Prolog
#
Prisha menegang seketika saat melihat berita TV yang menayangkan tentang skandal perselingkuhan suaminya yang entah bagaimana videonya bisa menjadi viral seketika.
Sesungguhnya sudah sejak lama Prisha tahu kalau suaminya, Banyu memang kerap kali berselingkuh di belakangnya.
Dia tahu namun dia hanya diam dan berusaha untuk menutup mata pada apa pun yang dilakukan oleh Banyu.
“Laki-laki itu memang biasa kalau memiliki banyak wanita, yang paling penting dia tidak mengabaikan dirimu dan anak kalian. Tugasmu adalah menjadi ibu dan istri yang baik! Selama Banyu tetap kembali ke rumah maka tidak perlu memperbesar masalah Sha! Ingat, Bima anak kalian membutuhkan orang tua yang lengkap!”
Itu adalah kalimat yang selalu didengungkan oleh ibu mertuanya selama ini dan sekaligus kalimat yang membuat Prisha tertekan karenanya.
Bima putranya menderita sindrom asperger, semacam gangguan perkembangan mental serta syaraf yang masih masuk dalam spektrum autisme.
Meskipun pada perkembangannya, putranya masih bisa berkomunikasi dengan lancar, namun Prisha menjadi pihak yang disalahkan oleh seluruh keluarga Banyu sebagai wanita yang melahirkan Bima.
“Bik, tolong bawa Bima ke dalam,” perintah Prisha pada pembantunya. Dia mematikan tayangan berita dengan segera.
Tapi Bima langsung berlari memeluk Prisha.
“Mama, sedih ... jangan nangis,” ucap Bima. Sorot mata anak itu menunjukkan kepedulian untuk ibunya.
Prisha meraih Bima ke dalam pelukannya selama beberapa saat.
“Hanya ada debu yang masuk ke mata Mama. Sudah malam, Bima bobok ya. Besok sekolah kan?” ujar Prisha. Matanya tampak memerah kini.
Bima mengangguk mengerti.
“Cium,” pinta Bima saat Prisha akhirnya melepaskan pelukannya.
Prisha meraih wajah anaknya dan memberinya kecupan di dahi.
“Bik Ida, tolong ya,” ucap Prisha pada pengasuh Bima.
Bik Ida hanya mengangguk dan langsung menuntun Bima untuk menuju ke kamarnya.
Sebenarnya Bik Ida juga merasa kasihan pada majikannya itu. Sebagai orang yang sudah bekerja di rumah itu sejak lama dan membantu mengasuh Bima, putra tunggal majikannya sejak bayi, dia tahu dengan jelas kemelut seperti apa yang tengah terjadi di dalam rumah tangga majikannya.
Hanya saja Bik Ida tahu kalau sebagai pengasuh, dia tidak berhak ikut campur terlalu banyak.
Saat Bima dan Bik Ida sudah menghilang dari pandangannya, Prisha langsung meraih ponselnya dan membuka pesan masuk di ponselnya.
Air mata jatuh membasahi pipinya saat dia harus melihat video tanpa sensor dari suaminya yang tengah memadu kasih dengan wanita lain.
Lebih dari itu, Prisha bahkan tahu siapa wanita itu. Tidak mungkin dia tidak mengenal sekretaris suaminya.
Dia bahkan pernah mengundang sekretaris suaminya itu untuk ikut makan malam di rumahnya.
Prisha tahu kalau Banyu memang memiliki banyak kekasih di luar, akan tetapi dia tidak pernah menyangka kalau Zahra adalah salah satunya.
Prisha mengenal Zahra dengan baik karena mereka sebenarnya pernah satu SMA. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Zahra akan menjadi salah satu orang yang mengkhianatinya dan tidur dengan suaminya sendiri.
Melihat bagaimana suaminya sendiri bercinta dengan wanita lain dalam video itu membuat Prisha akhirnya berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Rasa jijik, marah dan kesal kini bercampur menjadi satu dalam benaknya.
Saat Prisha baru saja selesai mencuci wajahnya, dia mendengar suara ketukan keras dari pintu depan.
Prisha bergegas ke depan dan melihat pembantunya baru saja membukakan pintu untuk suaminya yang baru pulang.
“Lagi-lagi pembantu yang membukakan pintu! Kau ada di mana sih?! Suami pulang kok bukan di sambut istri sendiri malah disambut pembantu!” bentak Banyu.
Pria itu kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas sofa dan melemparkan tas serta jasnya pada Prisha lalu mengambil remote TV.
“Sha! Siapkan air hangat, aku ingin mandi,” perintah Banyu. Dia menyalakan TV dan kesal saat melihat hampir semua program berita kini menayangkan berita tentang skandalnya.
“Sial!” Banyu melemparkan remote TV tersebut ke dinding hingga hancur.
Prisha tidak lagi terlihat kaget dengan kejadian seperti itu. Dia terlalu sering melihat dan diperlakukan dengan kasar oleh Banyu sehingga dia bahkan tidak lagi merasa terkejut.
“Apa yang kau lakukan?! Kau tidak lihat aku menunggu? Harus diajari lagi bagaimana melayani suamimu sendiri?” tanya Banyu. Tidak biasanya Prisha akan berdiri mematung dan tidak membukakan sepatu serta kaos kakinya. Istrinya itu adalah tipikal istri yang melayani suami dengan patuh dan sepenuh hati.
Prisha mengangkat wajahnya menatap Banyu.
“Mas tidak ingin mengatakan apa-apa?” tanya Prisha dengan mata berkaca-kaca.
Banyu membalas tatapan Prisha dengan raut wajah kesal.
“Apa? Maksudmu tentang berita di TV? Zahra cuma salah satu dari selingan. Berbeda denganmu. Aku sial saja karena ternyata ada wartawan yang mengikuti ke hotel dan diam-diam mengambil video kami. Aku pasti akan menuntut wartawan sekaligus stasiun TV itu. Lihat saja nanti. Jangan terlalu dipikirkan,” ucap Banyu enteng.
Prisha mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya.
“Kenapa Zahra? Mas bahkan tahu kalau aku berteman baik dengan Zahra. Kenapa Mas tega-teganya melakukan ini kepadaku?” tanya Prisha.
Banyu menggaruk rambutnya kesal.
“Sha, kau bersikeras membahas hal tidak penting seperti ini di saat suamimu baru pulang kerja dan lelah? Sudah kukatakan kalau Zahra tidak berarti apa-apa! Kalau dia penting, mana mungkin aku menikahimu dan bukan dirinya? Kalau kau tanya apa kekuranganmu? Tidak ada, kau lebih segala-galanya dari Zahra, makanya aku memilihmu. Tapi laki-laki tidak mungkin hidup hanya dengan satu wanita saja. Jadi berhenti membesar-besarkan masalah Sha. Aku capek,” ucap Banyu.
Kalimat Banyu hanya mempertegas kalau ternyata pria itu sudah memiliki hubungan dengan Zahra jauh sebelum video itu diambil dan selama ini mereka berdua menipu Prisha dengan bersikap seakan-akan tidak ada apa pun yang terjadi.
Apa yang membuat Prisha sakit hati adalah kenyataan kalau ternyata bukan hanya suaminya yang sudah mengkhianatinya, melainkan semua orang yang selama ini tahu tentang hubungan antara Banyu dan Zahra.
Prisha menghapus air mata yang mengalir di wajahnya lalu bergerak menuju salah satu rak yang ada di sudut ruangan itu dan mengeluarkan sebuah surat.
“Aku ingin bercerai,” ucap Prisha akhirnya. Dia sudah lama menyiapkan surat itu namun tidak pernah memiliki keberanian untuk menyerahkannya pada Banyu. Baru setelah melihat video skandal Banyu, dia akhirnya sadar kalau seharusnya sejak lama dia menuntut perceraian dari Banyu.
Banyu menerima surat dari Prisha sambil tertawa mengejek.
“Apa-apaan ini? Cerai? Kau sudah lupa siapa yang membayar semua hutang-hutang keluargamu? Memangnya hanya dengan ijazah yang kau miliki sekarang kau bisa membesarkan Bima seorang diri?! Jangan gila Sha! Kita tidak akan pernah bercerai sampai kapan pun!” Kali ini Banyu melemparkan kertas itu ke wajah Prisha hingga tanpa sengaja membuat pipi Prisha terluka oleh goresan kertas.
“Baik, kalau kau tidak mau. Aku akan keluar dari rumah ini malam ini juga,” ucap Prisha sambil berbalik dan melangkah menuju ke kamar tidur.
Dia kemudian menghempaskan tas serta jas milik suaminya ke atas tempat tidur dan beralih meraih koper. Dengan air mata yang terus mengalir, Prisha memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.
Namun di tengah kegiatan itu, Banyu yang menyusulnya ke kamar menarik koper itu dari tangan Prisha.
“Sha! Kau sudah gila?!” bentak Banyu.
“Kau yang sudah gila Mas! Mari berpisah dan biarkan aku membawa Bima. Toh keluargamu juga tidak menginginkan Bima yang selalu mereka sebut sebagai anak cacat. Aku sudah ikhlas sekarang! Sejak awal memang kita tidak seharusnya bersama!” teriak Prisha putus asa.
Banyu menatap Prisha dengan rahang mengeras.
“Jadi ini rupanya rencanamu makanya kau selalu menolak untuk memiliki anak lagi? Kau meminta waktu untuk fokus pada Bima tapi sebenarnya kau ingin bercerai kan? Katakan padaku Sha, apa kau punya pria idaman lain? Siapa dia? Apa dia lebih hebat dariku?” tanya Banyu.
Prisha sama sekali tidak menyangka kalau Banyu akan menuduhnya seperti itu.
“Jangan mengalihkan pembicaraan Mas!” Prisha tidak terima dengan tuduhan Banyu.
Tapi Banyu seakan tidak peduli dengan ucapan Prisha dan mendorong tubuh Prisha hingga terjatuh ke atas tempat tidur.
“Kau mulai lupa dengan posisimu sebagai istri yang seharusnya taat dan menurut pada suami. Sama seperti ketika kau mengandung Bima, rupanya aku harus membuatmu mengandung anak kita lagi agar kau ingat kalau takdirmu itu menjadi istriku!” Banyu menindih Prisha dan menarik pakaian yang dikenakan oleh Prisha.
Prisha yang terkejut dengan tindakan suaminya saat ini berusaha keras untuk berontak dan melepaskan diri. Mana mungkin dia tidak tahu apa yang di inginkan Banyu sekarang?
Mendadak Prisha kembali merasa mual saat bayangan suaminya dan Zahra kembali melintas di kepalanya bercampur dengan ingatan waktu pertamanya bersama Banyu yang membuatnya pada akhirnya mengandung Bima serta pasrah menikah dengan Banyu.
“Hentikan! Kumohon hentikan Mas!” Prisha semakin keras berontak, berusaha mempertahankan bajunya yang sedikit robek oleh perbuatan Banyu.
Saat itu sebuah tamparan mendadak mendarat di wajah Prisha.
“Kau tidak berhak menolak! Aku suamimu!” bentak Banyu. Dia kemudian mencekik Prisha untuk menghentikan perlawanan Prisha.
Lalu tanpa disangka-sangka sebuah boneka beruang mendarat di wajah Banyu.
“Lepas Mama! Lepas! Papa jahat!”
Entah bagaimana caranya, Bima tiba-tiba sudah berada di kamar dan kini menarik-narik celana Banyu dengan tangan kecilnya.
Prisha yang hampir kehabisan napas hanya bisa menatap sayu ke arah Bima. Dia ingin meminta Bima pergi namun cekikan Banyu yang kuat membuat suaranya tercekat.
Bima yang putus asa melihat kekerasan yang dialami oleh ibunya lalu merangkak naik ke tempat tidur dan berusaha menarik tangan ayahnya sendiri yang tengah mencekik ibunya.
“Jahat! Jahat! Papa lepas Mama!” teriak Bima.
Banyu yang kesal menghempaskan tangannya kuat dan mendorong Bima.
Kejadian itu begitu cepat. Prisha hanya sempat melihat tubuh mungil putranya melayang jatuh dan kemudian membentur sudut rak yang berada di dekat tempat tidur.
Hanya setelah itu Banyu kemudian tersadar saat melihat putranya terkapar diam di lantai.
“Bima!” teriak Prisha yang akhirnya terlepas dari cengkeraman Banyu, suaminya sendiri. Dia bergegas turun dan memeluk putranya.
Darah mengalir dari kepala Bima sementara anak itu diam tidak bergerak.
“Apa yang kau lakukan pada anak kita Mas! Ya Tuhan Bima! Maafkan Mama sayang. Bima!” Prisha mencoba memanggil-manggil nama putranya.
Banyu terpaku melihat kejadian itu. Sementara Prisha dengan histeris menggendong tubuh Bima sambil berlari keluar kamar meminta pertolongan tanpa peduli pada tubuhnya yang terekspos karena bajunya yang robek di beberapa tempat.
Malam itu adalah malam di mana segalanya berubah untuk Prisha maupun Banyu.