Identitas yang Tertukar

753 Words
Maya's POV Aku tiba di Hotel Ozone, sebuah hotel kecil di kawasan Pantai Indah Kapuk. Saat mengantri untuk check-in, aku berusaha menjaga ketenangan meski jantungku berdebar keras. Aku sengaja tidak mengeluarkan pasporku untuk mendaftar, berharap bisa menghindari perhatian yang tidak diinginkan. Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. " Ibu Maia? Siapa yang namanya Ibu Maia?" seru seorang wanita yang berdiri di dekat meja resepsionis. Suaranya menggelegar di tengah keramaian lobi. Wanita itu berteriak beberapa kali, tetapi tidak ada yang menyahut. Hatiku berdegup semakin kencang. Bagaimana mereka tahu aku ada di sini? Handphone-ku belum kunyalakan dan semua pelacak sudah kubuang. Tak ingin menjadi pusat perhatian, aku mengangkat tangan dengan pelan. "Saya Ibu Maya," kataku, menyerah pada nasib. Jika mereka memang mencariku, biarlah mereka menemukanku di tengah keramaian ini. Setidaknya, mereka tidak akan membunuhku di tempat ramai seperti ini. "Oh, senang bertemu dengan Anda, Bu Maia," kata wanita itu dengan ceria. "Perkenalkan, saya Mega, asisten pribadi dekan Universitas Science International. Saya disuruh menjemput Ibu di bandara, tapi saya tunggu-tunggu Ibu tidak keluar dari gate kedatangan. Namun, nama Ibu ada di daftar penumpang, jadi saya langsung ke hotel ini karena yakin ibu sudah diberitahu bagian accommodation, kalau Ibu menginap di sini karena ini hotel terdekat dari Bandara. Ibu tadi naik taksi ke hotel ini? " tanyanya ramah. Aku mengangguk ragu, masih berusaha mencerna kata-katanya. Ada wanita lain yang bernama Maia, sama seperti diriku. Maia yang merupakan undangan dari dekan Universitas Science International tetapi tidak muncul di bandara saat dijemput oleh Mega. Perempuan muda dan energik yang bernama Mega ini , melanjutkan bicaranya. "Ibu Maia tidak usah daftar check-in, sudah kami uruskan. Ini kunci kamarnya. Besok jam 8 pagi, Ibu akan kami jemput untuk menghadiri acara di Universitas kami." Kejadian salah identitas ini sudah terjadi sejauh ini. Aku hanya bisa berdoa bahwa Maia yang sebenarnya baik-baik saja dan tidak dibunuh karena memiliki nama yang sama denganku. Jika nanti Maia asli muncul, aku akan berpura-pura dan berkelit bahwa aku tidak punya kesempatan untuk membenarkan kesalahpahaman ini. Yang terpenting, aku tidak terlacak dan tidak perlu menggunakan pasporku untuk check-in, sehingga tidak meninggalkan jejakku sama sekali untuk dapat dilacak pembunuh itu. Dengan suara ragu, aku bertanya, "Maaf, boleh aku minta susunan acaranya dan makalah apa yang harus aku bawakan. Aku masih belum bisa akses di iPad-ku karena ternyata IMEI luar negeri tidak bisa dipakai di Indonesia, sedangkan iPad-ku rusak sambungan Wi-Fi-nya. Bisakah Anda memberiku hard copy susunan acaranya agar hari Sabtu pagi aku sudah siap melaksanakan tugasku?" tanyaku, mencoba menjalankan skenario yang sudah kususun dalam hati. Aku berdoa semoga Mega percaya. "Oh iya, Bu. Memang merepotkan harus daftar IMEI di bandara kalau mau kartu asal negara kita bisa dipakai. Aku juga bingung dengan peraturan pemerintah Indonesia ini. Setiap tamu kami dari luar negeri pasti mengalami kendala itu dan berakhir kami harus menyediakan Pocket Wi-Fi bagi mereka," jawab Mega sambil menyerahkan booklet acara Science Fair. "Ibu perlu pocket Wi-Fi kah?" Dia menyodorkan satu pocket Wi-Fi untukku. "Tidak usah. Bisakah kamu membantuku membeli iPad baru dan sebuah handphone baru, supaya lebih efisien sehingga aku bisa memindahkan data-dataku dan mempergunakannnya saat jadi pembicara besok?" Aku melihat sekilas booklet yang diberikan Mega, aku tahu bahwa Maia, wanita yang bernama sama denganku itu , akan menjadi pembicara di bidang Teknologi Science Tepat Guna pada acara Science Fair Universitas Science International dan aku yakin, aku bisa menggantikannya menjadi pembicara itu. "Okay, Bu. Ibu istirahat saja, pasti masih jetlag. Aku akan membeli semua keperluan yang ibu sebutkan tai." Aku mengeluarkan dompetku untuk memberinya uang dollar, tapi dia menolak. "Ada dana universitas untuk semua pengeluaran Ibu yang berhubungan demi kelancaran acara seminar kami. Dan ini uang tunai lima juta untuk uang saku Ibu," katanya sambil menyerahkan sebuah amplop. "Saya pamit membeli iPad dan handphone untuk Ibu dulu." Aku memiliki uang tunai sekarang dan tidak perlu menggunakan kartu kreditku sehingga aku lebih aman. Jadi uang saku itu aku terima dan membiarkan Mega pergi membeli I-pad dan handphone baru agar aku tidak perlu menyalakan handphone lamaku untuk meminimalkan pelacakan dari penjahat-penjahat yang memburuku. ++++ Sementara itu, Maia asli yang dijadwalkan menjadi pembicara, ternyata setelah tiba di Jakarta dari Filipina, dia bertemu pacar lamanya di bandara Soekarno Hatta. Mereka berdua memutuskan untuk terbang ke Bali, merayakan cinta lama mereka yang bersemi kembali. Maia yang asli lupa semua tugasnya, lupa karir yang telah dipupuknya sejak lama, lupa integritanya dan lebih memilih hidup bebas mengejar cintanya karena sudah lama Maia memimpikan untuk membentuk keluarga bersama pria idaman hatinya. Memang benar kata orang , kalau cinta sudah merasuk kalbu, akal sehat tak lagi bertam!.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD