Mustahil Dilakukan

1109 Words
"Pa, kok Nenek nggak ngajak Papa untuk tiup lilin?" tanya Rion heran. "Kalau Papa ikut ke sana nanti tempatnya jadi penuh, kamu liat kan banyak orang yang mengelilingi Nenek," jawab Raka sambil tersenyum menutupi rasa sakit hatinya. "Rion, ayo kesini," teriak Reza. Rion pun turun dari gendongan ayahnya lalu berlari menghampiri Reza. Ayana tampak tertawa lepas bercanda bersama keluarganya setelah memotong kue ulang tahun bersama Ernie, ia sama sekali tak memperdulikan suaminya yang duduk di kursi bersama para tamu, bahkan Rion sudah tak bersamanya lagi. Ia melihat Rion tengah asyik bermain dengan Reza dan Brama, Faisal juga tampak ikut bercanda bersama cucu-cucunya. "Eh, liat deh itu kan suaminya Ayana. Kok dia nggak diajak motong kue ya?" terdengar bisik-bisik para tamu mulai membicarakan keberadaan Raka yang tak dianggap. "Iya, ya. Perasaan setiap Buk Ernie ulang tahun, dia sama sekali nggak pernah dianggap," sahut tamu lainnya. "Iya, kasian sekali ya. Itulah kalau cinta nggak direstui lebih baik nggak usah dipaksa." Raka mulai gerah mendengar para tamu membicarakan tentang pernikahannya dengan Ayana, ia sama sekali tak mempermasalahkan keadaannya saat ini tetapi justru mereka yang sibuk mengasihaninya. "Ehem," suara batuk Raka mencoba menghentikan para tamu yang sedang bergunjing lalu ia berjalan meninggalkan pesta. Ia yakin ada atau tidaknya ia di pesta tidak akan merubah apapun, mendengar para tamu membicarakan pernikahannya saja sudah membuat kepalanya panas apalagi nanti pasti ia jadi perbincangan mertuanya dengan para tamu lain. Raka melajukan mobilnya tanpa arah dan tujuan, lalu ia teringat dengan kakek yang ia selamatkan kemarin ia ingin tau bagaimana keadaan kakek itu. Ia pun memutuskan untuk ke rumah sakit. "Maaf, pasien di kamar ICU yang kemarin saya antar kesini, dipindahkan kemana ya?" tanya Raka pada seorang Perawat yang lewat saat ia sudah berada di rumah sakit, ia tak melihat keberadaan kakek di dalam kamar ICU. "Oh, kakek itu sudah dibawa keluarganya Mas, beliau sudah meninggal dunia," jawab perawat tersebut. "Meninggal?" tanya Raka syok. "Iya," sahut Perawat lalu berjalan meninggalkan Raka yang masih terdiam karena terkejut. Setelah tahu kalau kakek yang ia tolong kemarin meninggal ia memutuskan pulang ke rumah, harapannya untuk mendapat ganti uang yang sudah ia keluarkan sia-sia. Tabungannya benar-benar harus ia ikhlaskan, awalnya ia mau membelikan kado tambahan untuk mertuanya karena tadi ia hanya memberikan satu gram cincin emas yang tak dilirik oleh Ernie. "Pak, tunggu!" teriak petugas Administrasi. "Saya?" tanya Raka sambil menunjuk hidungnya. "Iya, tolong ke sini sebentar!" "Ada apa ya?" tanya Raka bingung. "Anda, yang kemarin mengantar Tuan Charles ke Rumah Sakit ini kan?" Charles? Jadi nama kakek itu Charles? batinnya. "I-iya," jawab Raka walau ia belum yakin apa yang dimaksud petugas itu adalah kakek yang kemarin ia bawa ke sini. "Ini ada titipan dari pengacara Tuan Charles, Anda diminta untuk datang ke alamat yang ada disini." Petugas Administrasi memberikan kartu nama atas nama Charles William, seorang konglomerat salah satu orang terkaya di Indonesia. Raka mengambil kartu nama tersebut lalu bertanya. "Kalau boleh tau untuk apa ya saya disuruh datang ke alamat ini?" tanya Raka, wajahnya tampak pucat ia takut melakukan kesalahan. "Maaf, tapi Saya kurang tau. Lebih baik Anda ke sana untuk memastikannya." Raka menganggukkan kepala menyetujui saran dari petugas Administrasi tadi, semoga saja ia tak terlibat dalam masalah apapun hidupnya sudah terlalu rumit saat ini. Sesampainya di depan rumah Charles William, Raka memastikan lagi bahwa alamat yang ia datangi tidak salah. Perumahan Mutiara Indah, blog G, nomor 27. Raka membaca alamat dikartu nama sambil mencocokkan dengan alamat rumah yang dipegangnya. Rumahnya besar seperti istana, batinnya. Ia sangat mengagumi rumah megah di depannya. 