semua ini.
*
*
*
Ketika mataku dibuka kembali, secercah cahaya menyinari mataku yang membuatku menyipitkan mata agar cahaya menyilaukan itu tidak menyakiti penglihatanku. Setelah terasa agak mendingan, kutolehkan pandanganku ke kiri dan anehnya, bukan laut yang ada di hadapanku saat ini.
Pandanganku malah menemukan sebuah tempat yang terdapat sebuah bangunan-bangunan mirip kastil yang berjejer saling berdempetan, dan di depan bangunan itu, banyak sekali orang yang berlalu-lalang, aku tidak bisa menghitung berapa orang yang barusan lewat di sana, tapi sepertinya banyak sekali, dimulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai orang tua. Suara-suara obrolan dari orang-orang yang berlalu-lalang memekikan telingaku, sialan! Apa yang b******n itu lakukan sampai dia mengirimku ke sebuah tempat yang berisik ini.
"Hehehehehe! Akhirnya kau bisa datang kemari dengan selamat, Rey!"
Aku mendengar suara si b******n Wiza, langsung saja kutolehkan pandanganku ke sumber suara dan benar saja, dia sedang berdiri di samping tubuhku yang terbaring di tanah berumput ini, seringaiannya yang payah menambahkan kesan suram pada wajahnya.
Segera saja kuberanjak dari tanah berumput itu sampai berdiri berhadapan dengan Wiza. Dengan nada yang kesal, aku bertanya padanya, "Tempat apa ini? Apa tujuanmu kau membawaku ke tempat berisik ini, b******k. Yang kuingin, kau mengubahku menjadi seorang penyihir b*****t, bukan malah melemparku ke tempat b*****t ini."
"Tenang saja, aku punya alasan kenapa aku membawamu kemari, Rey. Hehehehehe!"