Bab 6. Menangis Tidak Akan Menyelesaikan Masalah 1

1099 Words
# Ethan mengantar Noah ke tempat tidur dan memberikan kecupan di dahi Noah seperti yang selalu dilakukannya setiap hari. Tapi kali ini Noah menahan tangan Ethan saat dia akan mematikan lampu kamar anaknya tersebut. “Papa,” panggil Noah. Ethan yang tadinya sudah berdiri akhirnya kembali duduk di sisi tempat tidur Noah. “Ada apa? Kau tidak boleh tidur terlalu larut karena besok harus kembali berangkat ke sekolah,” ucap Ethan. Noah melepaskan pegangan pada lengan ayahnya namun matanya masih terus menatap ayahnya tersebut. “Kenapa Bu Guru Sha tidak bisa menjadi Mamaku? Aku sangat menyukai Bu Sha, sama seperti aku menyukai Papa,” tanya Noah. Sebenarnya Ethan sudah mengantisipasi pertanyaan ini sejak dia mendengar pernyataan Noah yang terang-terangan melamar guru TK yang baru mereka temui itu untuk menjadi mamanya dan dengan kata lain artinya menjadi istri Ethan. “Hidup orang dewasa tidak sesederhana itu Noah. Papa yakin kalau Ibu Sha juga tidak memiliki perasaan kepada Papa dan orang dewasa tidak bisa bersama tanpa perasaan satu sama lain,” ucap Ethan. “Bu Sha tidak suka pada Papa dan kesal dengan Papa,” ujar Noah lagi. Ethan terdiam sesaat mendengar ucapan Noah. “Apa Bu Sha yang mengatakan hal itu kepadamu?” tanya Ethan kemudian. Tapi Noah menggeleng. “Aku menebaknya,” ucap Noah. Ethan menarik napas panjang. Dia ingat kalau putranya memang memiliki kecenderungan menebak-nebak perasaan orang lain melalui ekspresi yang ditunjukkan oleh orang itu. Herannya sering kali tebakan Noah memang benar. Namun Ethan lebih memilih untuk menganggap itu sebagai sebuah kebetulan semata atau putranya memang agak jenius dalam menebak perasaan seseorang lewat ekspresi wajah. Terlepas dari itu semua, Ethan meyakinkan dirinya sendiri kalau Noah masih terlalu kecil untuk memahami perasaan manusia lainnya. Terlebih itu adalah perasaan orang dewasa yang usianya jauh di atas Ethan. “Ya bisa jadi Bu Sha memang sama sekali tidak suka dengan Papa dan kesal pada Papa karena Papa sudah bersikap kasar pada gurumu itu. Sama seperti Papa juga merasakan hal yang sama,” ucap Ethan. Dia kembali teringat pada sosok guru TK yang sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajam yang diberikannya. Prisha Awahita. Ethan mengulang nama itu dalam hatinya. Prisha bukanlah wanita dengan wajah yang benar-benar rupawan layaknya artis. Penampilannya mirip dengan anak kecil jika saja postur tubuhnya yang tinggi semampai dan bentuk tubuh yang menarik layaknya seorang wanita dewasa. Ethan sejujurnya sedikit tertarik dengan wajah kekanak-kanakan milik Prisha. Lebih dari itu, wanita itu memancarkan kecantikan yang terasa polos, unik dan memikat dengan cara yang berbeda, tapi sikap Prisha yang dingin ditambah dengan apa yang terjadi hari ini membuat rasa tertarik yang sekilas sempat muncul itu menguap begitu saja. “Nay, Papa menyukai Bu Guru Sha,” ucap Noah sambil tersenyum. Ethan tertawa melihat Noah yang tetap saja memaksakan pendapatnya. “Tidurlah,” ucap Ethan lagi. Kali ini dia langsung mematikan lampu kamar Noah. “Papa, Bu Guru Sha tidak seperti Mama. Aku jamin itu. Dan juga, Bu Guru sudah terlalu banyak menangis,” ujar Noah. Ethan menarik napas panjang. Dia tidak mengerti kenapa putranya Noah yang sebelumnya tidak pernah benar-benar tertarik pada orang lain, bahkan selalu menolak orang lain malah tiba-tiba bisa begitu terobsesi pada guru cantik di sekolah barunya. Meski begitu, Ethan tetap saja merasa kalau dia mungkin harus menyelidiki Prisha lebih jauh lagi. Bagaimanapun, pengalaman sudah mengajari Ethan kalau berhati-hati jauh lebih baik daripada menyesal kemudian. Terkadang wanita bisa lebih licik dari yang bisa dibayangkan oleh laki-laki, setidaknya itulah yang ada di dalam pikiran Ethan sekarang. Ethan kemudian melangkah melintasi ruang tamu dan kemudian berjalan menuju ke ruang kerjanya yang sisi rumah berbeda. Masih ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya terlebih dahulu sebelum beristirahat. Ethan kemudian duduk di kursi kerjanya. Namun dia malah meraih ponselnya lebih dulu dan menekan nomor salah satu orang kepercayaannya. “Ron, aku ingin kau menyelidiki semuanya tentang guru sekolah TK Noah yang baru. Namanya Prisha Awahita. Pastikan dia bukan orang yang berbahaya jika memang harus ada di dekat Noah,” perintah Ethan. Dia bahkan tidak perlu repot-repot menyapa dan langsung mengutarakan keinginannya begitu mendengar sapaan dari Ron di seberang. Setelah itu Ethan langsung mematikan panggilannya dan kemudian meletakkan ponselnya. “Mari kita lihat dulu sebenarnya apa yang tersembunyi di balik wajah cantik yang terlihat polos itu. Prisha Awahita.” Ethan bergumam pelan. Ron adalah salah satu bawahan Ethan yang paling ahli menyelidiki tentang masa lalu seseorang. Bahkan jika seseorang berusaha menyembunyikan hal paling memalukan dalam hidupnya di lumpur terdalam yang ada di muka bumi ini, Ron akan tetap bisa menemukan petunjuk. Saat itu hujan mendadak turun dengan deras dan Ethan bisa melihat petir yang menyambar-nyambar lewat jendela kaca di ruang kerjanya. Sepertinya akan ada badai malam ini. # Prisha meringkuk di bawah tempat tidur sambil memeluk lututnya sendiri dan membungkus tubuhnya dengan selimut sementara di luar hujan turun dengan deras disertai gemuruh petir serta kilat yang seakan saling bersahutan. Setiap kali hujan deras di tengah malam seperti sekarang, Prisha selalu teringat malam ketika Bima mengalami hal yang kemudian merenggut nyawa putranya tersebut. Malam itu darah terus keluar dari luka di kepala Bima sementara Prisha dengan putus asa mencoba menghentikan pendarahan. Dia ingat terus-menerus berteriak pada Pak Kirman untuk menambah kecepatan mobilnya. Dia bahkan ingat ketika dokter akhirnya mengatakan kalau Bima sudah tidak bernapas saat mereka akhirnya tiba di Rumah Sakit. Saat itu dunia Prisha mendadak hancur dengan kepergian Bima. Bima adalah satu-satunya alasan Prisha bertahan di dalam pernikahannya saat itu dengan Banyu Rakesha. Bima juga alasan Prisha menahan semua hinaan dan siksaan ibu mertuanya, iparnya dan juga seluruh keluarga Rakesha yang lain. Hanya demi Bima hingga Prisha selama itu tetap diam meski dia tahu Banyu, suaminya selalu berselingkuh di belakangnya. Namun semua itu tidak bisa Prisha tahan saat dia tahu kalau Banyu berniat menikahi Zahra juga dan menjadikannya istri kedua secara terang-terangan. “Maafkan Mama sayang. Bima, maafkan Mama.” Prisha terisak keras di tengah suara hujan yang meredam suara tangisannya. Jauh di dalam hatinya, Prisha tidak pernah bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Andai malam itu dia tidak menyinggung tentang perceraian di hadapan Banyu, maka Banyu tidak akan mungkin lepas kendali dan mencoba memaksanya untuk ke sekian kalinya meski mereka berdua sudah berstatus suami istri saat itu. Dan andai saja Banyu tidak melakukan itu kepadanya, Bima tidak akan mencoba menolong dirinya dan berakhir mengalami kekerasan dari Banyu sendiri. Bagi Prisha, luka kehilangan Bima adalah luka yang akan dia bawa seumur hidup. Bahkan dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri, jadi bagaimana bisa dia memaafkan Banyu meskipun pria itu berkali-kali memohon agar mereka tidak bercerai tiga tahun lalu? Dengan semua pikiran yang membebaninya saat itu, Prisha lagi-lagi tertidur di lantai yang dingin karena lelah menangis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD