Sakit Hati

1157 Words
"Gimana Mas, kamu udah beliin kado buat ibu?" Pertanyaan Ayana membuat Raka mengingat kembali uang yang sudah habis untuk biaya Rumah Sakit kakek tua itu. "Mas," ulangnya. "Sudah," sahut Raka lemas. "Makan dulu yuk!" ajak Rakasambil menyodorkan kantong plastik berisi makan malam, "Rion, mana?" Raka mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan mencari keberadaan Rion yang sedari tadi tidak terlihat. Biasanya Rion selalu menyambut kedatangannya dengan pelukan manja. Namun, kali ini ia sama sekali belum melihat Rion di rumah. "Rion, ke rumah Mama," jawab Ayana. "Ke rumah Mama? Malam-malam begini?" tanya Raka menelisik. "Iya, tadi Rion dijemput sama Pak Edi," jawab Ayana sambil merapikan makanan di atas meja makan. Edi adalah supir pribadi Ernie Ibu dari Ayana. Istri Raka itu memang terlahir dari keluarga berada, bahkan cukup kaya. Itu sebabnya orang tua Ayana menentang keras pernikahan anaknya dengan Raka yang berbeda kasta dengannya. Setelah mendengar penjelasan Ayana, Raka duduk dengan lemas. Ia kembali memikirkan kado apa yang harus ia berikan pada mertuanya nanti, sedangkan uangnya hanya tersisa sedikit. Semua gajinya dan juga uang lemburnya sudah diberikan pada Ayana untuk membayar tunggakan uang sewa rumah dan uang iuran sekolah Rion. Terpaksa ia memberikan satu buah cincin emas untuk ibu mertuanya, cincin yang rencananya ingin ia berikan pada Ayana sebagai hadiah aniversarry pernikahannya nanti. Raka duduk termenung lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Mas, kamu kenapa?" tanya Ayana, bingung saat melihat suaminya terlihat murung. "Ah, nggak. Mas, nggak apa-apa," sahutnya terbata-bata. Ayana menganggukkan kepala pelan lalu melanjutkan makan dengan cepat. Setelah selesai, seperti biasa Ayana selalu membersihkan dapur sebelum tidur karena ia tak ingin piring kotor menumpuk dan membuat moodnya jelek di pagi hari. "Sini. Biar Mas, yang mencuci piring," tawarnya sambil tersenyum cerah. "Mas, kamu beneran udah beli kado untuk Ibu?" tanya Ayana memastikan kalau suaminya tidak akan mempermalukannya didepan keluarga besarnya nanti. "Udah, kamu tenang aja," sahut Raka. "Makasih, Mas." Ayana memeluk mesra suaminya, lalu Raka menggendong Ayana, membawanya ke dalam kamar. Ini adalah kesempatan langka bagi mereka berdua, karena malam ini Rion tidak ada di rumah. Raka dan Ayana bisa melakukan pertempuran dengan desahan mesra. Kali ini meraka tak harus menahannya lagi agar tak didengar oleh Rion. Keesokan paginya. Hari spesial bagi Ernie ibu mertua Raka akhirnya tiba. "Mas, kamu sudah sewa mobilnya kan?" tanya Ayana yang tengah sibuk berdandan. "Sudah, Sayang," sahut Raka dari dalam kamar mandi, tak lama kemudian ia keluar berjalan mendekati sang istri. "Kamu cantik sekali hari ini," puji Raka sambil memeluk Ayana mesra. "Gombal, udah sana cepetan pakai baju kita berangkat sekarang!" "Iya, Sayang." "Mas, kamu udah beli kado kan buat Ibu?" tanya Ayana, takut kalau suaminya lupa. "Udah," jawab Raka sambil memakai pakaian. Ayana tersenyum cerah, walau dari semalam ia belum melihat kado yang dibeli Raka, tetapi ia yakin kado itu bernilai tinggi. 'Mungkin yang Mas Raka beli adalah berlian walau kecil Ibu pasti akan sangat menyukainya,' batinnya. "Sudah siap, yuk berangkat." Ayana terlihat sangat antusias untuk datang ke acara ulang tahun Ibunya. "Mobilnya kamu parkir di mana?" tanya Ayana, matanya mengedar melihat ke sekeliling parkiran mini market ia belum melihat ada mobil mewah terparkir di sana. Rumah kontrakan mereka memang tidak memiliki tempat parkir itu sebabnya Raka memarkirkan mobil yang ia sewa diparkiran mini market yang agak jauh dari rumah mereka. "Itu mobilnya." Raka menunjuk ke mobil hitam yang sering disebut oleh orang-orang dengan sebutan mobil sejuta umat, karena harganya yang terbilang murah meriah. "Oh, memangnya nggak ada mobil lain ya?" tanya Ayana kecewa, awalnya ia mengira Raka akan menyewa mobil mewah karena hanya untuk satu hari jadi uang sewanya pasti tidak akan mahal. Namun, Raka justru menyewa mobil biasa. "Iya, itu mobilnya. Maaf ya Mas, belum bisa menyewa mobil mahal." Raka merangkul Ayana lalu mengajaknya masuk ke dalam mobil. Meski kecewa, tetapi tak ada pilihan lain bagi Ayana selain masuk ke mobil itu. Sesampainya di pesta perayaan ulang tahun yang bisa dibilang mewah, Raka masuk ke rumah yang dijadikan tempat pesta sambil menggandeng tangan istrinya dengan bangga. Sangat berbeda dengan Ayana yang justru terlihat sedikit risih, dan tak lama kemudian melepas genggaman tangan Raka lalu masuk sendirian. "Mah, selamat ulang tahun ya." Ayana mencium tangan Ernie dan memeluknya erat. "Makasih Sayang," sahut sang ibu. "Mah, selamat ulang tahun," ucap Raka sambil menyodorkan kotak kecil berisi kado untuk mama mertuanya. Ernie tak membalas uluran tangan Raka, ia justru sibuk menyambut tamu lain dengan senyuman cerah, bahkan kado dari Raka tak diambilnya. Raka meletakkan kotak kecil ke atas meja tempat kado-kado lain berkumpul ia melihat ke sekeliling para tamu tengah asyik berbincang. Namun, ia hanya sendirian bahkan Ayana tampak tak memperdulikannya sama sekali seakan ia malu membawa suami yang tak berguna sepertinya. "Rion, sini," teriak Raka saat melihat Rion tengah berlari-lari bersama Reza sepupunya anak dari Sinta, kakak Ayana. "Papa," teriak Rion senang lalu memeluk Raka erat hanya Rion lah yang mau menerimanya saat ini. "Ayana, sini Nak," teriak Ernie memanggil Ayana yang tengah sibuk berbincang dengan teman lamanya. "Iya, Mah," sahutnya lalu berjalan menghampiri Ernie. "Temani Nak Brama ngobrol. Kasian dia, masa tamu VIP dicuekin sih," ucap Ernie. Ayana terdiam saat melihat Brama berdiri di depannya ia tak menyangka kalau Brama juga hadir di pesta ulang tahun ibunya. 'Ibu mengundang Mas, Brama?' batin Ayana. Ia menoleh ke arah Raka. Wajah Ayana tampak pucat pasi. Sejujurnya ia takut Raka salah paham tentang keberadaan Brama di pesta ulang tahun ibunya walau sebenarnya Raka belum mengetahui siapa sebenarnya Brama. Raka melihat Brama. "Pak Brama. Ada disini juga? Ada hubungan apa dia sama Mama Ernie, kenapa Mama Ernie mengundangnya?" gumam Raka pelan, ia bertanya-tanya tentang keberadaan Bosnya di pesta ulang tahun Ibu mertuanya. Dia juga melihat Ayana tampak gugup, wajahnya terlihat pucat seperti ketakutan. Bukan tanpa alasan sikap Ayana menjadi seperti itu, Brama adalah mantan kekasih Ayana sebelum dirinya menikah dengan Raka. Namun, Raka sama sekali tak mengetahui hal itu. Raka menghampiri Ayana dan juga Brama sambil menggendong Rion. "Pak Bram," sapa Raka sambil tersenyum ramah, mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Brama. Namun, Brama memalingkan wajahnya dengan sombong. Raka hanya bisa diam, tahu posisinya, Brama adalah Bosnya. Raka tak ingin mempermasalahkan hal sepele seperti ini karena ia takut dipecat oleh Brama. Ayana tampak semakin panik saat ia mengetahui kalau ternyata Raka mengenal Brama. 'Mas Raka kenal sama Mas Brama?' batinnya. "Kalian berdua kesini! Temani Ibu memotong kue," teriak Ernie memanggil Ayana dan juga Brama. Sedangkan Raka hanya terdiam ia sama sekali tak habis pikir dengan sikap kedua orang tua Ayana terhadapnya. Bukan saja tak menganggap Raka ada mereka juga sama sekali tak mengakui kalau Raka adalah suami Ayana. "Ayo Dik, kita ke sana," ajak Brama meraih tangan Ayana, seakan sama sekali tak memperdulikan Raka yang sedang berdiri di depan mereka. Raka tak merasa cemburu dengan kedekatan Brama dan Ayana karena ia berfikir kalau Brama adalah sepupu istrinya karena Raka memang belum mengenal semua saudara Ayana. "Maaf Mas," ucap Ayana pelan lalu berjalan mengikuti Brama. Raka hanya menganggukkan kepala pelan sakit hati? Jelas saja sedang ia rasakan saat ini. Namun, ia masih mencoba untuk tetap sabar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD