Apa Aku Terima Saja?

1071 Words
Sesampainya Raka di rumah, ia melepaskan segala kepenatannya dengan berbaring di atas tempat tidur. Pandang matanya menatap ke jam dinding di depan, sudah jam lima sore tetapi Ayana dan Rion belum juga pulang, ia pun menghela nafas berat. "Warisan kekayaan Tuan Charles, dengan syarat harus menikahi gadis buta," gumamnya mengingat kejadian tadi. Andai tak ada syarat itu ia pasti sudah menjadi konglomerat sekarang, bahkan kekayaannya berpuluh-puluh kali lipat mengalahkan kekayaan yang dimiliki Brama, bosnya yang arogan dan pilih kasih. Andai kekayaan itu menjadi milikku, aku pasti sudah mengajak kamu, Rion dan orang tuamu jalan-jalan keluar Negeri, batinnya. Raka memejamkan kedua mata, tertidur sambil terus memikirkan warisan yang seharusnya sudah ia miliki. Jam terus berputar hingga akhirnya Raka terbangun tepat di jam sepuluh malam, tetapi Ayana dan Rion belum juga pulang ke rumah. Ia mengambil benda pipih di sampingnya melihat satu pesan dari Ayana yang mengatakan kalau malam ini Ayana dan Rion menginap di rumah orang tuanya. Perasaan sesak semakin ia rasakan bukan hanya tak di perdulikan oleh Ayana di pesta tadi, bahkan saat ini Ayana sama sekali tak menanyakan keadaannya. Mas, apa kamu sudah makan? Tak ada pertanyaan itu saat Raka membaca pesan yang tadi dikirim Ayana. "Ayana, apa kamu melupakan suamimu ini? Menanyakan Mas sudah makan atau belum saja tidak kamu lakukan." Raka tak membalas pesan Ayana, ia memilih melanjutkan tidurnya sambil menahan rasa lapar yang menusuk ulu hati. Hingga akhirnya, pagi pun tiba, hari ini adalah hari senin seharusnya Ayana sudah pulang ke rumah karena Rion mau masuk sekolah, karena khawatir akhirnya Raka memutuskan menjemput Ayana dan Rion ke rumah mertuanya. Ia naik angkutan umum ke sana karena mobil yang ia sewa sudah ia kembalikan. Sesampainya di rumah orang tua Ayana, betapa terkejutnya ia saat melihat Brama masih berada di rumah mertuanya, lalu Raka berjalan perlahan masuk ke dalam halaman rumah untuk menguping pembicaraan antara Brama dan kedua orang tua Ayana di ruang tamu, wajah mereka semua tampak sangat serius. "Jadi bagaimana? Apa Nak Brama mau menerima Ayana? Mama sangat menginginkan Nak Brama menjadi menantu Mama, Ayana itu lebih cocok kalau menikah dengan kamu, bukan dengan lelaki miskin itu." Deg Bagai ditika-m oleh pisau, d**a Raka terasa sakit dan nafasnya juga sudah tak beraturan. Kepalanya seakan sudah mengeluarkan lahar panas. "Apa yang dilakukan oleh orang tua Ayana, mereka ingin menjodohkan Ayana dengan Brama? Berarti Brama bukanlah sepupu Ayana, lalu semalam aku membiarkan istriku tinggal satu rumah dengan lelaki lain," gumamnya tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Raka memberanikan diri untuk masuk, ia benar-benar sudah geram dengan kelakuan mertuanya kalau hanya dihina ia masih bisa terima tetapi ini sudah keterlaluan, ini sama saja menginjak harga diri sebagai laki-laki. "Maksud Mama apa? Ayana itu sudah punya suami, tidak pantas menjodohkan istri orang dengan lelaki lain!" teriak Raka emosi. Ernie berdiri lalu menghampiri Raka, "Mau apa kamu datang ke sini? Ayana sudah tak ingin bertemu kamu lagi, Saya sudah mengurus perceraian kalian berdua!" bentak Ernie seraya mengangkat kedua tangan ke atas pinggang. "Ayana, masih istri sah aku Ma," sahut Raka. "Perceraian kalian berdua sudah masuk ke Pengadilan, kamu bisa menunggu surat itu datang ke rumahmu. Sekarang juga keluar dari rumah Saya! Jangan pernah panggil Saya dengan sebutan Mama, Saya tidak sudi punya menantu miskin kayak kamu!" teriak Ernie suaranya melengking membuat telinga orang yang mendengarnya sakit. "Ayana, Rion, keluar. Kita pulang sekarang!" teriak Raka tak memperdulikan perkataan Ernie. "Kurang ajar kamu ya! Mau kemana kamu? Jangan masuk-masuk ke rumah saya!" teriak Ernie saat melihat Raka masuk mencari keberadaan Ayana dan Rion, ternyata Ayana dan Rion dikunci di dalam kamar. "Mas, aku di sini. Aku di kunciin di dalam kamar, Mas...," teriak Ayana. "Sayang, kamu nggak apa-apa kan?" Raka menempelkan telinganya ke pintu agar bisa mendengar suara Ayana. "Aku nggak apa-apa Mas," sahut Ayana. "Mana Rion?" tanya Raka. "Rion masih tidur," jawab Ayana. Raka menghela nafas lega saat mengetahui kedua orang yang ia sayangi baik-baik saja. "hey, keluar dari rumahku sekarang!" teriak Ernie. Raka sama sekali tak memperdulikan Ernie ia terus mencoba membuka pintu kamar. Tiba-tiba Brama menghampirinya dan menarik baju Raka dengan kasar. "Kau tuli ya! Sudah disuruh keluar masih saja disini!" bentak Brama. "Maaf Pak, ini bukan urusan Anda," sahut Raka masih mencoba bersikap sopan pada bosnya karena ia takut kehilangan pekerjaan. "Ini sudah menjadi urusanku sekarang, karena aku calon suami Ayana, sebaiknya kau keluar dari rumah ini!" Brama menantang Raka, masih menarik baju Raka dengan wajah bringas. Raka sudah kehabisan kesabaran saat ia mendengar Brama mengatakan kalau ia adalah calon suami Ayana, dengan penuh emosi Raka meninju wajah Brama hingga hidungnya mengeluarkan darah segar. Brama berusaha membalas tinjuan Raka tetapi lelaki itu bisa menghindarinya. "Pak, itu pak, dia mengacau di rumah ini!" Erni menunjuk ke arah Raka, membawa tiga orang Satpam komplek untuk mengusir ayah satu orang anak itu dari rumahnya. "Sebaiknya Anda keluar dari rumah ini, jangan bikin keributan disini!" Ketiga Satpam menarik tangan Raka memaksanya keluar dari rumah Ernie. "Tunggu Pak, yang seharusnya keluar dari sini bukan saya! Saya suami Ayana, saya menantu ibu Ernie," terang Raka mencoba menjelaskan posisinya. "Bawa dia Pak!" titah Erni dan Faisal. Brama tersenyum puas saat melihat Raka diseret paksa oleh Satpam ia merasa sudah menang dari Darren. "Jangan pernah datang lagi ke kantor! Karena kau dipecat!" Brama menepuk pundak Raka kasar, lalu membisikan sesuatu. "Sekarang kamu tahu posisi kamu! Aku pasti akan mendapatkan Ayana kembali, wanita yang pernah kau rebut." Raka terdiam ia tak mengerti apa maksud ucapan Brama tadi yang jelas sekarang hidupnya benar-benar sudah hancur bukan hanya kehilangan pekerjaan, tetapi ia juga dipisahkan oleh kedua orang yang sangat ia sayangi. Apa aku harus menerima tawaran Tuan Charles untuk menikahi cucunya agar aku bisa membawa pulang Ayana dan Rion lagi. Andai benar semua kekayaan itu menjadi milikku sudah pasti aku akan mengalahkan Brama dan bisa mendapatkan hati kedua orang tua Ayana, batinnya. Raka memutuskan untuk kembali ke rumah Charles William. Sesampainya Raka di sana, ia disambut bahagia oleh Ricard, dilayani oleh para pelayan seperti seorang Raja. Sungguh kehidupan yang berbeda jauh ia seakan sedang berada di dalam dimensi berbeda. "Saya, menerima tawaran itu dengan satu syarat," pinta Raka. "Apa, syaratnya Tuan," tanya Ricard sambil tersenyum. "Rahasiakan pernikahan Saya dan cucu Tuan Ricard, dan satu lagi. Saya tidak ingin tinggal satu atap dengan gadis itu, saya berjanji akan menjaganya tetapi saya tidak ingin tinggal bersamanya!" Ricard terdiam ia mencoba berfikir tentang syarat yang diberikan Raka. Bagaimana bisa dia menjaga Nona Anna kalau tidak tinggal satu rumah dengannya, batin Ricard.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD