Pagi itu, cahaya matahari yang hangat masuk melalui celah-celah jendela ruang makan, menyinari meja kayu besar di mana Eve duduk sendirian, menikmati sarapan yang telah disiapkan oleh Bibi Melani, pelayan setia yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri. Makanan hangat dan aroma teh yang menguar menambah ketenangan pagi itu, namun dalam hatinya, ada kekacauan yang tak kunjung sirna. Eve menggigit roti pelan-pelan, pikirannya melayang jauh, membayangkan peristiwa semalam. Devan, pria yang selama ini dikenal dingin dan kejam, tiba-tiba berubah. Sejak pernikahan mereka sebulan lalu, Devan selalu bersikap kasar, seolah-olah Eve hanyalah barang yang dia miliki, bukan seseorang yang seharusnya ia cintai atau hormati. Setiap interaksi di antara mereka selalu dipenuhi ketegangan, bahkan tak jaran