Prolog
PROLOG
"s**l!" Seorang perempuan duduk di sebuah bar dengan wajah kesal. Lalu, perempuan itu meletakkan telepon genggam di atas meja saat bartender menghampirinya.
"Apa yang ingin kaupesan?" tanya bartender.
Dering telepon milik perempuan itu membuatnya mengisyaratkan kepada sang bartender untuk menunggu. "Halo," katanya sambil mengangkat telepon.
Perempuan itu diam sesaat, terlihat dia sedang memahami lawan bicaranya di telepon. "Ya, baiklah. Kirimkan alamatnya padaku, akan aku selesaikan sisanya."
“Berjanjilah padaku kau hanya akan menginstrogasi target untuk mendapatkan informasi, Lexi,” kata lawan bicaranya di telepon.
Perempuan yanag dipanggil Lexi itu diam sesaat, dia tidak yakin akan berjanji untuk hal itu. “Baiklah.” Tapi kalimat itu yang keluar dari mulutnya.
Setelah menutup telepon, sebuah pesan masuk. Tentu saja dari orang yang meneleponnya tadi.
"Apa yang ingin kaupesan, Nona?" tanya bartender lagi. Mulai kesal karena pertanyaanya tidak kunjung dijawab juga.
"Ah, ya. Tolong dua gelas s**u, satu s**u putih dan satunya lagi cokelat," pesan Lexi. Suatu kebiasaan yang cukup unik bagi seseorang, yaitu harus memesan satu s**u putih dan s**u cokelat sekaligus, walaupun hanya akan meminum salah satunya.
"Maaf, Nona, tapi ini bar bukan kafe dan kami tidak menjual s**u di sini," kata bartender dengan sinis.
"Aku pelanggan di sini! Aku akan membayar berapa pun untuk dua gelas s**u!" bentaknya pada bartender, kemudian Lexi memberikan seratus dolar. Alih-alih menyogoknya untuk menyediakan s**u dalam daftar menu.
"Dua ratus dolar untuk dua gelas s**u," tawarnya.
Lexi menatap tajam mata bartender, tapi dia tetap mengeluarkan selembar lagi uang seratus dolar. Dia sangat tidak suka saat seseorang memerasnya, tapi perempuan itu sedang tidak ingin marah dan membuat keributan. Sudah banyak masalah baginya saat ini.
Sang bartender mengambil uang tanpa merasa bersalah karena telah memeras seorang perempuan hanya untuk dua gelas s**u, kemudian masuk ke pintu ganda kecil seperti di film-film koboi.
Lexi kemudian berdiri untuk membenarkan tali sepatu yang lepas saat dengan sengaja seseorang memukul bokongnya dan tertawa. "Bagus juga bokongmu," kata seorang pria yang terlihat berumur sekitar tiga puluhan.
Sorot mata tajam ditunjukkan Lexi kepada pria mata keranjang yang memukul bokongnya, seolah tatapan itu bisa mengancamnya. Pelecehan pada perempuan di depan umum adalah hal lain yang sangat tidak dia sukai juga. Tapi, Lexi masih menahan amarahnya saat ini dan dia kembali duduk. Tidak lama setelah itu, bartender datang dengan membawa dua gelas s**u sesuai dengan pesanannya.
Layar indikasi telepon menyala, menandakan sebuah pesan masuk. Dia tahu itu tanda baginya untuk segera pergi dari bar dan menyelesaikan urusannya. Dengan cepat, dia menghabiskan satu gelas s**u cokelat dalam sekali teguk, kemudian menatap pria di sampingnya yang sedang duduk sendirian.
"Ini untukmu," kata Lexi.
Pria itu melirik gelas yang berisi s**u putih dan perempuan asing yang memberikannya segelas s**u bergantian. "Kaupikir aku anak kecil," katanya sinis.
Sebenarnya, Lexi hanya sedang ingin berbaik hati, tapi pria itu justru tidak menyambut baik kebaikan hatinya. "Tidak perlu kauminum jika tidak mau." Kemudian Lexi berjalan keluar.
Namun, saat Lexi mulai melangkah, lagi-lagi pria yang tadi memukul bokongnya melakukan hal yang sama hingga membuatnya geram. Kali ini, dia sudah tidak bisa menahan amarah lagi. Tanpa pikir panjang, dia meninju wajah pria yang memukul bokongnya.
"Apa-apaan ini!" katanya tidak percaya sambil memegangi wajah yang terkena tinju.
"Aku sudah mengingatkanmu dan kau tidak mengerti juga!" kata Lexi dengan kesal. Kemudian dia berjalan kembali.
Karena pria itu tidak terima dengan tinju yang dilesatkan olehnya, dengan satu gerakan cepat dia menghampiri Lexi dan menepuk pundaknya. Namun, Lexi dengan cepat pula menarik tangannya dan membantingnya dalam hitungan detik.
Meja berbentuk bundar yang terbuat dari kaca di dekat salah satu sudut ruangan pecah menjadi berkeping-keping, akibat perkelahian itu. Pria itu terbaring di atas pecahannya dan tidak bisa bangun, dia kesakitan.
"Sudah kubilang, aku tidak suka kau melakukan itu!" Lexi mencibir dan berjalan kembali menuju meja bartender. "Ini untuk biaya meja yang aku pecahkan."
Tidak peduli berapa harga meja yang tidak sengaja dipecahkannya, Lexi langsung memberikan uang dua ratus dolar lagi pada bartender dan pergi keluar dari bar.