1. I’m a b***h, You Jerk!

1173 Words
1. I’m a b***h, You Jerk! Perempuan berambut hitam itu telah sampai pada tempat yang tertulis di pesan. Sebuah hotel mewah yang biasanya ditinggali oleh orang-orang kaya berkantung tebal. Lexi ingat, dulu dia sangat menginginkan tempat tinggal yang mewah dan diperlakukan seperti seorang putri raja.  Tapi itu dulu, saat umurnya masih tujuh tahun. Dan sekarang, dia lebih memilih membunuh para orang kaya itu yang mendapatkan uang dengan cara yang tidak baik. Kebanyakan dari orang-orang kaya itu mendapatkan uang dari memeras, merampok, memperjualbelikan manusia terutama para perempuan, serta menjual barang-barang terlarang dan ilegal.   Alexi Bluemoon, perempuan berumur dua puluh tahun yang membenci kehidupannya yang dulu, menjadi seseorang yang lemah, karena orang tuanya mati di tangan para pembunuh berdarah dingin. Sekarang, Lexi sudah berubah menjadi seseorang yang tangguh dan mampu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya.  Lexi masuk ke toilet di hotel dan berganti pakaian. Memakai rambut palsu berwarna merah dan mengenakan baju supermini yang tidak pernah dia gunakan sebelumnya. Ini misi pertamanya sebagai mata-mata. Setelah berlatih selama hampir tiga tahun, akhirnya dia mendapatkan sebuah misi di lapangan. Itulah yang sangat dia inginkan.  Setelah mengganti pakaian dan membungkus pakaian sebelumnya, Lexi berjalan ke luar toilet dengan tenang. Misi pertamanya ini tidak boleh gagal. Karena, dia masih dalam masa percobaan dan tentu saja harus berhasil atau dia ditugaskan dalam departemen penilitian. Dia sangat tidak suka bekerja di belakang meja.  Sekarang Lexi berada di lorong hotel. Saat dia berdiri di depan pintu bertuliskan nomor 236, dia berhenti sesaat dan menarik napas panjang. "Semoga berhasil, Lexi," ujarnya pelan, meyakinkan diri sendiri. Kemudian dia mengetuk pintu kamar tersebut.  Seorang pria berpakaian resmi berwarna hitam dengan sebuah s*****a menggantung di pinggangnya, menatap Lexi dengan tajam. "Apa yang kauinginkan?" tanya pria itu.  "Aku mendapat panggilan untuk nomor hotel 236 atas nama …." Kata-katanya terhenti, Lexi lupa mengingat nama dari orang yang dia cari itu. "Ah, aku lupa, bosku tidak memberi tahu siapa yang memesanku."  Pria itu menatap Lexi dengan tatapan tidak percaya, kemudian menutup pintunya. Tapi, dia berusaha menahannya saat pintu belum tertutup, dengan kaki. "Tolonglah, bosku akan marah jika aku kembali tanpa uang." Lexi memohon.  Kemudian seseorang di belakang pria itu berbicara. "Ada apa?" tanyanya pada pria berseragam hitam.  "Maaf, Tuan, p*****r ini memaksa untuk masuk. Dia bahkan tidak tahu siapa nama pelanggannya." Si pria berbaju hitam menjelaskan pada pria yang sudah pasti bosnya.  "Biarkan dia masuk, aku memang ingin melampiaskan hasratku malam ini!" perintah pria itu.  Pria berseragam hitam itu kemudian membuka pintu dan membiarkan dia masuk. Lexi berjalan dengan sombong saat pria yang dipanggil tuan menyuruhnya masuk.  "Langsung ke kamar saja, sebentar lagi aku akan menyusul!" Perintah pria itu pada Lexi.  Seperti yang diperintahkan, Lexi menuju kamar dan menunggu. Lima menit kemudian pria itu masuk dan langsung mengunci pintu.  "Kita mulai saja," katanya sambil membuka kemeja putih yang dia kenakan dan mendorong Lexi ke tempat tidur.  Saat pria itu menjatuhkan tubuhnya di atasnya, dengan satu gerakan cepat Lexi memutar badan dan sekarang dialah yang berada di atas tubuh pria itu. Lexi membungkam mulut pria itu dengan menodongkan pisau lipatnya yang dia sembunyikan di sepatu.  "Jika kau berteriak, maka aku akan langsung menusuk tenggorokanmu dan kau tidak bisa berbicara untuk waktu yang cukup lama," ancam Lexi.  Pria itu langsung diam dan menatap Lexi dengan tajam. Dia telah memakan umpan jebakan yang diberikan olehnya dan sekarang dia harus berhadapan dengan perempuan polos yang tadi memohon pada bawahannya serta mengelabuinya.  "Jawab pertanyaan yang aku ajukan dan jangan katakan apa pun selain itu!" perintah Lexi lagi.  Pria itu hanya diam yang berarti dia mengerti.  "Siapa bos kalian?" tanya Lexi. "Aku bekerja sendiri, akulah bosnya," jawabnya.  Lexi terkekeh. "Mana mungkin kau bekerja sendiri, katakan saja di mana bosmu!"  "Enyahlah kau!"   Lexi memiting lengan pria itu dan menariknya ke belakang hingga dia kesakitan. "Aku bilang jangan mengatakan apa pun selain menjawab pertanyaanku!"  Pria itu mengangguk kesakitan.  "Katakan kapan dan di mana kalian melakukan transaksi lagi!"  "Itu bukan sebuah pertanyaan, tapi perintah."  Lexi menarik lengan pria itu lagi. "Baiklah, di mana kalian akan melakukan transaksi lagi?" tanyanya yang berusaha mengoreksi kata-kata.  Pria itu diam dan lagi-lagi Lexi menarik lengannya. Terdengar suara tulang yang patah.  "Di … di … di dekat gedung tua di pinggir kota. Pukul delapan, malam ini mereka akan melakukan transaksi di sana." Pria itu mengatakan dengan cepat. "Bagus." Lexi menepuk kepala pria yand dia introgasi seperti seekor anjing yang menurut pada tuannya.  "Dasar kau, Jalang!" Pria itu meneriaki Lexi.  Baru beberapa menit yang lalu, Lexi terlihat seperti seorang yang mengemis pada tuannya dan sekarang dialah yang menjadi tuan. Nasib memang tidak bisa diprediksi, kadang kau di bawah dan dalam hitungan detik kau bisa berada di atas. Siapa yang sangka, kau hanya butuh bersabar sebentar saja.  "I’m a b***h, you jerk!" Kemudian Lexi memukul bagian tempurung kepala pria itu hingga dia tidak sadarkan diri. Setelah menutupi pria yang diancamnya dengan selimut agar tidak terlihat mencurigakan, Lexi pergi keluar kamar dan mendapati pria berpakaian hitam sedang berdiri di pojok ruangan sambil mengekorinya. Lagi-lagi Lexi lupa menanyakan nama pria yang baru saja dintrogasinya. "Tuanmu sedang tidur, dia terlalu lelah tadi. Dia sangat hebat di ranjang." Lexi berusaha meyakinkan si bodyguard.  Si pria berseragam hitam kemudian berdiri dan segera memastikan keadaan tuannya di kamar. Dengan cepat Lexi segera pergi dari sana saat pria berseragam hitam itu masuk ke kamar tuannya.   Saat berada di depan kamar, Lexi masih berjalan dengan tenang agar tidak dicurigai dan saat berada di ujung lorong, dia berlari secepat yang dia bisa.  Akan tetapi, tiba-tiba saja dia menabrak seseorang yang membuatnya pusing seketika. Seorang pria terjatuh di depannya dengan posisi yang hampir sama dengan Lexi. Sambil memegangi kepala, tanpa pikir panjang, dia segera berdiri. Namun, kemudian pria itu menarik lengannya. Jantung Lexi hampir copot saat itu, dia takut pria itu mencurigainya.   "Kau menjatuhkan ini," kata si pria yang menabrak Lexi, sambil memegang sesuatu bantalan kecil di tangannya.   Lexi menatap dadanya yang tiba-tiba menjadi kecil sebelah. Dia memang sengaja memasang bantalan untuk dadanya yang kecil, karena dia takut orang yang dia incar tidak menginginkannya—yang berarti dia tidak menarik dan pastinya penyamarannya gagal. "Kau memakai bantalan untuk dadamu?" Pria itu mengikuti tatapan Lexi.   Lexi memelototkan matanya dan mengambil bantalan yang dijatuhkannya dari tangan pria yang ditraknya. Tidak ada waktu baginya lagi, dia harus segera pergi dari sana sebelum pria berseragam hitam itu meyadari bahwa tuannya tidak sedang tidur, melaikan tidak sadarkan diri. Namun pria itu menahan Lexi. Kemudian menatap lekat-lekat matanya seolah menyadari sesuatu. “Kau perempuan di bar yang memesan dua gelas s**u dan membuat keributan itu, kan?” tanya pria itu. Lexi benar-benar tidak mengerti kenapa pria itu bisa tahu dirinya baru saja dari bar dan memesan dua gelas s**u. Terlebih lagi, dia juga tahu bahwa dirinya membuat keributan. “Aku harus pergi.” Lexi berusaha menarik lengannya karena sedang terburu-buru. “Apa kita akan bertemu lagi?” tanya pria itu. “Tidak akan pernah.” Lexi langsung berlari menjauh. Lift bukan pilihan yang tepat untuk saaat ini, karena akan terlalu lama menunggu. Jadi Lexi berlari menuju tangga darurat dan melesat secepat mungkin untuk keluar dari hotel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD