Bab 3 Perhatian Cherry

1409 Words
Cherry benar-benar mengurus Arsen semalaman, meskipun Arsen sudah menolak namun Cherry tetap kekeuh melakukannya. Dari mulai menyuapi Arsen bubur, membantunya meminum obat, mengompres keningnya, dan membantu Arsen mengganti piyama. Cherry berjaga di kamar Arsen sampai pukul dua belas malam, setelah memastikan Arsen tidur dengan nyenyak, Cherry pun segera pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Setelah berganti pakaian, awalnya Cherry tak ingin kembali lagi ke kamar Arsen, namun setelah dipikir-pikir Cherry tak bisa melakukannya karena masih mencemaskan kondisi pria tua itu. Gadis cantik yang sudah memakai gaun tidur itupun segera kembali ke kamar Arsen untuk menjaga pria itu sampai esok pagi. Beberapa pelayan yang masih terjaga sempat berbisik-bisik karena mereka melihat tingkah laku Cherry yang tidak biasa kepada Arsen. Namun mereka semua segera menyangkal semua dugaan tak masuk akal mereka, tak mungkin juga kan gadis muda seperti Cherry menyukai pria tua seperti Arsen, terlebih lagi mereka masih satu keluarga meskipun bukan keluarga sedarah. "Enghhh..." Arsen merintih dalam tidurnya, Cherry segera menghampiri pria itu, meraih tangan besar Arsen dan menggenggamnya. "Sssttt... All be fine." Bisik Cherry menenangkan Arsen, gadis itu mengusap-usap kepala Arsen sampai Arsen kembali tertidur pulas tanpa mengernyitkan dahi lagi. "Demamnya mulai turun, syukurlah." Gumam Cherry dengan penuh rasa lega. Lalu iapun segera membaringkan tubuhnya disebelah Arsen, ranjang yang sangat lebar membuat Cherry lebih leluasa untuk tidur tanpa berhimpitan dengan pria pujaannya itu. Sekarang belum saatnya, tapi sebentar lagi, ia akan melakukannya. *** Pukul lima pagi, Gerry dan Emma sudah terbangun bersiap untuk memulai aktifitas pagi mereka. Namun terlebih dahulu Gerry menuju kamar sang adik untuk melihat kondisinya setelah Cherry merawatnya semalam. Gerry memutar kenop pintu kamar Arsen, bersiap masuk dengan perlahan, namun tatapan pria itu tiba-tiba saja terpaku saat melihat Cherry berada didekat Arsen. Cherry tengah mengusap-usap kepala Arsen, dan sesekali mencuri ciuman di kening Arsen yang masih terlelap. Untuk sesaat pikiran Gerry tengah berkeliaran kemana-mana, namun sedetik kemudian ia langsung menepis segalanya. Ciuman itu bukanlah ciuman apa-apa, pasti Cherry menganggap Arsen sama seperti Cherry menganggap Gerry. Jadi Gerry tak perlu merasa khawatir atau berpikiran macam-macam. "O-opa?" Panggilan Cherry langsung membuyarkan lamunan Gerry seketika, Cherry sendiri berusaha bersikap biasa meskipun saat ini ia merasa begitu terkejut ketika melihat Gerry ada didepan pintu kamar Arsen. "Oh itu, opa mau cek kondisi Arsen, jadi bagaimana? Dia baik-baik saja kan?" Tanya Gerry pada Cherry. "Udah mendingan kok opa, opa nggak perlu khawatir. Kemarin om Arsen mau makan terus minum obat, sekarang keadaannya sudah jauh lebih baik." Jelas Cherry pada Gerry. "Em syukurlah, terimakasih karena kamu sudah merawat Arsen." Ungkap Gerry. "Jangan gitu opa, hal itu udah jadi tugas aku, kewajibanku." Gerry tampak bingung, ia tak mengerti dengan kewajiban yang Cherry katakan padanya. "Kewajiban apa?" Tanya Gerry. "Hm, aku akan antar om Arsen untuk check up ke rumah sakit setelah ini. Opa bisa pergi ke kantor dan nggak perlu lagi mikirin om Arsen hm?" Ujar Cherry mengalihkan pembicaraan. "Ah baiklah, memang hari ini jadwal Arsen untuk kontrol ke rumah sakit, apa dia bilang sama kamu?" "Iya, semalam dia bilang sama aku. Nggak mungkinkan dia pergi sendirian, kondisinya masih agak lemah." Jelas Cherry. "Iya benar, dia butuh seseorang disampingnya. Opa percayakan semuanya sama kamu." "Nah itu lebih baik." "Mas Gerry!" Itu suara Arsen yang tengah memanggil Gerry. Pria itu baru saja bangun, tubuhnya terasa lengket sekali karena keringat yang membanjir. Suara Arsen masih terdengar lemah dan serak, Gerry dan Cherry pun buru-buru mendekat kearah Arsen. "Ar! Bagaimana kondisi kamu? Apa yang kamu rasakan? Mas khawatir sama kamu." Tanya Gerry secara beruntun. Gerry terlihat begitu mencemaskannya, Arsen jadi merasa bersalah. Ia sudah semingguan berada di mansion sang kakak dan menyusahkan Emma serta Gerry dengan masalahnya, Arsen benar-benar merasa sangat bersalah. "Lebih baik mas, Cherry merawatku semalaman. Maaf karena selama ini aku selalu membuat mas Gerry kesusahan, besok aku akan kembali ke rumah, a-" "Ar! Kamu itu adik kandung mas, saudara mas satu-satunya. Kamu itu bukan orang lain, kamu juga bukan beban mas. Mas nggak pernah merasa kamu susahkan, justru mas akan semakin khawatir kalau kamu sendirian dirumah. Lebih baik kamu tinggal disini sampai pikiran kamu benar-benar tenang. Mas lebih senang dan tenang jika kamu ada didekat mas." Jelas Gerry pada Arsen. "Tapi mas-" "Nggak ada tapi Arsen! Meski setua apapun kamu, kamu itu tetap adik kecil mas. Mas akan selalu menjaga kamu." Sahut Gerry membuat Arsen langsung tertegun dan berkaca-kaca. Ia beruntung sekali memiliki kakak seperti Gerry yang begitu sangat menyayanginya. Seharusnya jika anak laki-laki itu saling bersaing, saling mengalahkan dan saling menjatuhkan, tapi Gerry dan Arsen tidak pernah melakukannya. Mereka selalu kompak dan akur, hubungan persaudaraan mereka akan tetap abadi sampai kapanpun. "Cherry akan mengantar kamu ke rumah sakit, kamu nggak mungkin sendirian. Mas mau ke kantor dulu, karena selama kamu cuti, Herdian yang menghandle semua pekerjaan kamu. Mas mau memeriksanya. Cherry!" "Ya opa?" "Tolong bantu Arsen." Pinta Gerry. "Baik opa." Angguk Cherry dengan senyuman hangat. Bagaimana tidak tersenyum hangat, Gerry seolah memberikan kesempatan padanya untuk semakin dekat dengan Arsen. Sepeninggal Gerry, kini sekarang hanya ada Cherry dan juga Arsen di kamar. Arsen tampak diam, merasa aneh juga dengan situasi ini. Apalagi saat ia tak sengaja melihat Cherry dengan gaun tidurnya. Cherry benar-benar cantik, sungguh cantik seperti bidadari. "Om!" Satu panggilan Arsen masih terdiam. "Om Arsen!" "I-iya Cherry?" Dan panggilan kedua langsung membuat Arsen membuyarkan lamunannya. "Mandi air hangat? Mau? Biar aku siapin, om mau sarapan apa? Roti? Sup kentang atau bubur ayam?" Tanya Cherry dengan nada lembutnya yang mengalun seperti lagu yang indah. Sudah lama sekali Arsen tak pernah merasa dilayani seperti ini, tidak, bahkan Rebecca pun tidak pernah memperlakukan dirinya seperti ini. Arsen terbiasa melakukan apapun sendiri, meski sudah menikah pun Arsen selalu melakukan apapun sendiri tanpa pelayanan dari Rebecca istrinya. "Om! Kok malah ngelamun? Om masih sakit yah? Masih pusing?" Cherry mendekat, menyentuh kening Arsen yang langsung gelagapan. "Ti-ti-tidak apa-apa. Saya sudah baik-baik saja meski masih agak lemas." Astaga Arsen, dia hanya anak kecil, sadarlah! Kenapa jantung sialanmu malah tiba-tiba berdebar tak karuan hanya karena menerima sentuhan dari cucu kakakmu itu? "Makanya mandi air hangat dulu biar seger, tunggu disini aku siapin yah!" Cherry menatap wajah Arsen yang tampak salah tingkah, ia tak mengira jika pria tua itu bisa semanis ini ketika sedang bingung dan salah tingkah. "Ya, baiklah." Arsen mengangguk pelan, dan Cherry pun segera melenggang pergi menuju kamar mandi, meninggalkan Arsen yang kini tengah mengatur nafasnya yang hampir hilang gara-gara ulah Cherry. *** Setelah mandi, Arsen jadi lebih segar, Cherry benar-benar menungguinya mandi dan menyiapkan seluruh pakaian pria itu. Jantung Cherry semakin berdebar tak karuan saat melihat penampilan Arsen, astaga ya Tuhan pria ini, kenapa semakin tua malah terlihat semakin tampan dan mempesona? Bukan hanya Cherry, beberapa pelayan perempuan bahkan sampai melongo saat melihat kehadiran Arsen di ruang makan dengan penampilan mempesonanya. "Lihat tuh Tuan Arsen! Sekarang udah jadi duren, siap dibelah." "Hush! Jangan keras-keras!" "Ya ampuuun... Ganteng banget, aku ya mau lho dadi bojone." "Ngimpi lu ngimpi!" Para pelayan tampak berbisik-bisik mengagumi sosok Arsen yang selalu kalem dan ramah. Sudah baik, tampan pula, wanita mana yang tidak akan luluh? Bahkan gadis muda seperti Cherry saja sampai tergila-gila pada pria tua itu. "Aku mau mandi sama ganti baju dulu. Om habiskan makanannya ya!" Ujar Cherry pada Arsen. "Baik." Angguk Arsen dengan patuh dan tersenyum tipis. "Opa, Oma! Aku tinggal dulu ya! Mau siap-siap, kalian makan aja duluan!" Ujar Cherry pada Emma dan Gerry. "Iya sayang." Balas Emma dan Gerry. Arsen merasa hangat, entahlah perasaan aneh apa ini, sungguh berbeda seperti sebelum-sebelumnya yang terasa hampa dan kosong, perasaannya kini tiba-tiba terasa penuh, penuh akan kenyamanan dan rasa tenang. "Leo katanya mau jenguk kamu kapan?" Tanya Gerry pada Arsen. "Katanya Minggu ini mau datang mas sama istri dan anaknya. Karena Leo mau datang, mungkin aku harus pulang." "Nggak perlu, biar dia disini aja, rumah ini besar, sangat cukup untuk menampung dia dan keluarganya." "Tapi mas-" "Ar! Kamu masih dalam masa penyembuhan, Leo disini pasti akan sangat sibuk dengan keluarganya, dan kamu? Siapa yang akan mengurus kamu? Mas lebih suka kamu disini." "Ar! Masmu benar, lebih baik kamu disini, disini ada Cherry yang bisa merawat kamu." Timpal Emma. "Mbak Em, tapi... Tapi aku nggak enak sama Cherry, dia mengambil cuti untuk libur dari pekerjaannya, bukan untuk merawat pria tua seperti aku." Ujar Arsen. "Sudahlah Ar, Cherry senang melakukannya, dia juga peduli sama kamu, dia menyayangi kamu seperti dia menyayangi mas." Menyayangi Arsen seperti ia menyayangi Gerry? Benarkah begitu? Kenapa Arsen malah merasa ragu ya? Tapi ia segera menepis segala perasaan gila itu. Tidak mungkin juga kan? Tentu saja itu sangat mustahil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD