BAB 3. TUNGGU AKU

1242 Words
. . . Semalam badan Cia demam, dia sering mengigau. Dia juga mendapat mimpi buruk, dia akan berteriak-teriak dalam tidurnya dan bangun dengan tubuh basah kuyub. Kanaya selalu setia merawat putrinya, setelah kemarin malam dia merutuki ketidakberdayaannya untuk melindungi putri kecilnya, dan berakhir dengan menghilangnya putri kecilnya itu. Dia digempur rasa bersalah. Dia akan mencurahkan kasih sayangnya untuk kesembuhan Cia. Cia hanya memperbolehkannya, Austin, Daffa dan Bella untuk menjenguknya dan menemaninya. Dia akan melempar apa saja jika yang datang Jashon atau dua saudaranya yang lain. Dia juga akan berteriak histeris. Dan itu tentu saja membuat Jashon dilanda kesedihan yang teramat dalam. Dia teramat menyesal sudah menyakiti putri kesayangannya. Apalagi dokter Hans, dokter yang merawat Cia di kediaman keluarga Dexter menceritakan bagaimana keadaan Cia saat pertama kali dia datang ke sana. Setelah Selena memintanya ke rumah karena ada teman Marc yang sakit. Sungguh saat itu tubuh Cia sudah membiru, ada darah keluar dari hidungnya. Sepertinya tubuh mungilnya sudah terlalu lama berada di antara badai salju. Apa yang akan terjadi jika tidak ada Marc yang kebetulan lewat di sana, karena sedikit lagi nyawa Cia sudah tidak dapat tertolong lagi. Rasa sesak itu begitu menyesakkan dadanya, dia merasa sudah gagal menjaga putrinya. Andai dia tidak membentak Cia, ini semua tidak akan terjadi. Tapi semua sudah terjadi, bahkan istrinya dan ketiga anaknya ikut marah padanya, bahkan enggan bicara dengannya, tapi dia memang pantas mendapatkannya. Cia masih terlalu kecil ... Jashon hanya berharap Cia mau memaafkannya. Walau dia belum meminta maaf pada Cia, baru dia masuk kamar, Cia sudah histeris.... Maaf Cia ... Maafkan Daddy nak. *** “Mom, aku tidak mau ikut, aku tinggal disini saja. Aku ingin bertemu dengannya lagi.” Marc menolak ikut mom dan dadnya yang akan pindah ke London. Karena tugas kerjanya sebagai Kedubes di New York sudah berakhir. Dan kini Jonathan Dexter bisa berfokus pada bisnis yang juga ditekuninya selain menjadi Duta besar perwakilan dari London. “Marc, kita tidak bisa tetap tinggal di sini sayang. Tempat ini akan ditempati orang lain yang akan menggantikan posisi dad nantinya.” Selena berusaha membujuk putranya itu dari kemarin, tapi putranya itu menolak pergi. “Mmm gimana kalau kita menjenguk sekaligus berpamitan pada gadis kecilmu itu sebelum kita pergi, bagaimana?” mata Marc mengerjap senang. “Ayo mom, aku mau bertemu gadisku lagi. Bisa tidak kalau kita memgajaknya juga. Kurasa dia tidak senang dengan daddynya, maukah mom berbicara dengan orang tuanya?” suatu ide muncul di kepala tampannya. Dia mengatakannya sambil tersenyum bahagia, membayangkan dia akan mengajak gadis kecilnya berkeliling kota London. Dia sangat yakin gadis itu belum pernah pergi ke sana. “Mommy sih tidak keberatan Marc, tapi gadis cantik itu kan punya keluarga yang menyayanginya.” Selena memberi pengertian kepada jagoannya itu pelan, karena dia sangat mengenal putranya itu. Dia paling tidak suka jika ditolak, seperti daddynya. “Baiklah, biar aku saja yang bicara dengan keluarganya,” putusnya. Dia menganggukkan kepalanya pasti, seakan dia baru memutuskan tujuan hidupnya. *** Gadis cilik itu masih bergelung dalam selimut tebalnya. Badannya sudah tidak demam lagi, tapi kepalanya masih nyeri. “Sayang, ada yang mengunjungimu,” bisik mommynya sambil menepuk ringan pipinya yang kemerahan dan gembil menggemaskan. Mommynya mencium kedua pipi dan keningnya dengan sayang, sampai putrinya membuka matanya. “Ssiapa mom hoammm?” tanyanya serak, efek bangun tidur. Dia menguap dua kali. “Penolongmu,” bisiknya menggoda, dan putri kecilnya itu pipinya semakin memerah. Ohhh gadis kecilnya dan cinta monyetnya. Mungkinkah? Apa secepat ini? Gadis itu duduk membenarkan geraian rambutnya yang kusut. Gerakan salah tingkah putrinya itu membuatnya gemas. Gadis kecilnya menatap matanya seakan bertanya ‘Bagaimana penampilanku?’ Dia memberi isyarat Ok dengan tangan kananya. Putrinya terkekeh geli, ini pertama kalinya dia mendengar suara kekehan putrinya itu setelah kejadian beberapa waktu lalu. Ingin rasanya dia melakukan apapun untuk mendengar suara merdu itu. Sepertinya bocah tampan yang sudah menolong putrinya itu bisa membuatnya ceria lagi. Dia mencium kening putrinya ini, dikecupnya lagi kedua pipi putri kecilnya itu, sebelum beranjak dari kamar putrinya. Tak berapa lama mommynya datang dengan seorang wanita sebaya dengan mommynya dan seorang bocah laki-laki bermata biru. Kedatangannya membuatnya tersenyum bahagia. “Hai sweetheart gimana keadaanmu sayang?” tanya wanita yang Cia yakin adalah ibu dari bocah lelaki bermata biru itu. Ada kemiripan dengan mereka, cuma mata mereka berbeda. Mungkin sama sepertinya yang menuruninya dari daddynya. Apalagi Cia mengingat wanita itu juga yang ikut merawatnya kemarin. “Baik aunty, masih pusing sih... Little bite,” jawabnya sambil menyatukan ibu jari dan telunjuknya dengan ekspresi menggemaskan miliknya. "Ya ampun kamu menggemaskan sekali,” seru wanita itu langsung memeluk gadis kecil yang membuat putra kecilnya terpesona, dikecupinya seluruh wajah gadis kecil itu gemas. "Mom... kau memonopolinya,” seru bocah lelaki itu gusar. "Wah kamu cemburu son?" goda Selena kepada putranya. "Iya... dia milikku, hanya aku yang boleh mencium dan memeluknya,” ucapnya terus terang, ucapannya membuat kaget mommy Kanaya dan tentu gadis kecil itu makin merona tanpa dia tau alasannya. "Kau hanya milikku, jangan biarkan orang lain memelukmu. Jika kau sedih ingatlah aku, genggam bandul pemberianku dan anggap aku memelukkmu seperti ini,” ujarnya tegas, dan langsung memeluk gadisnya menyalurkan rindunya. "Aku akan pergi, karena tugas daddyku disini sudah selesai. Jadi janji akan menungguku atau kau mau ikut denganku, mommyku tidak keberatan kalau kau ikut dengan kami. Hmm gimana?" tanyanya menembus mata biru gadisnya, mengecup dua mata gadisnya lembut. "Sayang kau membuatnya bingung, mom dan dadnya pasti keberatan,” tegur mommynya "Ayo Daddy sudah menunggu, kita harus pergi,” ucap mom Selena, tidak enak karena mengganggu putranya. Tapi bagaimana lagi suaminya sudah menunggu di bandara. Seharusnya mereka berangkat bersama tapi karena Marc, mereka berangkat sendiri. Marc menatap mommynya tak percaya, ada kesedihan yang tersirat dari sorot matanya. Dia beralih menatap Cia, pandangannya nanar. Rasa tak rela berpisah dari Cia. "Namaku Marc, Marcus Dexter, ingat kau milik Marc,” ucapnya penuh ketegasan. Cia hanya mengangguk mantap, membuat Marc tersenyum senang. Apalagi saat mendengar jawaban gadisnya matanya berbinar indah "Cia milik Marc, Marc milik Allicia,” jawabnya sendu tapi ada janji di sana. Bagi Allicia, Marc adalah pahlawannya. "Iya Marc milik Allicia, Allicia milik Marcus,” bisiknya ditelinga gadisnya, Allicianya. Dikecupnya lembut kening gadis itu lembut, dirapikannya anak rambut gadis kecil itu lembut direkamnya wajah cantiknya dalam ingatannya. Dia menoleh ke arah meja dekat meja belajar Cia, disana tertata rapi beberapa foto Cia dari dia bayi sampai sekarang "Boleh kuambil ini sebagai hadiah?" tanyanya sambil mengambil frame berisi foto Cia, gadis itu mengagguk kecil. "Setelah dewasa aku akan menjemputmu,” ucapnya tegas sebelum meninggalkan kamar. Allicia mengangguk kecil, ada kesedihan yang merayapi hatinya. Baru saja dia merasakan hatinya bahagia, baru pertama dia merasa sangat dekat dengan orang asing tapi merasa mengenalnya seumur hidupnya, sedang yang dikenalnya sedari bayi seperti orang asing buatnya. *** Setibanya di luar kamar Cia, pandangan Marc menjadi nanar, rasanya berat meninggalkan Cia. Entahlah dia merasa hal buruk akan terjadi pada gadis kecilnya, Entahlah tapi dia berharap gadisnya baik-baik saja. Dia berjalan kearah mommynya yang memang sejak tadi memberi waktu berdua dengan Cia. Pandangannya bertemu dengan wajah serupa Cia tapi bermanik hazel. Cantik tapi tak secantik Cia, jadi Cia punya kembaran? Menarik batinnya. Gadis cilik itu memandangnya penuh rasa ingin tahu. Dia merasa gadis itu ingin mendekatinya, tapi kedatangan seorang gadis seusia dengannya membuat gadis cilik kembaran Cia mengurungkan niatnya. Mereka berdua berjalan ke salah satu kamar. Pandangannya tertuju pada kamar Cia lagi, belum juga dia pergi, dia sudah merindukan gadis cilik itu. Selamat tinggal sayang. aku pergi untuk kembali...tunggu aku, gumam Marc pelan. ~BERSAMBUNG~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD