Ciuman Sebelum Tidur

1000 Words
Jayden menemui orang tuanya yang kini sedang tidak di luar kota untuk bisnisnya. Jayden memeluk Desi dengan hangat. "Rumah katanya engga di tinggalin kamu, kamu masih sering sama Zela?" tanya Desi setelah melepaskan pelukannya. Jayden mengangguk."Zela cuma punya aku, bunda." senyum tipis pun Jayden sunggingkan di bibirnya. "Jangan sampe hilang batas ya, sayang." Desi mengusap kepala Jayden hangat."kasihan Zela, gadis sebaik dan selucu dia harus punya jalan kayak gitu." Jayden mengangguk setuju."Zela terlalu baik buat mereka, makanya Tuhan jauhin mereka." rahang Jayden mengeras. "Tapi jangan sampai kamu larang Zela untuk ketemu mereka sayang, bagaimanapun mereka orang tua Zela." Jayden mengangguk."Aku engga pernah larang, bunda. Bahkan waktu Zela sakit aku telepon bundanya tapi ya gitu engga datang, bikin Zela sakit lagi, padahal dia harapan Jayden satu - satunya, siapa lagi coba yang jagain Zela kalau Jayden engga ada." Desi mengusap kepala Jayden yang semakin hari semakin dewasa itu."Bunda juga kasihan, kenapa engga di bawa ke sini? Malam nanti kita makan malam, ajak Zela." Jayden mengangguk. "Jagoan ayah makin gede!" Jefri merentangkan kedua tangannya meminta di peluk. Jefri baru selesai dari kamar mandi. Jayden berdiri, memeluk sang ayah."Ayah lama banget, hampir Jayden pergi lagi." gerutunya pura - pura marah. "Kemana buru - buru? Zela pasti ya alasannya, dasar!" Jayden hanya tersenyum tipis lalu kembali duduk."Makasih ayah, Jay seneng ayah kabulin permintaan Jay." Jefri mengangguk."Menikahi perempuan yang dicintai kenapa harus ayah larang, ayah justru seneng kamu udah ada rencana buat nikahin Zela, ayah engga mau anak gadis semanis Zela jatuh ketangan orang jahat." senyum jemawa kini tampak. Jayden menghangat."Setelah lulus, Jay nikah, terus engga apa - apakan Jay ikut Kerja di ayah?" Jefri terbahak pelan."Kenapa tanya gitu? Jelas ayah setuju, toh semua akan ayah wariskan ke kamu.. Kamu satu - satunya pewaris ayah." Desi ikut tertawa pelan, pertanyaan Jayden begitu konyol. *** Tangan kiri Zela gemetar dan mulai memerah, Zela menahan tangisannya. Rasa panas dan sakit menyerang tangannya itu karena tidak sengaja memegang wajan panas. Zela mematikan kompor, mengabaikan luka di tangannya. Zela merapihkan semua kekacauan yang di buatnya saat membuat sosis goreng. Tadinya Zela ingin makan, minta pada Jayden takut mengganggu waktunya yang tengah melepas rindu dengan keluarga. Zela pikir dia bisa mengatasi semuanya, ternyata tidak bisa. Zela merasa buruk, pada akhirnya berjongkok dan menangis tanpa suara. Zela kembali merasa kesepian, merasa untuk apa hidup karena tidak ada orang terkasih di sekelilingnya. Zela kembali takut kehilangan Jayden. Banyak kegelisahan yang tidak bisa terungkapkan. "Ngapain?" Zela mendongkak, menatap Jayden dengan keadaan kacau. Jayden berjongkok, wajahnya kembali terlihat emosi. "Ngapain?" ulang Jayden dingin, tandanya Jayden sangat marah. Jayden meraih tangan Zela yang memerah bahkan sedikit mengembung seperti luka bakar. "Jawab Zela!" geramnya dengan menuntut penjelasan mengenai tangan Zela yang kini di genggamnya tanpa menyakiti luka itu. "Hiks, Zela lapar, coba masak, malah celaka." akunya dengan menahan isakan. "Kenapa engga telepon?! Gimana kalau kebakaran?! Gimana kalau lukanya lebih besar dari ini?!" bentak Jayden dengan menarik Zela agar berdiri. Zela menghempas tangan Jayden dengan berani."Zela cuma engga mau ganggu waktu Jayden sama orang tua Jayden, Zela engga mau hiks Zela emang cuma bikin ulah, bikin susah, Zela emang engga berguna!" teriaknya dengan tangisan histeris. Jayden diam dengan tak percaya, Zelanya begitu terlihat terluka. Keputusannya tidak mengajak Zela bertemu orang tuanya sepertinya salah. Zela menangis kencang dengan berlalu meninggalkan Jayden yang masih kaget dengan teriakan Zela yang penuh luka. Zela hilang arah, dia terlalu lelah dengan semua perasaan yang membebaninya. Pada akhirnya Zela ambruk pingsan. Jayden berlari, mengangkat Zela dengan sangat khawatir. *** Kata dokter Zela stress, asam lambungnya naik. Jayden jelas merasa bersalah karena meninggalkannya tanpa menyimpan makanan. Jayden mengusap pelan sisi luka bakar yang sudah di obati itu, semakin mengembung parah seiring berjalannya waktu. Jayden kembali merasa buruk karena menyebabkan kulit mulus Zela harus ternodai luka seperti itu. Zela menggeliat pelan, matanya perlahan terbuka. Tatapannya bertemu dengan tatapan Jayden yang tidak terbaca. "Jayden, maafin Zela tadi—" Jayden membungkuk, mengecup pelipis, pipi lalu terakhir bibirnya sekilas."Minum dulu obat sebelum makannya, nanti makan bubur." Jayden menyiapkan obatnya. "Jayden marah?" Zela tidak enak hati, matanya kembali basah. Jayden mengusap pipi Zela."Engga, sayang__jangan nangis.." Jayden melembutkan suaranya agar Zela percaya. Jayden jelas masih marah karena Zela tidak menelponnya dan malah membuat tangannya luka. *** Zela yang masih sakit terlihat bahagia, pasalnya Desi dan Jefri datang menjenguk dan mengajaknya makan bersama. "Zela bisa masak emang?" tanya Dewi dengan lembut. "Zela lagi belajar sama Jayden, bunda.." akunya dengan riang. Jayden mengangkat tangan Zela yang di sembunyikan Zela itu."Sampe luka gini." adunya dengan rahang mengeras. Lagi, Jayden menelan emosinya. "Astaga.." Jefri mengerang sedih."kenapa engga hati - hati, Zela?" lanjutnya dengan memperhatikan luka itu. Zela menggigit bibirnya, merasakan sedih sekaligus bahagia. Orang tua Jayden begitu perhatian melebihi orang tuanya sendiri yang entah sedang apa sekarang. Jayden menatap Zela tidak pernah beralih, gerak - gerik Zela jelas berbeda. Zela seperti ingin menangis. "Makasih bunda, ayah.." bibirnya bergetar, suara manjanya terdengar sedih."Zela seneng ada yang masih perhatian sama Zela yang bisanya nyusahin dan engga berguna." akunya dengan air mata jatuh. Jayden merasa tercubit hatinya, bibir dan tangan Zela sampai bergetar menahan perasaannya yang menyesakan. Desi bahkan sampai terbawa hanyut dalam haru kebahagiaan dan kesedihan, Jefri hanya tersenyum tipis. Jafri menepuk bahu Jayden sekilas, seolah menguatkan dan meyakinkannya untuk terus menjaga Zela. *** Setelah makan malam selesai, orang tua Jayden pulang. Jayden bergegas menghampiri Zela yang sudah bersiap hendak tidur. Jayden merangkak naik ke atas kasur Zela, memeluknya tanpa banyak kata. Hari ini Zela terlalu menguras perasaannya. "Jangan bilang kamu engga berguna, jangan bilang kamu nyusahin.#." Jayden mengucapkannya penuh penekanan dan emosi. Jayden mengecup bahu lalu membuat tanda di=leher Zela, membuat Zela menggeliat kegelian. "Ja-jayden.." Jayden menjauh kemudian kembali mendekat untuk meraih bibir Zela, menyesapnya, mengulumnya penuh perasaan seraya terus mendorongnya hingga terlentang. Jayden melepaskan pagutannya, mengecup kening Zela lama."Jangan pikirin yang aneh - aneh, jangan takut juga, ada aku, bunda sama ayah yang jaga kamu." yakinnya. Zela mengangguk dengan haru. "Jangan nangis sayang, tidur!" tegasnya di akhir. Jayden turun dari atas kasur Zela, menunggunya hingga terlelap. "Love you, Zela.." bisik Jayden lalu berlalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD