Tawaran
Perusahaan keluarga Geo kini tengah berada diujung tanduk. Marco tengah kebingungan mencari dana untuk membayar semua hutang-hutangnya.
Belum lagi uang untuk bisa mengembalikan perusahaannya agar bisa kembali beroperasi seperti sebelumnya.
“Ma, sekarang apa yang harus Papa lakukan? Papa gak tak tau harus kemana lagi meminjam uang untuk menyelesaikan semua masalah ini. Semua usaha sudah Papa lakukan. Tapi semuanya nihil.”
Marco tertunduk frustasi dengan kedua tangannya meremas rambutnya dengan kuat. Kepalanya seakan ingin meledak saat itu juga. Ia juga tak mungkin membiarkan keluarganya menjadi gelandangan.
“Pa, Mama yakin pasti akan ada jalan keluarnya.” Sila mengusap lengan sang suami.
“Papa bahkan sudah meminta bantuan teman-teman Papa. Tapi mereka sama sekali gak bisa membantu Papa, Ma. Bagaimana Papa bisa tenang. Papa juga gak mungkin membiarkan Mama dan Geo hidup susah nantinya.”
“Mama gak memperdulikan itu, Pa. Bagi Mama bisa selalu bersama dengan Papa dan Geo sudah membuat Mama bahagia. Dulu hidup kita juga gak seperti sekarang ini. Jadi Mama juga sudah merasakan bagaimana rasanya hidup susah.”
Marco memiringkan wajahnya menatap istrinya. Ia lalu menggenggam tangannya.
“Terima kasih, Ma. Mama memang paling bisa mengerti Papa.”
Sila tersenyum. “Semalam Geo bilang sama Mama, kalau dia akan mulai mencari pekerjaan. Teman-temannya juga ingin membantunya.”
Marco menganggukkan kepalanya. “Papa juga akan berusaha untuk terus mencari pinjaman sama teman-teman Papa. Siapa tau mereka ada yang bisa membantu Papa.”
Sila dan Marco mendengar suara pintu diketuk.
“Bi, tolong lihat siapa yang datang,” pinta Sila saat melihat asisten yang berjalan melewati ruang tengah.
“Baik, Nyonya.”
Wanita paruh baya itu lalu melangkah menuju pintu utama.
“Maaf, Tuan mencari siapa ya?” tanya wanita paruh baya itu.
“Apa Marco nya ada?”
“Ada, Tuan. Tapi, Maaf, ini dengan Tuan ....”
“Bilang saja Roy mencarinya.”
Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya. “Mari silahkan masuk, Tuan.”
“Terima kasih.”
“Silahkan duduk. Saya akan memanggil Tuan Marco dulu.”
Wanita paruh baya itu lalu melangkah pergi untuk memanggil majikannya.
“Tuan, ada Tuan Roy di depan,” ucapnya sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.
Marco mengangguk. “Tolong buatkan minuman ya, Bi,” pintanya.
“Baik, Tuan.” Wanita paruh baya itu lalu pamit undur diri.
“Ada apa ya, Ma? Tumben Roy datang kesini.”
“Lebih baik kita temui dia dulu, Pa. Siapa tau akan ada kabar baik nantinya,” ucap Sila dengan menepiskan senyumannya.
“Semoga, Ma. Soalnya, Roy sempat menolak saat Papa ingin meminta bantuannya.”
“Mungkin Roy berubah pikiran, Pa. Kita ‘kan juga gak tau.”
Sila dan Marco beranjak dari duduknya. Mereka lalu melangkah menuju ruang tamu untuk menemui tamu mereka yang tak lain sahabat mereka saat kuliah dulu.
Roy, Sila, dan Marco dulunya sahabat baik. Tapi hubungan mereka mulai merenggang saat Sila lebih memilih Marco untuk menjadi suaminya.
Tapi, dua tahun ini, hubungan mereka kembali membaik. Apalagi usia mereka sudah tak lagi muda. Mereka malu jika masih harus bermusuhan satu sama lain. Apalagi saat ini mereka sudah bahagia dengan keluarga mereka masing-masing.
“Tumben kamu datang ke rumah aku.”
Marco lalu mendudukkan tubuhnya di sofa yang berada di depan Roy. Begitu juga dengan Sila yang tentu saja duduk di samping sang suami.
“Aku datang kesini untuk membicarakan sesuatu yang penting sama kamu.”
“Soal apa itu?”
“Tentang apa yang kamu minta sama aku waktu itu.”
Marco mengernyitkan dahinya, “bukankah kamu menolaknya waktu itu?”
Roy menghela nafas. “Maafkan aku. Saat itu aku sedang banyak pikiran. Tapi aku akan membantumu.”
Marco dan Sila saling menatap satu sama lain. Akhirnya ada seseorang yang bersedia membantu masalah yang sedang mereka hadapi saat ini. Padahal mereka sudah hampir putus asa.
“Kamu serius, Roy?” tanya Marco kembali memastikan.
Marco hanya tak ingin apa yang tadi didengarnya hanya khayalan nya saja.
Seorang wanita paruh baya melangkah mendekat, ia meletakkan tiga gelas minuman yang dibuatnya ke atas meja.
“Silahkan diminum, Tuan.”
“Terima kasih, Bi. Bibi boleh pergi sekarang,” ucap Sila dengan menepiskan senyumannya.
“Baik, Nyonya.” Wanita paruh baya itu lalu melangkah pergi.
“Roy, kamu benar-benar serius dengan ucapan kamu tadi?” tanya Marco lagi, karena Roy belum sempat menjawab pertanyaannya.
Roy menganggukkan kepalanya. “Aku serius. Tapi, aku juga butuh bantuan kamu.”
“Bantuan? Apa itu?” tanya Marco sambil mengernyitkan dahinya.
“Aku akan membantu kamu menyelesaikan masalah keuangan kamu. Aku juga akan membantu perusahaan kamu bangkit lagi. Tapi aku punya satu syarat.”
“Syarat? Apa itu?” kini giliran Sila yang bertanya.
Jika Roy memang berniat untuk membantu mereka. Seharusnya tak ada syarat apapun yang harus keluarganya penuhi. Tapi, kalau sudah ada syarat yang harus mereka penuhi, Roy memang tak tulus ingin membantu mereka.
“Kamu tau kan kalau aku mempunyai seorang putri?”
“Hem, lalu apa hubungannya dengan syarat yang akan kamu ajukan?” Marco mencoba untuk memahami maksud kata-kata sahabatnya itu.
“Aku ingin mengatur perjodohan Siren dengan Geo.”
Marco dan Sila sama-sama membulatkan kedua matanya.
“Apa!” seru mereka bersamaan.
“Aku sudah gak tau lagi bagaimana caranya membuat Siren menjadi anak yang penurut. Sikapnya yang keras kepala benar-benar membuat aku pusing. Aku berharap Geo bisa merubah sifat Siren. Aku sudah lama mengenal Geo. Dia anak yang baik. Aku yakin, Geo akan menjadi pria yang tepat untuk Siren,” ucap Roy lalu menghela nafas.
Setelah kepergian istrinya, Roy begitu kesusahan dalam mengurus Siren. Ia tak bisa membagi waktu untuk sekedar menemani Siren jalan-jalan ataupun mendengarkan keluh kesahnya.
Roy menyadari akan kesalahannya itu, hingga membuat Siren menjadi sosok yang sangat keras kepala. Ia menyesali semuanya.
Tapi semua sudah terlambat, karena Siren sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang sudah tak mau lagi mendengar ucapannya.
“Tapi, jika Geo menolak perjodohan ini. Apa kamu masih tetap mau membantuku?”
Marco berharap Roy akan menganggukkan kepalanya. Tapi, apa yang diharapkan tak sesuai dengan kenyataan, saat dirinya melihat Roy menggelengkan kepalanya.
“Mungkin kamu berpikir aku egois. Tapi hanya ini yang bisa aku lakukan. Kita sama-sama saling membutuhkan. Aku butuh Geo untuk menikah dengan Siren. Kamu butuh uangku untuk menyelesaikan semua masalahmu. Dalam hal ini kita akan sama-sama diuntungkan.”
Marco menatap sang istri yang duduk di sampingnya. Ia ingin meminta pendapat Sila tentang tawaran dan syarat yang Roy ajukan. Ia juga tak akan memungkiri, jika ia sangat membutuhkan bantuan Roy saat ini.
Waktu yang Marco miliki juga tak banyak. Apalagi pihak bank selalu menghubunginya untuk segera melunasi hutang-hutangnya. Belum lagi masalah perusahaannya. Karyawannya yang belum digaji selama tiga bulan lamanya.
Tapi, Marco sangat beruntung. Semua karyawannya masih tetap bekerja di perusahaannya dan tak meninggalkannya saat dirinya sedang dalam kesulitan.
“Roy, beri kami waktu. Kami akan membicarakan ini dengan Geo terlebih dahulu,” ucap Sila lalu menatap sang suami dan menganggukkan kepalanya.
Roy mengangguk. “Aku gak terburu-buru. Kalian bisa membicarakan ini dengan Geo terlebih dulu. Hubungi aku kalau kalian sudah mengambil keputusan.”
Roy lalu beranjak dari duduknya. “Co, aku tau kamu tak punya banyak waktu lagi. Aku harap kamu memikirkan tawaran yang aku berikan ini dengan matang. Jangan sampai kamu mengambil keputusan yang salah. Keputusan yang akan kamu sesali nantinya.”
“Aku pergi dulu,” pamitnya kemudian.
Roy lalu melangkah kakinya pergi dari ruangan itu. Ia bahkan tak meminum minuman yang dibuat oleh asisten rumah tangga Marco.
“Pa, sekarang apa yang harus kita lakukan? Geo juga gak mungkin mau menerima perjodohan ini.”
Marco menggelengkan kepalanya. “Papa juga gak tau harus gimana, Ma. Tapi, kita sangat membutuhkan bantuan Roy.”
Geo yang baru saja pulang dari rumah temannya, melangkah menghampiri kedua orang tuanya yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
Geo melihat ada gelas minuman di atas meja.
“Apa tadi ada tamu, Ma, Pa?” tanyanya lalu mendudukkan tubuhnya di sofa tunggal.
“Tadi teman Papa datang kesini. Dia ingin membantu Papa menyelesaikan masalah dalam keluarga kita.”
“Benarkah? Itu kabar bagus dong, Pa. Jadi kita gak perlu lagi mencari pinjaman kesana kemari untuk menutup hutang-hutang kita,” ucap Geo dengan kedua mata yang berbinar.
“Tapi ada sedikit masalah, Sayang.”
“Masalah apa, Ma? Bukankah ini kabar bagus?” tanya Geo yang tak paham dengan maksud kata-kata mamanya.
“Teman Papa memberi syarat pada Papa.”
“Syarat?” Geo mengernyitkan dahinya, “apa syaratnya, Pa?” tanyanya kemudian.
“Kamu.”
“Maksud, Papa?”
“Roy menawarkan perjodohan untuk kamu dengan putrinya—Siren. Roy menginginkan kamu untuk menjadi menantunya.”
Kedua mata Geo membulat dengan sempurna. “Apa! menikah!”
Geo lalu menggelengkan kepalanya. “Gak, Pa. Geo gak mau menikah. Bagaimana Geo bisa menikah dengan wanita yang sama sekali gak Geo kenal,” tolaknya tegas.
“Tapi hanya itu jalan-jalan satu-satunya agar perusahaan kita bisa bangkit lagi. Papa berharap kamu mau menerima perjodohan ini. Anggap saja kamu melakukan ini bukan hanya untuk Mama dan Papa. Tapi untuk semua karyawan yang bekerja di perusahaan kita.”
“Sayang. Mama tau ini pilihan yang sangat sulit buat kamu. Mama dan Papa juga tak ingin memaksamu. Tapi, kita benar-benar sangat membutuhkan bantuan Om Roy saat ini.” Kini giliran Sila yang membujuk putra semata wayangnya.
Geo bangkit dari duduknya. “Gak, Ma. Geo tetap gak mau menikah dengan Siren atau siapa lah itu. Geo gak akan menikahinya hanya untuk mendapatkan bantuan dari Om Roy.”
Marco menghela nafas panjang. Ia lalu beranjak dari duduknya. Melangkah mendekati Geo.
“Kamu yakin dengan keputusan kamu itu?”
Geo menganggukkan kepalanya.
“Apa kamu sama sekali gak kasihan dengan Mama dan Papa?”
“Bukan seperti itu, Pa. Geo yakin, pasti akan jalan keluarnya nanti.”
Marco menggelengkan kepalanya. “Kita sudah tak punya banyak waktu, Geo. Apa kamu lupa itu? bank akan segera menyita semua aset yang kita miliki. Apa kamu sudah siap untuk menjadi gelandangan?”
“Pa!” seru Sila dengan meneteskan air mata.
Sila tak menyangka, keluarganya akan mengalami masalah sebesar ini. Dulu keluarganya hidup dengan bahagia. Mereka bahkan selalu berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan uluran tangan mereka.
Tapi saat ini Tuhan tengah menguji keluarganya. Sila hanya bisa berdoa, semoga keluarganya bisa menghadapi semua cobaan ini.
Geo yang melihat mamanya menangis pun merasa tak tega. Tapi, ia juga tak bisa mengambil keputusan yang menyangkut dengan masa depannya.
Geo terkejut saat melihat papanya yang tengah duduk bersimpuh di depannya.
“Pa! apa yang Papa lakukan?”
“Papa mohon. Papa melakukan ini semata-mata untuk keluarga kita. Papa gak tau lagi harus meminta bantuan kepada siapa lagi. Saat ini, hanya Roy yang mau membantu Papa.”
Geo membantu papa nya untuk berdiri. Bagaimana ia bisa melihat papanya bersimpuh di depannya hanya untuk memohon padanya.
“Sayang, Mama mohon. Demi keluarga kita,” pinta Sila yang tak tega melihat suaminya sampai menjatuhkan harga dirinya di depan anak kandungnya sendiri.
Geo memeluk papanya. “Maafkan Geo, Pa,” pintanya lalu melepaskan pelukannya.
“Papa yang seharusnya minta maaf sama kamu. Papa sudah gagal menjadi kepala keluarga di keluarga kita.”
Geo menggelengkan kepalanya. “Papa adalah Papa terbaik yang Geo punya. Geo bangga sama Papa.”
Geo lalu menatap mamanya dan papanya secara bergantian. Ia lalu menghela nafas panjang. Mungkin keputusan yang akan diambilnya, akan disesalinya seumur hidupnya. Tapi, ia juga tak punya pilihan lain.
“Geo akan menerima perjodohan itu demi Mama dan Papa," lanjutnya.
Sila melangkahkan kakinya untuk mendekati putra semata wayangnya. Memeluknya dengan sangat erat dan mencium wajahnya bertubi-tubi.
“Terima kasih, Sayang. Terima kasih,” ucapnya sambil menggenggam tangan Geo.
“Ma, jangan menangis lagi. Geo tak suka melihat Mama menangis,” ucap Geo lalu menghapus air mata di kedua pipi mamanya.
Marco menepuk bahu Geo. “Papa bangga sama kamu. Semoga keputusan yang kamu ambil akan membuat hidup kamu bahagia. Mungkin kamu belum mengenal Siren. Tapi, Papa yakin, dia akan menjadi istri yang sempurna buat kamu,” ucapnya sambil menepiskan senyumannya.
Geo hanya menganggukkan kepalanya.
"Semoga keputusan yang gue ambil adalah keputusan yang terbaik. Gue hanya tak ingin melihat keluarga gue hancur karena masalah ini," gumam Geo dalam hati.