4. Negosiasi

1226 Words
Clara menatap takjub deretan gedung pencakar langit yang berdiri kokoh di depannya. Meneguk ludah berulang kali, ia berusaha mengumpulkan seluruh keberanian karena sebentar lagi akan menemui Nathanael secara langsung di gedung BlackGold Enterprise. Sungguh, kalau tidak dalam keadaan yang amat sangat genting, mana mau Clara merendahkan diri untuk kedua kalinya. Aslinya, Clara malu. Amat sangat malu. Bayangkan saja, sudah ditolak mentah-mentah, sekarang dengan tidak tahu dirinya, ia berusaha untuk mencoba kembali bertemu. Kata Rachel juga, dirinya harus berusaha. Kalau berhasil, jangankan 10.000 USD untuk biaya operasi sang ibu. Seratus ribu atau mungkin satu juta dollar sekali pun bisa ia dapatkan dengan mudah. Terlebih, Clara sudah mendapatkan banyak pelajaran gratis dari Rachel. Matanya bahkan harus ternodai karena kekurang-ajaran Rachel yang memperlihatkan padanya secara langsung adegan ranjang agar bisa ia turuti dan praktikkan kepada Nathanael nantinya. "Semuanya, dari step paling mudah hingga yang sulit sekali pun, sudah aku tunjukkan padamu, Clara. Aku harap apa yang aku ajarkan padamu kali ini tidak sia-sia." Itu sebabnya, menghempaskan segala kecemasan dan juga rasa gugup yang melanda, Clara memantapkan diri dengan melangkah yakin memasuki lobby gedung BlackGold Eterprise. Ia bahkan sampai berbohong dengan pihak resepsionis kalau sudah membuat janji dengan Nathanael. Tak apa lah berbohong. Kalau tidak begitu, baru sampai lobby saja, mungkin ia akan langsung diusir oleh security. Diantar dan dituntun menuju lantai sepuluh, Clara akhirnya sampai di depan ruangan Nathanael. Bodohnya, ia lupa namanya pimpinan pasti memiliki asisten atau sekretaris yang selalu standby. Sebelum dipersilakan masuk, Ashley yang merupakan sekretaris Nathanael meminta Clara untuk menunggu terlebih dahulu. Perempuan itu memastikan kembali apakah dirinya sudah benar membuat janji apa belum. Sial! "Anda yakin sudah membuat janji dengan Tuan Nathanael?" tanya Ashley meyakinkan. "Iya." "Boleh saya tahu nama Anda?" "Clara," sahut Clara dengan pelan dan penuh penekanan. "Clara Winterborne." Ashley tampak berulang kali mengecek jadwal Nathanael yang ada di tangannya. Ekspresinya jelas menampilkan raut kebingungan karena tidak mendapati satu pun agenda pertemuan antara sang atasan dengan perempuan bernama Clara hari ini. "Tunggu sebentar. Saya akan tanyakan terlebih dahulu dengan Tuan Nathanael." "A-apa saya tidak bisa langsung bertemu saja? Waktu saya tidak banyak." Air muka Clara berubah gugup. Ketakutan akan terbongkarnya kebohongan soal sudah membuat janji dengan Nathanael, langsung menghantui dirinya. Kalau hari ini ia gagal bertemu pria itu, habis sudah nasibnya. "Tidak bisa. Semuanya harus sesuai prosedur. Mohon tunggu terlebih dahulu." Clara lantas memerhatikan bagaimana sekretaris cantik tersebut melangkah cepat memasuki ruang pimpinan. Hanya selang waktu tidak sampai lima menit, Ashley kembali keluar. Menghampiri Clara, perempuan itu kemudian menyampaikan sesuatu. "Terima kasih sudah berkenan menunggu. Tapi, mohon maaf. Setelah saya konfirmasi, Tuan Nathanael tidak bersedia untuk menemui Anda." Clara menarik napas panjang. Apa yang ia takutkan pada akhirnya benar terjadi. "T-tapi, saya hanya ingin bertemu sebentar. Ada hal penting yang harus saya sampaikan." Ashley mengangguk paham. Tapi, ia tidak serta merta mengabulkan apa yang Clara pinta. "Mohon maaf, saya tidak bisa membantu Anda. Tuan Nathanael memang tengah sibuk. Kalau boleh saya sarankan, silakan kembali lain waktu. Siapa tahu ----" Kalimat Ashley nyatanya tidak sempat perempuan itu selesaikan. Di detik yang sama, tanpa terduga Clara bersikap nekat. Gadis itu sedikit berlari sengaja menerobos masuk ruang pimpinan dan langsung menemui Nathanael. "Nona! Perbuatan Anda ini tidak sopan. Sudah saya katakan kalau Tuan Nathanael tidak bersedia bertemu." Ashley bersungut-sungut. Sementara Nathanael yang sedang duduk menyelesaikan pekerjaan langsung menoleh. Fokusnya matanya berhenti tempat ke arah Clara yang berdiri tak jauh dari mejanya. "Tuan Nathanael, kita perlu bicara serius. Ada hal penting yang harus aku sampaikan padamu." "Tuan... Nona ini sudah lancang. Dia ---" Nathanael mengangkat tangan kanannya ke udara. Memberi isyarat, meminta sang sekretaris untuk segera keluar dari ruang kerjanya. Setelah meyakini hanya tinggal berdua. Tatapan Nathanael beralih. Kedua manik emerald miliknya langsung melempar tatapan memindai. Memerhatikan penampilan Clara yang sama seksinya seperti ia temui tempo hari. "Mau apalagi kau kemari?" Suara itu terdengar dingin seolah menusuk jantung. Clara bahkan serasa dikuliti melihat bagaimana Nathanael yang melempar tatapan tidak suka ke arahnya. "Tolong beri aku kesempatan sekali lagi, Tuan." "Kesempatan?" Clara buru-buru mengangguk. "Iya. Aku akan membuktikan kalau aku layak untuk Anda dipertimbangkan." Nathanael menarik sudut bibirnya tersenyum, kemudian tak lama terkekeh mendengar pernyataan Clara barusan. Raut wajahnya jelas mengejek seakan sangsi dengan apa yang sudah lawan bicaranya kemukakan. Namun, beda halnya dengan Clara. Ia malah terpesona melihat bagaimana tampannya Nathanael kala tersenyum. Ia merasa Tuhan begitu baik hati kala memahat bentuk wajah dan juga tubuh milik pria di depannya itu sehingga terlihat begitu sempurna. Belum lagi kenyataan bahwa Nathanael adalah sosok kaya raya yang sangat mapan. Persetan sudah beristri sekali pun. Tetap saja pria itu terlihat menggoda bagi para perempuan di luar sana, tak terkecuali Clara sendiri. "Apalagi yang mau kau buktikan? Sudah cukup kemarin kau membuang-buang waktuku yang berharga." "Tapi, aku berjanji kali ini tidak akan mengecewakanmu, Tuan." Clara berusaha meyakinkan. Tapi, Nathanael tetap saja tidak perduli dengan usaha yang sudah Clara coba. Raut wajah pria itu saja nampak jelas malas menanggapi. Seolah ucapan Clara hanya dianggap angin lalu yang tidak penting sedikit pun. "Tidak. Aku tidak bersedia. Sudah ku katakan kemarin, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Jadi, lebih baik kau segera keluar dari ruanganku." Clara meneguk ludahnya. Kalau sudah diusir seperti ini, dirinya harus bertindak seperti apa lagi. Tapi, menyerah begitu saja sama halnya dengan bunuhh diri. Mau kemana lagi dirinya mencari uang. "Hanya sekali ini saja, Tuan Nathanael." Nathanael terdengar berdecak. Sebenarnya malas buang-buang waktu untuk hal yang tidak penting. Terlebih ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan hari ini. "Kenapa kau begitu memaksa?" "Karena aku butuh uang banyak untuk biaya operasi ibuku yang sedang kritis." Clara pada akhirnya jujur dengan maksud dan tujuannya. Ia berharap setelah mengetahui hal ini, Nathanael bisa sedikit luluh. "Lantas, kenapa kau tidak tunjukkan saja kemarin saat pertemuan pertama kita? Kalau kau sadar sedang butuh uang, kenapa tidak totalitas saja dari awal?" "Aku minta maaf..." cicit Clara pelan. "Kalau kali ini kau memberikan diriku satu saja kesempatan, aku janji tidak akan mengecewakanmu. Ku mohon." Nathanael lantas menatap lekat ke arah Clara yang jelas memohon. Tapi, bukannya iba, pria itu tetap berpegang teguh dengan keputusan yang ia buat dari awal. "Tidak. Aku tidak tertarik. Tolong segera keluar dari ruanganku." Clara membeku. Habis sudah harapan yang ia pupuk kala Nathanael tidak sedikit pun menggubris permohonannya. Di mata Clara, ia melihat jelas bagaimana pria itu mengangkat gagang telpon, mungkin bermaksud untuk menghubungi sang sekretaris atau mungkin saja security untuk mengusirnya keluar. "Tunggu, Tuan!" Fokus Nathanael langsung teralihkan. Melempar pandangan ke arah Clara, ia mendapati gadis itu tanpa terduga meraih resleting gaun Nude yang terdapat dibelakang. Menariknya habis, membiarka gaun yang ia kenakan melorot jatuh begitu saja di atas lantai. Tentu saja apa yang Clara lakukan ini berhasil menampilkan kemolekan tubuhnya. Bahkan beberapa bagian sensitifnya kini hanya tertutup oleh bra tipis dan juga celana dalam hitam motif renda. "Aku sadar kalau kemarin begitu mengecewakan Anda," ucap Clara dengan berani. "Tapi, kali ini kejadian itu tidak akan terulang kembali. Clara menatap lekat kedua mata Nathanael. Menguncinya. Tidak membiarkan pria itu beralih sedikit pun darinya. "Anda cukup memberi satu kesempatan. Kalau kali ini, Anda kembali merasa kecewa, silakan pergi tanpa perlu membayar sepeser pun." Nathanel bergeming beberapa saat sembari menatap Clara yang polos tanpa busana. Bangkit dari duduknya, pria itu melangkah mendekat. Menghampiri, meraih pakaian Clara lalu bantu memakaikannya. "Rapikan pakaianmu," bisik Nathanael tepat di telinga Clara. "Setelah ini, ikut aku ke hotel. Kita buktikan, apa kau sanggup merubah keputusanku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD