11
Kehadiran Gladys dan Arnold, suaminya, beserta Clarissa, putri mereka yang berusia tiga tahun, berhasil menciptakan senyuman di wajah pucat Sebastian. Pria tua yang telah dipindahkan ke ruang perawatan, mendekap putri tertuanya dengan erat.
Sepasang mata bermanik hitam milik Sebastian terlihat berkaca-kaca ketika dipeluk dan pipinya diciumi Clarissa. Senyuman pria yang rambutnya sebagian telah memutih, kembali melebar saat sang cucu menyentuh dahi dan lehernya sembari berbicara layaknya seorang dokter.
Gladys menyambangi ibunya dan mendekap Helga erat. Selanjutnya dia berpindah untuk memeluk kedua adiknya secara bersamaan. Arnold bergabung untuk berbincang dengan keluarga istrinya.
"Aku sudah mencoba mengusir, tapi dia ngotot pengen di sini," tutur Jewel sembari menekan-nekan tisu ke bawah hidungnya yang berkeringat.
"Biar aku yang bicara," ungkap Gladys.
"Tidak perlu. Biar Papa yang ngomongin ke dia," timpal Arnold. "Dia harus paham jika saat ini keluarga kita butuh ketenangan. Kalau dia masih terus di sini, mungkin saja tekanan darah Ayah akan naik lagi," lanjutnya.
"Orangnya keras kepala, Mas. Aku udah ngomong dari cara halus sampai kasar, tapi dia tetap ngotot," imbuh Rayner.
"Dalam perjalanan ke sini, aku sudah mengecek tentangnya. Dia CEO Aryeswara Grup yang merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia. Ditambah lagi, dia anak tertua. Otomatis sudah terbiasa mendapatkan apa pun sesuai kuasanya," papar Arnold.
"Menghadapi orang semacam dia, kita harus mengatur strategi terbaik. Terutama, tunjukkan jika kita juga berkuasa. Itu akan membuatnya berpikir jika kita setara dengannya dan tidak bisa diremehkan," tambah Arnold.
"Kalian mungkin belum bisa menggunakan power itu, dan dia sangat memahaminya. Karena itulah aku yang harus maju. Lagi pula usia kami tidak beda jauh. Mungkin dia akan sedikit segan padaku," cakap Arnold.
"Ehm, ya. Memang sebaiknya yang lebih tua yang menanganinya," cetus Rayner.
"Di mana dia sekarang?" tanya Gladys.
"Pulang ke hotel. Nanti sore katanya mau ke sini lagi," terang Jewel.
"Oke. Sekarang sudah hampir jam tiga. Aku mau istirahat sebentar, sambil menunggu dia datang," papar Arnold.
Sementara itu di tempat berbeda, Trevor dan kedua saudaranya memandangi mobil milik Victor yang bergerak menjauh untuk pulang ke Jakarta. Levin dan Terren masih akan bertahan selama beberapa hari ke depan. Mereka harus memastikan urusan Trevor dengan Jewel selesai, sebelum nantinya mereka akan pulang bersama-sama.
Sekian menit berikutnya mereka telah berada di coffee shop di area belakang hotel. Ketiganya memandangi layar ponsel masing-masing dengan berbagai ekspresi. Trevor membaca pesan-pesan pribadi terlebih dahulu, sebelum mengecek beberapa grup yang diikutinya.
Beberapa grup langsung dibersihkan percakapannya karena Trevor yakin tidak ada hal yang penting di sana. Selanjutnya dia berpindah ke grup yang berisikan empat puluh pria yang semuanya adalah pengusaha muda.
Trevor baru bergabung dalam grup tersebut beberapa bulan silam karena diajak Benigno. Dia tergabung di tim keempat bersama Ethan, sedangkan Benigno berada di tim ketiga.
Pada awalnya Trevor sempat ragu-ragu untuk bergabung, karena dia hanya mengenal segelintir anggota grup. Trevor baru menetap di Indonesia setahun terakhir, setelah sebelumnya tinggal di Canada bersama Levanya dan Levin.
Mereka terpaksa pulang karena Oma Ayu tengah sakit keras. Perempuan tua tersebut menginginkan keenam cucunya berkumpul di Indonesia. Demi rasa hormat pada tetua, Trevor dan saudara-saudaranya pulang.
Mereka memutuskan menetap karena semua Ayah kompak ingin berhenti bekerja dan meminta keenam cucu meneruskan perusahaan keluarga. Meskipun Benigno dan Ethan tidak ikut bekerja di Aryeswara Grup, tetapi mereka memiliki jumlah saham yang sama dengan keempat cucu lainnya.
Tawa Trevor bergema di ruangan lengang. Terren spontan menendang kaki kakaknya, sedangkan Levin membalikkan badan dan berpura-pura tidak kenal dengan pria yang mengenakan kaus hijau lumut turtle neck, yang masih terbahak sembari memegangi ponselnya.
***
Grup Tim Gabungan
Chandra Kamandaka : Yang transfer buat kado, baru dua puluh sembilan orang. Yang lainnya, ke mana?
Yasuo Tadashi : Aku udah, kan, Chan?
Chandra Kamandaka : Yes, Mas Yakuza
Ferdianto Atmaja : Aku lupa, udah atau belum, ya?
Chandra Kamandaka : Udah, To
Baskara Gardapati Ganendra : Anto mau nambah lagi, biarin aja
Heru Pranadipa Dewawarman : Lagi banyak duit dia
Andra Kastara : Hasil jual kebun
Samudra Adhitama : Bukan kebun, tapi pulau
Arman Rinaldi : Mantap, nih, Mas Anto
Mikail : Aku mau ngelamar jadi Adik ipar, ya, Mas Anto?
Heru Pranadipa Dewawarman : Erie baca pesan ini, habis kamu, Mik!
Hamizan Endaru : Mikail minta slepet Erie
Theodore Liem: Bogem, lebih mantap
Harry Adhitama : Tabok pakai tongkat bisbol
Fairel Attarizz Calief : Lebih seru pakai tongkat golf
Axelle Dante Adhitama : Tongkat billiar
Tristan Cyrus : Tongkat Mak Lampir
Austin David Wirapranata : Tongkat Samo Hung alias Koh Li Bun
Calvin Jesther Adhitama : Woi! Akong itu!
Adelard Diovandri : Baru aku mau ngetik, Samo Hung mirip Akong Koh Li Bun
Rahagi Hammani : Kayaknya kebalik, deh. Tuaan Akong
Benigno : Perasaan muka Akong dengan Samo Hung beda
Satria Daryantha : Ho oh. Gantengan Akong
Reinar Linggabuwana : Satria ada maunya tuh, muji-muji Akong
Yasuo : Ngedeketin siapa, nih, Satria?
Januar Achnav : Pasti Kyle
Hadrian Danadyaksha : Minta totok sama Harry kalau berani mepet adiknya
Ethan Bradlee Janitra : Kayaknya Laura, deh. Seleranya Satria itu
Fritz Hayaka : Boleh. Tapi harus siapkan duit satu milyar buat pelangkah
Satria Daryantha : Siap, Kak Fritz!
Fritz Hayaka : Aku belum selesai. Itu buat pelangkahku. Belum Bang Samudra, Kyle dan Calvin
Satria Daryantha : Banyaknya!
Fritz Hayaka : Laura, kan, cucu bungsu. Berarti dia ngelewatin kakak-kakaknya
Jourell Cyrus : Sabrina, nggak dikasih pelangkah?
Samudra Adhitama : Udah mau nikah dia
Bryan Chavhas : Loh, aku baru tahu Sabrina mau married
Argan Bazan : Idem
Keven Kahraman : Siapa calonnya, Sam?
Panglima Labdajaya : Aku, Mas Keven
Mahapatih Jayantaka Pramudya : Bro Pang, jangan pagar makan daun!
Alvaro Gustav Baltissen : Sok, berantemlah!
Yanuar Kaisar : Aku jadi penari latar aja
Prabu Lintang Jagat Pramudya : Aku main gitar
Marley Yudhana Pramudya : Aku mau nyanyi satu album
Artio Laksamana Pramudya : Marley, berani nyanyi, tembak, dor!
Atalaric Dewawarman : Muncul aja kelompok keluarga Pramudya. Chat langsung kacau!
***
Sepasang pria saling menatap dari sisi kursi yang berseberangan. Mereka mengamati orang di hadapan, seolah-olah tengah mengukur kemampuan lawan.
Trevor mengingat-ingat informasi tentang Arnold Cayapata yang merupakan Kakak ipar Jewel. Trevor menyadari bila pria berkumis tipis bukanlah orang yang bisa dianggap sepele. Meskipun bukan berasal dari keluarga konglomerat, tetapi Arnold berhasil memajukan bisnisnya sendiri yang berpusat di Bali.
Sementara Arnold, mengakui bila karisma Trevor begitu kuat. Gayanya yang tenang terlihat sangat santai. Namun, dari caranya menatap, Arnold tahu jika Trevor mengawasi gerak-geriknya.
"Ada satu hal yang sangat menggelitik saya. Bagaimana kamu bisa mengatakan jika kamu dan Jewel menjalin hubungan?" tanya Arnold untuk memecahkan kesunyian. "Sedangkan saya, Gladys dan keluarganya sangat tahu jika dia mencintai Marcellino. Jewel juga tipe setia. Dia tidak mungkin bermain api karena sudah bertunangan," lanjutnya.
"Tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini, Mas," sahut Trevor. Dia menyematkan panggilan Mas karena usia Arnold lebih tua dua tahun darinya. "Orang yang sudah menikah saja bisa berselingkuh. Apalagi yang statusnya masih tunangan," sambungnya.
"Itu tidak berlaku buat Jewel." Arnold mengamati pria berparas manis yang terlihat sangat percaya diri. "Saya sudah mengenalnya sejak tujuh tahun lalu. Hanya Marcellino yang menjadi satu-satunya pacar yang dimilikinya. Terutama karena mereka telah menjalin kasih dari masa kuliah," imbuhnya.
Arnold memajukan badannya, kemudian bertutur, "Saya benar-benar yakin. Jewel hanya mencintai Marcellino, dan dia telah membuktikan kesetiaan selama lima tahun berpacaran. Jadi, semua ucapanmu, saya yakin, itu bohong!"
Trevor tetap bergeming. Dia tahu jika Arnold tidak bisa diintimidasi seperti halnya Rayner. Trevor memutar otak untuk mencari kalimat sanggahan.
Akan tetapi, belum sempat Trevor mengucapkannya, Jewel muncul di depan kafetaria bersama seorang perempuan muda yang menjadikan CEO Aryeswara Grup mengeluh dalam hati karena mengenali sosok tersebut.