#
Beberapa orang tampak menatapnya ketika Prisha lewat.
Sebagian dengan tatapan kagum dan sisanya dengan tatapan negatif ketika Prisha hanya mengabaikan mereka begitu saja.
“Dia pikir dia cantik hanya karena banyak orang tua murid yang memfavoritkannya. Kudengar sih dia janda, takutnya nanti akan ada gosip atau skandal di sekolah kita.”
Salah seorang guru wanita tampak menyindir Prisha terang-terangan.
Namun Prisha masih tetap mengabaikannya. Selama dua setahun dirinya pindah ke sekolah ini, dirinya sudah terlalu terbiasa mendengar orang berbicara hal negatif tentang dirinya, terlebih setelah mengetahui kalau dirinya adalah janda.
Dia tidak mungkin membungkam mulut semua orang yang berbicara negatif tentang dirinya dan dia juga tidak bisa menutup telinganya terus menerus hanya karena tidak ingin mendengar tuduhan buruk setiap orang kepadanya.
Bercerai dan menjadi janda di usia muda bukanlah keinginan seorang Prisha Awahita, terlebih janda cerai hidup yang sudah jelas-jelas mendapatkan penilaian buruk dari banyak orang. Namun orang-orang cenderung hanya menilai dari satu sisi saja dan melupakan kenyataan kalau beban hidup tiap orang itu berbeda dan bahwa semua orang memiliki alasannya masing-masing.
“Abaikan mereka.”
Prisha menoleh dan melihat seorang pria kini sudah berdiri di sampingnya.
Pria itu adalah Gilang Pratama, pengajar di Sekolah Dasar yang menyatu dengan sekolah TK tempat Prisha mengajar saat ini.
Sekolah ini adalah sebuah sekolah swasta yang bernaung di bawah yayasan besar sehingga dalam satu lingkungan sekolah terdapat TK, SD, SMP dan SMA yang juga dijalankan oleh yayasan yang sama.
Prisha melirik ke arah Gilang.
“Bapak tidak mengajar?” tanya Prisha datar. Dia tahu kalau Gilang Pratama adalah salah satu alasan kenapa dirinya semakin sering mendapat sindiran maupun tatapan sinis dari banyak guru wanita di sekolah itu.
Gilang tertawa.
“Mengajar kok, tapi ini masih pagi dan kelas juga baru akan dimulai lima belas menit ke depan setelah baris berbaris. Masih ada waktu untuk sarapan di kantin sekolah,” ucap Gilang. Dia bermaksud mengajak Prisha ke kantin sebenarnya namun setelah berkali-kali di tolak, dia memutuskan untuk tidak secara langsung mengemukakan niatnya itu.
“Aku sudah sarapan sebelum datang,” balas Prisha.
“Kalau begitu ngemil? Perempuan kan suka ngemil,” ucap Gilang tidak menyerah.
Prisha hanya menggeleng pelan.
“Masih terlalu pagi untuk ngemil,” ujar Prisha. Sikapnya tetap sama kepada Gilang.
“Bagaimana kalau makan siang bersama saat istirahat sekolah nanti?” tanya Gilang lagi.
Prisha mengangkat tas kecil yang dia bawa.
“Hari ini aku membawa bekal makan siang,” jawab Prisha.
Gilang menatap tas bekal yang sekarang ada di tangan Prisha sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal.
“Baiklah, sepertinya hari ini memang tidak bisa. Tapi besok jika aku mencoba lagi, apa kau akan marah?” tanya Gilang.
“Aku tidak berhak marah, tapi aku harus bilang hal yang sama seperti kemarin. Apa yang kau lakukan itu percuma, untuk saat ini aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan baru, baik itu hubungan pertemanan maupun hubungan persahabatan. Lagi pula, di sekolah ini ada banyak guru lain yang ingin menjadi teman dekatmu, sebaiknya kau mempertimbangkan mereka daripada mendekatiku. Tidak ada untungnya untukmu,” balas Prisha.
Gilang menatap Prisha selama beberapa saat. Wajah cantik di depannya selalu terlihat dingin dan datar seperti patung es. Namun yang membuat dirinya dan mungkin semua guru laki-laki di sekolah itu menyukai Prisha serta berusaha mendekati wanita itu bukan sekedar kecantikannya namun karena Prisha sangat menarik.
Prisha memang bersikap dingin pada orang lain, tidak peduli itu laki-laki atau perempuan. Tapi sikapnya akan berbeda pada anak-anak.
Prisha selalu bersikap hangat dan perhatian pada anak-anak. Wajahnya akan melembut dan dihiasi senyuman lembut saat berhadapan dengan anak kecil. Bahkan anak SMP dan SMA di sekolah itu sampai mengidolakan Prisha meski di sisi lain mereka tidak pernah berani untuk mendekati Prisha secara langsung.
Namun kelebihan Prisha tidak hanya itu. Dia juga selalu bisa menghadapi keluhan orang tua murid dengan kepala dingin dan sikap yang tenang sehingga kepala sekolah TK sangat menyayanginya. Bahkan dirinya sering kali dipaksa untuk membantu mediasi dengan orang tua murid yang cukup sulit meskipun itu sebenarnya bukan tugas Prisha.
