10. Moved

1262 Words
10. Moved Gabriel berjalan dengan penuh percaya diri seperti biasanya. Tahun kedua di universitas terlihat sangat bagus baginya. Bahkan sejak awal masuk pun, pria itu sudah menjadi idaman para perempuan. Siapa yang tidak mengenalnya, tentu saja. Gabriel McArrow, anak dari pemilik McArrow Industry and Coorporation. Salah satu pewaris yang sangat diunggulkan untuk bersanding dengan kakak-kakaknya menjadi pewaris kekayaan McArrow. Frank McArrow, kakak tertua yang sekarang sudah memiliki perusahaan penerbangan sendiri dan tinggal di London bersama keluarganya. Gabriel sangat jarang bertemu kakak pertamanya itu. Mereka hanya bertemu saat ada acara penting dan saat ayahnya meminta untuk makan malam keluarga. Sonia McArrow, kakak kedua yang merupakan seorang model internasional yang memiliki produk kecantikan sendiri dan telah mencapai pasar internasional juga. Dan kakak ketiga, anak yang paling dianggap menjadi aib bagi keluarga, Jesse McArrow. Jesse membenci ayahnya dan menganggap nama McArrow adalah kutukan baginya. Jesse juga sudah memiliki perusahaan sendiri, walaupun tidak sebesar milik saudara-saudaranya yang lain. Pria itu membangun perusahan dari hasil kerja kerasnya tanpa bantuan ayahnya. Sedangkan Gabriel McArrow, si bungsu yang paling dibanggakan dalam keluarga. Gabriel juga sudah memiliki perusahan sendiri, termasuk beberapa restoran mahal, apartemen, dan hotel di tempat-tempat terkenal. Semua orang selalu ingin berada di dekat pria itu. Termasuk para pria yang memanfaatkan ketenaran Gabriel. Pria itu tahu bahwa mereka semua menyukainya karena kekayaan yang dimiliki keluarga McArrow. Tapi Gabriel merasa itu hal yang wajar dan pria itu nyaman dengan keadaan seperti ini. Para perempuan mulai menoleh ke arah Gabriel saat pria itu melewati mereka. Gabriel hanya tersenyum, tapi seakan hal itu bisa membuat semua perempuan mati di tempat saat itu juga. Sebenarnya Gabriel hanya sedang memikirkan Lexi. Ada beberapa perempuan yang mejauhinya karena tahu bagaimana sifat Gabriel, tapi bagi Gabriel, Lexi berbeda. Dia bahkan sudah menjauhinya sejak pertama kali bertemu dengan Gabriel dan bersikap sinis di depannya, tidak seperti perempuan lain yang berusaha membuat dirinya terlihat manis di depan pria itu. "Sungguh menarik, sepertinya aku akan punya mainan baru," gumam Gabriel. *** Kelas berikutnya lebih membosankan dari kelas sebelumnya. Lagi-lagi Lexi tidak mengerti setiap huruf dan angka yang ditulis di papan tulis. Tapi untungnya, Gabriel tidak ada di kelas yang sama sekarang. Tentu saja Gabriel adalah seniornya, jadi tidak semua pelajaran mereka satu kelas dan Lexi bersyukur karena itu. Lexi terus mengetuk-ngetuk jari tangannya sambil berhitung setiap detik dalam hati. Tidak lama setelah itu, kelas berakhir. Benar-benar terasa seabad bagi Lexi mendengarkan hal semacam itu. Dengan cepat, dia mengambil motornya dan segera menuju akademi untuk menemui Cindy. Seperti biasa, Lexi melihat Brad sedang mengamati layar di depannya. Dia kemudian mendekati Brad perlahan-lahan, alih-alih ingin mengejutkannya. "Hai, Brad," sapa Lexi. "Lexi, hai …," sapa Pria itu balik sedikit terkejut. Seolah dia sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin diketahui Lexi. "Bagaimana rasanya kuliah? Kau dapat teman baru?" Brad mulai penasaran, sambil mengalihkan rasa keterkejutannya atas kehadiran Lexi. Lexi menunjukkan ekspresi anehnya sambil menggeleng. "Benar-benar membosankan. Terutama saat kau hanya duduk diam sambil mendengar seseorang menjelaskan dengan bahasa alien." Brad tertawa saat mendengar Lexi mengatakan itu. Lexi memang punya selera humor yang cukup tinggi dan bisa membuat setiap orang tertawa, kecuali Nathan. Ada pengecualian untuk pria itu, bahkan tersenyum saja sangat jarang, apalagi tertawa. "Baiklah, lain kali kita bicara lagi. Aku ingin mendengar lebih banyak dari itu," kata Brad yang masih tertawa. Lexi mengangguk kemudian melirik ke arah pergelangan tangan Brad yang dihiasi sebuah jam tangan mahal. “Jam tangan baru?” tanyanya penasaran. Brad melirik jam tangannya. “Ah, ya. Aku baru membelinya di toko barang bekas,” jawab Brad, Lexi hanya mengangguk dan segera menuju ruangan Cindy. Saat dia membuka pintu ruangannya, perempuan itu tidak ada di dalam. Tapi seperti biasa, Lexi adalah seseorang dengan keingintahuan yang sangat besar, jadi dia masuk dan melihat-lihat. Lexi berputar-putar di ruangan itu. Ada beberpaa foto terpajang di dinding dan beberapa medali kebanggaan Cindy yang dipajang juga. Dia melirik meja kerja Cindy dan duduk di kursinya. Lexi tidak pernah meraskan bekerja di belakang meja seperti ini dan dia tidak menginginkannya. Bagi Lexi, apa enaknya hanya duduk dan mengurusi laporan-laporan yang bisa membuat kepalanya pusing jika membacanya. Sekarang dia mulai penasaran dengan meja kerja Cindy. Lexi tahu bahwa setiap meja kerja di akademi pasti memiliki brankas rahasia di lacinya. Lexi menarik laci tersebut dan dugaannya benar, ada tombol di balik laci itu, kunci untuk membukanya. Lexi berpikir, Cindy bukan tipe yang suka hal rumit. Dia berusaha memikirkan angka yang mudah diingat untuk perempuan semacam Cindy. "Baiklah, aku yakin angka itu," gumam Lexi sambil menekan angka yang terlintas di kepalanya. Bunyi klik dari laci itu membuat Lexi berteriak kegirangan. Dia baru saja menekan angka 3720, yang berarti lantai 37 di mana ruangan Cindy berada dan nomor 20. Sungguh hal yang mudah ditebak bagi mata-mata seperti Lexi. Ada sebuah berkas bertuliskan rahasia di laci tersebut, tapi ada satu hal yang membuat Lexi melupakan berkas rahasia itu. Sebuah foto Nathan yang sedang merangkul pinggang Cindy dan anehnya lagi, Nathan tersenyum di foto tersebut. Seolah mereka sangat bahagia dalam foto tersebut. Lexi memotret gambar tersebut dengan telepon genggam, kemudian meletakkannya kembali dan menutup laci tersebut. Pintu terbuka, tepat saat Lexi berdiri dari kursi kerja Cindy. "Bluemoon," kata Cindy terkejut. "Sejak kapan kau di sini?" "Ah, aku baru saja sampai dan aku kira menunggumu di sini lebih baik." "Jadi, apa yang ingin kaubicarakan padaku?" "Aku ingin dipindahkan ke asrama dan aku ingin perempuan yang waktu itu aku tolong menyamar menjadi saudara tiriku dan tinggal di apartemen." Lexi menjelaskan. Cindy duduk di kursi dan menatap Lexi dengan bingung. "Nathan memintamu tinggal di apartemen itu untuk menjaga keselamatanmu. Jika kautinggal di asrama tidak ada yang bisa menjangkau dan memantaumu. Dan berbahaya bagi kita untuk melibatkan orang di luar akademi dalam misi." "Dengar, aku baru saja bilang pada salah satu teman di kampus bahwa aku tinggal di apartemen hanya sementara hingga saudara tiriku sampai di sini. Dan akan mencurigakan jika aku tidak segera pindah ke asrama. Dia bilang anak baru seharusnya tinggal di asrama di tahun pertama." Cindy menatap Lexi dengan datar. "Aku tahu tentang itu, tapi kau di sini hanya untuk menyamar dan tidak masalah, aku sudah mengurusnya." "Bukan itu masalahnya, oke. Kita belum tahu siapa orang yang kita cari dan dia bisa mencurigaiku karena hal itu dan secara tidak sadar dia bisa saja memanfaatkan hal itu dengan mendekatiku." Cindy meletakkan kedua tangannya di atas meja dan berpikir untuk menimbang-nimbang hal itu. "Baiklah, tapi aku akan memberikanmu kamar khusus. Aku tidak ingin Nathan marah karena membahayakanmu dengan menyetujui keputusan ini." Lexi hanya mengangguk untuk menyetujui. “Dan satu lagi, aku ingin mengunakan nama asliku. Dan Freya Jordan adalah saudara tiriku yang akan tinggal di apartemen,” tambahnya. “Apa? Terlalu berbahaya untuk menggunakan nama aslimu,” bantah Cindy. “Aku tahu, tapi pria di kampusku sudah tahu nama asliku. Dia menemukan dompetku yang hilang.” Cindy hanya menggeleng tidak percaya pada apa yang telah Lexi lakukan. Merubah rencana dan membuat dirinya sendiri dalam bahaya. Tapi Cindy tidak punya pilihan lain selain mengikuti rencana Lexi. Setidaknya, dia akan menempatkan Lexi pada kamar asrama sendiri agar lebih aman. “Aku akan mengubah namamu dan melakukan sesuai yang kau inginkan.” Lexi tersenyum lebar. "Omong-omong di mana pria keras kepala itu?" tanyanya kemudian. "Aku tidak melihatnya sejak tadi." "Kau sebaiknya menjaga kata-katamu, Bluemoon," kata Cindy. "Mr. Alexander sedang ada misi di Paris, dia akan kembali dalam tiga hari." Lexi hanya mengangguk-angguk. "Baiklah, aku ingin kauurus hari ini juga, aku akan bersiap." Lexi sudah berada di depan pintu saat dia berbalik lagi. "Oh, ya, dan aku yakin perempuan yang aku tolong waktu itu pasti berada di rumah Nathan," tambahnya sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD