Geo saat ini tengah berada di sebuah cafe bersama dengan sahabatnya yang bernama Hito.
Hito adalah teman Geo sejak masih duduk di bangku SMA. Ia berasal dari keluarga yang sederhana, bukan seperti Geo yang berasal dari keluarga yang berada.
Tapi Geo sama sekali tak pernah menganggap rendah Hito.
Hito yang mendengar kabar tentang rencana pernikahan Geo pun langsung menghubungi Geo dan mengajaknya untuk bertemu.
Selama ini Hito mengenal Geo adalah pria yang baik. Ia bahkan menyaksikan bagaimana perjalanan cinta Geo saat kuliah dulu. Dimana Geo yang telah dikhianati oleh kekasihnya dengan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Sampai sekarang, Hito belum pernah melihat Geo jalan dengan cewek manapun. Tapi, ia justru mendengar kabar tentang pernikahan Geo yang sangat membuatnya terkejut.
“Lo benar-benar akan menikah?”
Geo menganggukkan kepalanya, “lo tau apa yang terjadi sama keluarga gue. Keluarga gue hancur. Hutang bokap gue dimana-mana. Belum lagi perusahaan bokap gue yang sudah ada diujung tanduk.”
“Tapi apa lo gak akan menyesal nantinya? Dari apa yang lo ceritakan ke gue. Sepertinya tu cewek gak menghargai lo sama sekali.”
Geo menghela nafas panjang, “gue gak punya pilihan lain. Gue juga sudah gak bisa mundur lagi. Tanggal pernikahan sudah ditentukan. Bokap gue juga sudah menerima banyak uang dari Om Roy. Gue juga bukan pengecut yang akan ingkar janji.”
Seorang pelayan datang untuk mengantar makanan dan minuman yang Hito pesan. Setelah meletakkan makanan dan minuman itu ke atas meja, pelayan itu mempersilahkan Hito dan Geo untuk menikmati makanan itu.
“Terima kasih,” ucap Hito sambil menepiskan senyumannya.
Pelayan itu lalu pamit undur diri.
“Apa dia cantik?” tanya Hito lalu mengambil satu sendok makanan dan dimasukkan kedalam mulutnya.
“Hem... tapi sayang, dia judes dan angkuh.”
“Gue yakin, lo pasti bisa menaklukkan dia. Siapa yang gak akan bertekuk lutut dengan segala pesona lo.”
“Gue gak yakin. Dia seperti ngerendahin gue banget hanya karena keluarga gue menyetujui perjodohan ini hanya demi uang papanya. Dia seakan sudah membeli gue dan harga diri gue!” kesal Geo sambil mengaduk-aduk makanannya.
“Yah... kenapa lo malah melampiaskan kemarahan lo sama itu makanan? memangnya lo gak laper?”
Makanan Hito bahkan sudah tinggal separuh. Tapi makanan Geo masih utuh, tapi sudah tak berbentuk. Membuat nafsu makan hilang seketika saat melihat makanan itu.
Geo pun mulai mengambil satu sendok makanan dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Perutnya juga perlu diisi agar ia punya tenaga untuk melampiaskan kekesalannya.
“Geo. Sekarang gue mau lo jujur. Kenapa sampai sekarang lo belum punya pacar? Apa lo belum bisa melupakan Alina?”
Geo menggelengkan kepalanya, “buat apa gue mengingatnya? Dia udah bikin gue sakit hati. Apa lo gak denger kabar tentang Alina? Bukankah dia sekarang bunting, tapi cowoknya gak mau bertanggung jawab?”
Kedua mata Hito langsung membola, “apa! lo yakin itu?”
Geo menganggukkan kepalanya, “gue mendengarnya dari sahabat Alina. Kebetulan belum lama ini gue ketemu dia. Dia menceritakan semuanya sama gue. Dia juga meminta gue untuk menemui Alina, karena ada yang ingin Alina bicarakan sama gue.”
“Apa lo menemuinya?”
Geo menggelengkan kepalanya, “sorry ya. Entar malah gue yang disuruh tanggung jawab untuk anak yang dikandungnya. Gue aja gak ikut menanam benih, masa gue yang harus bertanggung jawab. Enak aja!”
“Geo, selama lo pacaran sama Alina. Apa lo pernah...”
Geo menggelengkan kepalanya, “tapi gue pernah menikmati kedua bongkahannya yang segede kelapa itu.”
“Gimana rasanya? Enak gak?” tanya Hito penasaran.
Geo menoyor kening Hito, “kenapa lo malah bahas itu? kalau lo ingin tau rasanya, kenapa lo gak ajak Alina untuk ML? biar lo diminta tanggung jawab sekalian!”
“Sorry ya, gue gak mau pakai bekas lo. Apalagi udah berbadan dua. Gue maunya yang masih segelan.”
Geo merasakan ada getaran di saku celananya. Ia lalu mengambil ponselnya dari saku celana dan melihat siapa yang menghubunginya.
“Siapa?” tanya Hito penasaran.
Melihat ekspresi wajah Geo, Hito yakin itu telepon dari seseorang yang belum lama ini mereka bahas. Wanita yang membuat mood Geo menjadi jelek.
Siren!
Geo menjawab panggilan itu, “hem... ada apa kamu menghubungiku?” tanyanya setelah panggilan itu tersambung.
“Bisa kita ketemu? Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.”
“Sorry, aku gak ada waktu. Aku sibuk.”
Geo bisa mendengar suara tawa Siren.
“Sibuk? memangnya apa yang sedang kamu kerjakan? Duduk santai di rumah sambil menikmati uang dari papaku?”
Geo mengepalkan tangannya yang menganggur, ‘sialan!’ umpatnya dalam hati.
“Kalau kamu masih ingin pernikahan kita terjadi. Temui aku sekarang juga. Tapi, kalau sampai dalam waktu tiga puluh menit kamu gak datang. Aku akan minta papa aku untuk mengambil semua uang yang sudah papa aku berikan pada keluarga kamu.”
“Halo! Halo!” teriak Geo saat Siren sudah mengakhiri panggilan itu.
“Sialan!” umpat Geo sambil menggebrak meja.
“Lo kenapa? apa yang dikatakan wanita itu?”
“Dia minta gue untuk menemuinya. Kalau gue gak datang, maka dia akan meminta papanya untuk membatalkan bantuannya kepada keluarga gue.”
Geo mendengar suara notifikasi dari ponselnya. Ada pesan dari Siren yang memberitahu tentang alamat cafe tempat mereka akan bertemu nantinya.
Geo lalu beranjak dari duduknya, “gue pergi dulu. Gue yang akan bayar semua makanan ini.”
Hito mengambil kunci mobilnya dari saku celana, “lo pakai mobil gue biar cepet. Meskipun mobil gue gak sebagus mobil lo.”
“Kenapa juga tadi mobil gue pakai mogok segala.”
Geo lalu mengambil kunci mobil Hito, “Thanks, nanti mobil lo gue anter ke rumah lo,” lanjutnya lalu melangkah menuju pintu keluar.
Dalam perjalanan menuju cafe, Geo terus mengumpat. Ia bahkan meratapi takdirnya yang begitu buruk.
“Apa salah gue sebenarnya? Kenapa nasib gue sejelek ini?”
Sesampainya di cafe, Geo bergegas keluar dari mobil. Ia secepatnya melangkah masuk ke dalam cafe dan mencari keberadaan Siren.
Geo yang melihat Siren hampir beranjak dari duduknya pun bergegas menghampirinya.
“Sorry, telat lima menit,” ucap Geo sambil berdiri di samping Siren yang sudah beranjak dari duduknya.
Siren kembali mendudukkan tubuhnya, “sepertinya kamu gak begitu peduli dengan nasib keluarga kamu,” sinisnya.
Geo mencoba untuk menahan amarahnya. Ia lalu menarik kursi yang ada di depan Siren.
“Apa yang ingin kamu bicarakan sama aku? bukankah kita sudah membicarakan semuanya waktu itu?”
Siren menggeser amplop coklat yang ada di atas meja kedepan Geo.
Geo mengernyitkan dahinya, “apa ini?” tanyanya sambil menatap amplop coklat itu.
“Buka saja. Nanti kamu bakalan tau apa isinya,” ucap Siren sambil mengambil gelas minumannya lalu meminumnya.
Geo mengambil amplop coklat itu. Rasa penasarannya akhirnya mendorongnya untuk membuka amplop itu untuk melihat apa yang ada dalam amplop itu.
“Aku harap kamu segera menandatanganinya,” ucap Siren saat melihat Geo mulai membaca surat perjanjian yang dibuatnya.
“Apa maksud semua ini? apa kamu sudah gila! bagaimana bisa kamu...”
“Apapun bisa aku lakukan. Bukankah papaku sudah membelimu? Itu berarti kamu harus menuruti semua yang aku minta,” potong Siren sambil tersenyum sinis.
Geo membaca satu persatu apa saja yang tertulis dalam surat perjanjian itu. Semua yang tertulis dalam surat perjanjian itu sangat melukai harga diri Geo.
“Kamu pikir pernikahan ini hanya sebuah permainan?”
“Bukankah kamu yang membutuhkan pernikahan ini? bukan aku. Aku bisa saja membatalkan pernikahan kita. Gak ada ruginya juga buat aku. Selain itu, aku juga gak butuh kamu. Tapi kamu yang membutuhkan aku,” ucap Siren dengan menyunggingkan senyumannya.
Geo mencoba untuk menahan amarahnya. Ia tak ingin sampai membuat masalah baru dengan Siren, yang tentu saja akan membuat kedua orang tuanya dalam masalah.
Sabar, Geo. Lo harus sabar. Menghadapi cewek seperti Siren, lo harus punya taktik.
Geo mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri.
“Bagaimana bisa setelah menikah kita tidur di kamar yang berbeda? Apa yang akan orang tuaku katakan nantinya?”
Siren melipat kedua tangannya di depan dadanya, “apa kamu pikir, setelah kita menikah, aku mau tinggal di rumah kamu?”