“Kalau aku mencari keuntungan, mending investasi emas atau dagang sekalian. Sudah pasti untung. Aku juga ingin mengatakan hal yang sama dengan kemarin Sha. Aku tidak ingin menyerah, setidaknya untuk mengajakmu sarapan bersama atau makan siang bareng. Aku hanya berharap kau tidak terlalu merasa terganggu denganku. Kau tahu? Aku hanya sedang berusaha, siapa tahu suatu hari kau akan luluh,” ujar Gilang sambil tertawa.
Kenyataannya memang banyak yang suka pada Prisha dan mencoba mendekatinya, namun semenjak Gilang secara terang-terangan mengejar Prisha, sebagian besar guru dan karyawan laki-laki yang menjadi pengagum rahasia Prisha perlahan mengundurkan diri karena mereka tahu bahwa mereka tidak akan mungkin bersaing dengan paras tampan Gilang.
Di sisi lain, semua orang juga sadar. Kalau setampan Gilang saja kesulitan, apalagi mereka.
Prisha menarik napas panjang.
“Kalau aku bilang bahwa aku merasa terganggu, memangnya kau akan berhenti menggangguku?” Kali ini Prisha yang bertanya.
Gilang tertawa.
“Tidak! Aku tidak akan mundur semudah itu,” balas Gilang.
Prisha sebenarnya sudah menduga kalau Gilang akan bilang begitu namun terkadang dia berharap kalau Gilang benar-benar menyerah akan dirinya karena bagaimanapun Prisha tahu kalau hatinya sudah tertutup untuk kisah baru setelah semua yang dialaminya selama ini.
Hidupnya tidak mudah setelah perceraiannya, tidak hanya karena masalah ekonomi tapi juga karena banyak masalah lain. Menjadi janda dari pria yang berasal dari keluarga berada tidak serta merta membuatnya menjadi kaya raya. Sebaliknya, hidupnya penuh kesulitan karena seluruh keluarga dari mantan suaminya selalu berusaha untuk mengganggu dan menyulitkannya.
“Terserah kau saja,” ujar Prisha lelah. Sebentar lagi dia sudah harus mengajar dan dia tidak punya waktu untuk terus meladeni Gilang. Dia tidak ingin memberi harapan tapi dia juga tahu kalau Gilang tidak akan bisa dihentikan.
Gilang kemudian meraih tangan Prisha secara tiba-tiba dan meletakkan sesuatu di tangan Prisha.
“Untukmu. Aku tahu kau sudah sarapan tapi tidak siapa tahu saja kau merasa lapar di jeda jam mengajar. Anak-anak kecil kan punya energi yang tidak terbatas, terlebih anak TK. Itu adalah usia di mana mereka sama sekali tidak akan merasa lelah menguras energi orang dewasa,” ujar Gilang.
Prisha hanya menatap s**u coklat di tangannya dengan tatapan datar.
“Aku balik dulu Sha, jangan lupa diminum s**u coklatnya.” Kali ini Gilang berseru sambil melangkah ke arah yang berlawanan dengan Prisha.
Saat Prisha berbalik, seorang anak dengan seragam TK sudah berdiri di depannya sambil mendongak menatapnya.
Prisha belum pernah melihat anak itu namun seragam yang dikenakan anak itu jelas ada seragam dari TK tempatnya mengajar.
“Halo, siapa namamu?” tanya Prisha.
Namun anak itu hanya diam dan mengulurkan tangannya ke arah Prisha seakan meminta sesuatu.
Prisha menatap s**u coklat pemberian Gilang yang sekarang masih ada di tangannya. Anak kecil memang selalu tertarik dengan makanan atau minuman manis dan itu hal yang wajar.
“Kau mau ini?” tanya Prisha sambil menunjukkan s**u pemberian Gilang.
Tanpa di duga, anak itu malah mengambil s**u di tangan Prisha secara tiba-tiba dan kemudian mencampakkannya ke tanah. Dia bahkan menginjaknya hingga isi s**u itu tumpah dan cipratannya mengenai seragam anak itu serta ujung rok yang dikenakan oleh Prisha.
Prisha tampak terkejut melihat itu. Tapi daripada marah, Prisha langsung berlutut di hadapan anak itu dan membersihkan cipratan s**u yang mengenai seragam anak kecil itu.
“Tidak apa-apa. Kau boleh berhenti,” ucap Prisha lembut.’
Anak laki-laki itu berhenti menginjak s**u yang sudah tidak karuan lagi kemasannya itu. Dia menatap Prisha dengan tatapan meneliti.
Tapi Prisha mengusap pipi anak laki-laki itu pelan.
“Sungguh tidak apa-apa,” ujar Prisha lagi.
Anak itu terlihat terkejut. Lalu menghempaskan tangan Prisha dan berlari menjauh. Membuat Prisha hanya bisa memandanginya sambil menarik napas panjang.
“Astaga, belum juga sehari, anak itu sudah berulah.”
Prisha menoleh dan melihat Dilla, rekannya sesama guru TK yang datang mendekatinya.
“Murid baru ya?” tanya Prisha.
“Murid bermasalah lebih tepatnya Sha. Aku berharap Bu Kepala tidak memasukkannya ke dalam kelasku,” jawab Dilla. Memikirkan harus menangani anak bermasalah seperti itu saja sudah membuat Dilla sakit kepala.
Prisha terdiam sejenak mendengar ucapan Dilla. Murid bermasalah cenderung dikaitkan dengan anak yang bersikap defensif, tantrum atau anak yang menderita autisme. Mengingat apa yang baru saja dilakukan oleh anak itu kepadanya, Prisha meyakini kalau anak itu sebenarnya hanya butuh dipahami dan dimengerti.