'Apa aku benar-benar telah menyelamatkan seorang konglomerat kemarin?' batinnya. Ia bangga karena sudah menolong salah satu orang terkaya di Indonesia walau akhirnya kakek itu meninggal dunia, semoga saja ia tidak mendapatkan masalah baru. "Cari siapa ya?" tanya Satpam seraya melihat tajam ke arah Raka. "Say, saya mencari keluarga Tuan Charles William," sahut Raka sambil memperlihatkan kartu nama yang dipegangnya. "Biarkan dia masuk." Suara berat seorang lelaki terdengar, pintu pagar yang menjulang tinggi dan belum dibuka membuat Raka tidak bisa melihat suara siapa yang tadi menyuruhnya masuk. Dengan cepat Satpam membukakan pintu pagar, mereka mempersilahkan Raka masuk ke dalam halaman rumah yang sangat luas itu. Raka sungguh sangat kagum melihat kekayaan Tuan Charles William. Namun, ada satu hal yang mengganjal pikirannya ... baru satu hari Charles William meninggal tetapi rumahnya terlihat sangat sepi tidak ada sanak saudara yang biasanya masih memenuhi rumah duka, ketika Raka masuk ia disambut oleh lima orang pelayan, lagi-lagi ia tak melihat keluarga Charles di dalam rumahnya. "Maaf, kalau boleh tahu kenapa saya diminta ke sini?" tanya Raka bingung, sejujurnya ia ingin segera pulang ke rumah karena suasana rumah Charles membuatnya sedikit takut. "Silahkan duduk!" pinta pria berjas hitam itu seraya menunjuk sofa mewah yang berada di ruang tamu. " Sebelumnya Saya ingin memperkenalkan diri, nama Saya Ricard. Saya Pengacara sekaligus orang kepercayaan Tuan Charles William. Tujuan Saya mengundang Anda kesini karena ini adalah permintaan terakhir Tuan Charles William sebelum beliau meninggal dunia. Beliau mewariskan semua kekayaan, segala Asetnya dan juga Perusahaan terbesarnya kepada Anda," terang pria berjas hitam itu. "Ma-maksudnya?" Raka terlihat gugup dan tak bisa percaya dengan apa yang dikatakan Ricard kepadanya. "Apa, perkataan saya kurang jelas?" Raka menggelengkan kepalanya. "Sa-saya mendapat warisan kekayaan Tuan Charles, bagaimana bisa?" Mata Raka membulat sempurna, ia sama sekali tak menyangka akan mendapat durian runtuh seperti ini. Ricard menganggukkan kepala lalu melanjutkan perkataannya lagi. "Ada satu lagi permintaan Tuan Charles sebelum meninggal, sebelum Anda menandatangani semua dokumen peralihan kekayaan ini, Anda harus menyetujui permintaan terakhir Tuan Charles," terang Ricard sembari berdiri dan mengajak Raka ikut bersamanya ke lantai dua rumah Charles William. "Apa syaratnya?" tanya Raka penasaran. "Lihat wanita itu? Dia adalah cucu Tuan Charles, dia buta. Dia mendapatkan donor mata dari Tuan Charles sebelum Tuan Charles meninggal, Tuan Charles meminta Anda, menikahi Nona Anna dan menjaganya!" terang Ricard sembari menunjuk ke arah wanita yang berada di dalam kamar dengan mata yang tertutup perban. "Menikahi wanita itu? Yang benar saja! Saya tidak mau, Saya ini sudah berkeluarga. Lagipula kenapa Tuan Charles tidak mewariskan hartanya kepada cucunya sendiri? Apa ini hanya jebakan agar saya mau menikahi gadis buta itu!" ucap Raka, dari awal ia sudah curiga pasti ada sesuatu dibalik semua ini dan ternyata inilah alasan Tuan Charles memberikan semua kekayaannya ia ingin agar Raka menikah dengan cucunya yang buta dan merawatnya. Apa semua pelayan di rumah ini tidak sanggup merawat satu orang kenapa juga harus dijodohkan denganku! Walaupun aku butuh uang tapi aku tidak akan pernah mengkhianati Ayana, gumamnya dalam hati. Raka pun pergi meninggalkan rumah mewah itu, menolak mentah-mentah warisan kekayaan Charles demi menyelamatkan pernikahannya dengan Ayana. "Tuan, pikirkan lagi semua ini!" teriak Ricard. "Persetan dengan semuanya! Harta, aku sama sekali tak butuh harta!" gerutunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD