Sejak percakapan yang menyakitkan itu, Devan merasa dadanya sesak, sesuatu yang tak bisa ia pahami sepenuhnya mengganjal di hatinya. Ia memilih keluar dari ruangan, meninggalkan Eve yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Langkahnya terburu-buru, seolah ingin melarikan diri dari perasaan yang memburunya. Begitu sampai di taman rumah sakit, ia menghela napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang kacau. Angin sejuk menerpa wajahnya, namun tak cukup untuk menghapus keresahan yang ia rasakan. Ia duduk di bangku taman, mengamati keramaian yang seolah tak peduli pada apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya. “Apa yang sebenarnya aku lakukan?” Devan bertanya pada dirinya sendiri, menundukkan kepala. Dia bukan pria yang biasa merasakan penyesalan. Sebelum ini, semua keputu