Siren lalu menggelengkan kepalanya, “jangan harap aku mau tinggal di rumah kamu itu! aku gak mau. Setelah kita menikah, kita akan tinggal di rumah aku. Rumah yang papa beli sebagai hadiah pernikahan kita,” lanjutnya.
Geo membulatkan kedua matanya. Ini bukan rencananya. Jika ia tinggal di rumah pemberian keluarga Siren, maka harga dirinya akan semakin terinjak-injak.
“Aku...”
“Aku gak butuh persetujuan kamu. Aku hanya butuh tanda tangan kamu. Itu saja,” potong Siren membuat Geo kembali menutup mulutnya.
Geo kembali membaca isi surat perjanjian itu.
Kalau dipikir-pikir, isi perjanjian ini sama sekali gak merugikan gue. Tapi kalau gue setuju, itu sama saja, gue membiarkan Siren semakin merendahkan harga diri gue. Sekarang apa yang harus gue lakukan?
Geo menghela nafas panjang, “sekarang kamu jawab jujur. Apa kamu sebenarnya sudah mempunyai kekasih? Sampai kamu harus membuat surat perjanjian ini?” tanyanya penasaran.
“Kamu gak perlu tau urusan pribadi aku. Kamu cukup menandatangani surat perjanjian itu.” Siren lalu mengambil pena dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Geo.
“Ingat, saat ini kamu sama sekali gak ada pilihan selain menandatangani surat perjanjian itu. Kecuali kamu ingin melihat keluarga kamu menjadi gelandangan,” lanjutnya sambil menyungingkan senyumannya.
Geo menggenggam erat pena yang ada di tangannya. Ia lalu menatap selembar kertas yang ada di atas meja.
Apa gue harus melakukan semua ini? tapi, kalau gue mundur sekarang, apa yang akan terjadi sama keluarga gue? Apa gue sanggup melihat kedua orang tua gue menderita hanya karena keegoisan gue?
Siren menatap tangan Geo yang mulai menggerakkan pena yang ada di tangannya.
“Jangan ragu. Lagian itu juga gak akan merugikan kamu. Anggap saja itu sebagai waktu kita untuk bisa saling mengenal satu sama lain.”
“Pernikahan ini terlalu cepat buat aku. Apalagi kita baru kenal. Gak mungkin ‘kan kita bisa langsung menjadi suami istri yang sebenarnya? Memangnya kamu mau melakukan hubungan suami istri dengan wanita yang sama sekali gak kamu cintai?” tanyanya kemudian.
“Kenapa enggak? Untuk melakukan itu gak butuh cinta. Apalagi semua orang juga butuh itu untuk kepuasan tersendiri.”
Siren mengernyitkan dahinya, “jangan bilang kamu sudah sering melakukan itu? kalau sampai kamu mengidap penyakit, aku akan membatalkan rencana pernikahan kita!”
“Jangan asal menuduh ya! memang kamu pikir aku pria apaan, hah!” seru Geo tak terima.
“Kenapa kamu tanya sama aku? kan kamu yang tau pria seperti apa kamu itu!” cebik Siren.
“Aku akan tanda tangani surat perjanjian ini. Aku harap kamu gak akan menyesalinya suatu saat nanti.”
Geo lalu menandatangani surat perjanjian itu, “sekarang apa kamu sudah puas, hah! Dasar wanita licik!” serunya.
Siren mengambil surat perjanjian itu. Ia lalu tersenyum puas, “asal kamu tau. Aku gak akan pernah menyesal membuat surat perjanjian ini.”
Siren lalu beranjak dari duduknya, “terima kasih ya,” ucapnya lalu melangkah pergi meninggalkan Geo.
Geo mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya masih menatap ke arah Siren yang melangkah menuju pintu keluar.
Gue akan pastikan tak akan tinggal diam begitu saja, saat lo semakin menginjak-injak harga diri gue. Lo bisa melakukan apapun yang lo inginkan saat ini. Tapi setelah kita menikah, gue akan membalas semua penghinaan ini. Gue akan buat lo tunduk di hadapan gue.
Geo merasakan getaran dalam saku celananya. Ia lalu mengambil ponselnya dari saku celananya dan melihat siapa yang menghubunginya.
Papa!
Geo langsung menjawab panggilan itu, “halo, Pa,” sahutnya saat panggilan itu sudah tersambung.
“Sekarang kamu dimana?”
“Aku habis ketemu sama Siren, Pa. Ada apa, Pa?”
“Siren? Papa senang mendengarnya. Papa sudah gak sabar ingin melihat kalian menikah.”
Geo memutar bola matanya malas, “kenapa Papa meneleponku? Kalau gak ada yang penting, aku...”
“Datang ke kantor sekarang. Ada yang ingin Papa bicarakan sama kamu.”
“Sekarang? Tapi ‘kan...”
“Ini untuk masa depan kamu. Papa tunggu di kantor.”
Geo memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya saat panggilan itu sudah terputus. Ia lalu beranjak dari duduknya dan melangkah keluar dari cafe itu.
Apa memang sudah nasib gue kali ya, hidup gue harus selalu di atur seperti ini?