Bab 2 Mulai Bersimpati

1099 Words
Antara cemas dan bingung, Cherry sebenarnya sangat ingin masuk ke dalam kamar Arsen, tapi ia ragu untuk melakukannya. Memangnya jika ia sudah masuk ke dalam nanti, apa yang harus ia lakukan? Pasti ia akan merasa sangat canggung, tapi disisi lain ia juga tak tega mendengar Arsen yang terus saja batuk. "Oma!" Cherry memanggil Emma, ia ingin menanyakan soal Arsen. "Ada apa sayang? Apa ada masalah?" Tanya Emma. "Eummm... Itu, apa om Arsen nggak masalah dibiarin sendirian? Dia belum makan malam Oma, katanya dia lagi nggak sehat, emang nggak apa-apa kalau dia ngelewatin makan malamnya?" Tanya Cherry pada Emma. Sejak dulu Cherry dan Arsen memang biasa saja, tak begitu dekat, namun juga tidak jauh. Cherry memang sengaja membatasi kedekatan mereka karena ingin mengendalikan perasaannya. Tapi sekarang situasinya sudah sangat berbeda, Arsen sudah bercerai dan itu artinya Cherry bisa berbuat apa saja. "Hhh... Oma juga bingung, susah untuk membujuk Arsen." Keluh Emma. Gerry yang melihat istrinya juga tampak menghembuskan nafas berat. "Dia terlalu kecewa, harga dirinya tersakiti. Selama ini ia begitu setia, bahkan sampai setua ini, tapi Rebecca malah menghancurkan semuanya. Arsen bekerja keras, memberikan segalanya, mencukupi segalanya, tapi apa balasannya? Tentu hal itu membuatnya sangat terpuruk, dia butuh sendiri, tapi opa kadang tidak tega melihatnya terus begini." Jelas Gerry dengan penuh rasa sedih. Cherry jadi semakin bersimpati pada Arsen, ia ingin melakukan sesuatu, seperti mengembalikan Arsen seperti semula mungkin? Oh, apakah ia bisa? "Biar aku yang urus dia, boleh kan opa? Dia butuh seseorang disampingnya, mungkin aku bisa bantu dia." Pinta Cherry membuat Gerry langsung menatap cucunya dengan tatapan bingung. "Maksud kamu?" "Nggak mungkin kan opa sama Oma ngebiarin dia sendirian terus dengan kondisi begini? Aku punya banyak waktu, lagipula aku masih cuti, aku bisa bantu om Arsen." "Oh sayang... Hati kamu memang baik, kamu memang malaikat milik Oma." Emma yang terharu melihat kebaikan Cherry pun langsung memeluk tubuh cucu angkatnya itu. Sedangkan Gerry yang melihatnya pun tampak tersenyum bangga karena Cherry begitu peduli pada Arsen adiknya. Gerry hanya tak tahu saja jika Cherry memiliki maksud tersembunyi yang tak ia ketahui sama sekali. "Opa berharap banyak sama kamu, kamu adalah pelipur lara bagi kami semua." Ujar Gerry lelu memeluk Cherry dengan erat dan mencium pipinya lebih sayang. Cherry pun tersenyum senang, senang sekali karena ia akan semakin dekat dengan pria pujaannya. *** Saat Cherry sudah berada didekat kamar Arsen, Cherry masih mendengar batuk yang cukup keras dari pria itu. Cherry tentu saja semakin tak tega mendengarnya, ia ingin segera masuk ke dalam dan melihat langsung kondisi Arsen. Cherry lalu memutar kenop pintu, memang sengaja masuk tanpa izin karena Arsen jelas pasti tidak akan membiarkannya masuk, mungkin. Gadis itu pun merasa girang karena pintu kamar Arsen ternyata tidak dikunci, setelah berhasil masuk, Cherry segera mendekat kearah Arsen yang ternyata sedang berbaring diatas ranjang. "Om!" Sapa Cherry pada Arsen yang tampak terlihat sangat lemah dan pucat. "Kamu... Untuk apa kemari? Apa ada perlu?" Bukannya marah karena Cherry masuk tanpa izin, tapi Arsen malah menanyakan hal itu pada Cherry yang kini telah duduk dikursi kecil dekat ranjang Arsen. "Om belum makan malam, apa om ingin makan sesuatu? Aku bisa minta pelayan untuk siapkan makanan apapun yang om mau, asalkan om makan." Bujuk Cherry pada Arsen. Arsen pun tampak tersenyum sungkan lalu ia menggeleng pelan. "Tidak perlu repot-repot Cherry, saya sedang tidak ingin memakan makanan apapun malam ini." Tolak Arsen dengan halus. Hati Cherry semakin nelangsa kala melihat wajah Arsen yang begitu pucat. "Om... Om tau nggak kalau opa sama Oma khawatir dan selalu mikirin om Arsen. Terutama opa, opa juga udah sering sakit-sakitan. Melihat om kayak gini terus apa nantinya nggak bakal ngebuat opa jadi kepikiran lalu jatuh sakit? Aku tau om apa yang om rasain, tapi mau sampai kapan? Apa dengan begini, maka semuanya akan kembali seperti semula? Enggak kan om? Om harus survive, om harus buktikan kalau om itu baik-baik aja, om nggak boleh putus asa seperti ini om." Mendengar ucapan Cherry barusan membuat Arsen terdiam terpaku, ia memang sering berdiskusi dengan kedua putranya, tapi baru kali ini ada anak muda yang berani menceramahi dirinya seperti ini, terlebih lagi dia adalah seorang gadis muda, cucu kakaknya. Seluruh perkataan Cherry memang benar, Arsen bahkan seperti baru saja diguyur air hujan yang langsung mendinginkan kepalanya. Seperti yang Gerry katakan padanya, jika dia seperti ini terus percuma saja, toh keadaan akan tetap sama, tak akan mengembalikan segalanya seperti semula. "Om batuk terus, apa ada obat?" Tanya Cherry membuat Arsen langsung membuyarkan lamunannya. "Ada." Angguk Arsen. "Udah minum obat?" Tanya Cherry untuk yang kedua kalinya, dan Arsen pun hanya menjawabnya dengan gelengan pelan. "Apa dokter udah periksa om?" "Sudah, besok jadwal check up ke rumah sakit." Balas Arsen, mendengar itu Cherry pun tersenyum penuh maksud, besok ia akan mengantarkan Arsen untuk check up ke rumah sakit. "Aku ambilin makanan ya, om mau bubur? Mau tunggu sebentar biar aku buatkan bubur asin yang hangat?" Arsen sempat tertegun, ia tak mengira jika Cherry akan seperhatian ini padanya. Mungkin karena Cherry juga menganggapnya sama seperti Gerry. "Saya tidak mau merepotkan kamu." "No! Enggak sama sekali, aku akan bantu om hm?" "Terimakasih." Ungkap Arsen dengan senyuman tipis. Melihat itu, Cherry langsung bersorak dalam hati. Ia semakin semangat kalau begini, ia akan terus mencoba dan gigih untuk memasuki hati Arsen. "No prob, sekarang kesehatan om Arsen adalah yang paling penting. Buktikan sama Tante Becca kalau om itu juga bisa seperti dia." Cherry tiba-tiba saja menyentuh tangan besar Arsen membuat Arsen seperti tersengat listrik karena merasakan tangan Cherry yang begitu lembut. Gadis kecil itu memang selalu lembut dan anggun, bahkan kini menjelma bagaikan bidadari, semakin cantik dan menawan, Arsen bahkan sempat pangling tadi, ia tak menyangka jika Cherry bisa menjelma menjadi wanita dewasa yang penuh akan pesona seperti ini. "Tubuh om hangat, om perlu di kompres." Celetuk Cherry setelah ia menyentuh tangan Arsen tadi. "Biar nanti saya akan kompres sendiri." "Aku akan bantu om, om lebih baik istirahat." "Tapi kamu pasti lelah setelah perjalanan jauh, atau saya bisa minta tolong pada pelayan nanti." "I am fine, aku nggak masalah, aku baik-baik aja, biar aku yang urus om hm?" "Tapi Che-" "Sssttt..." Cherry tiba-tiba saja menyentuh bibir tipis Arsen dengan penuh keberanian. "Nggak ada tapi, anggap aja kita keluarga, kan kita memang satu keluarga kan?" "I-iya." Astaga Arsen sampai lupa, Cherry kan keluarganya, dia adalah bagian dari keluarga Naratama, cucu kakaknya, yang artinya cucunya juga kan? Tapi kenapa, Arsen merasa berbeda? Meskipun Cherry adalah bagian dari keluarganya tapi tatapan gadis itu padanya seolah ingin mengatakan jika gadis itu menyukainya. Benar begitukah atau hanya perasaan Arsen saja? Entahlah. "Tunggu ya!" Ujar Cherry sebelum ia pergi meninggalkan Arsen sendirian dengan segala tanda tanya besar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD