4

505 Words
“Bukannya itu gadis yang tadi ya?” tanya Nizam yang melihat Qisti sedang minum air kelapa di pinggiran jalan. Qisti sudah sering langganan membeli es kelapa sama penjual yang biasa lewat di depan rumah mereka. Dia berani membeli sama mereka karna menurutnya air kelapa yang baru dikupasnya tidak mungkin jorok ataupun tidak higienis. Nizam memelankan laju mobilnya, kemudian berhenti di parkiran toko dekat dengan Qisti duduk, kebetulan tokonya sedang tutup. Nizam ingin tahu, siapa gadis yang sudah mengganggu pikirannya hanya dengan sekali tatapan. Lama Nizam menunggu Qisti menghabiskan es kelapanya, panas-panas begini memang sangat cocok duduk di bawah pohon sambil menghirup es kelapa dengan santai. Gadis itu benar-benar cantik di matanya Nizam, Nizam bahkan harus menundukkan pandangannya beberapa kali supaya dia bisa menjaga batinnya. Qisti telah selesai menghirup Es kelapanya. “Segar banget minum es di siang-siang begini,” ucap Qisti yang bangkit dari tempat duduknya menghampiri penjual untuk membayarkan minumannya. “Ini uangnya Pak ya,” ucap Qisti sambil meletakkan uang di gerobak Bapak penjual es kelapa, karna Bapak itu sedang menyiapkan es kelapa untuk pembeli yang lain. Qisti berjalan pulang ke rumahnya, Nizam tak ingin kehilangan jejak Qisti, dia mengikuti Qisti dari belakang untuk mengetahui yang mana rumah Qisti. Qisti masuk ke dalam rumah yang tak kalah besar dengan rumah di kompleks yang diikuti oleh Nizam, melihat dari rumahnya saja kita sudah bisa menebak, Qisti berasal dari keluarga berada. Nizam menghentikan mobilnya di penjual es kelapa yang di beli Qisti, Nizam ikut memesan es kelapa tersebut, karna penasaran bagaimana rasanya sampai gadis kaya raya tersebut mau membelinya. “Terima kasih pak ya,” ucap Nizam yang langsung menyeruput es di depannya. “Wah, ternyata benar-benar enak, pantas gadis itu membeli es ini,” gumam Nizam. “Aduh ... bumbunya Ummi masih di dalam mobil,” tiba-tiba Nizam teringat dengan tujuannya, Nizam menghabiskan dengan cepat es kelapa tersebut. “Pak, ini uangnya.” “Sebentar Nak ya, Bapak ambilkan kembaliannya,” ucap penjual itu karna menerima uang 100 ribu dari Nizam. “Tidak usah di baliki Pak, untuk Bapak saja, oh ya Pak, saya mau tanya, apa Bapak kenal dengan perempuan yang membeli es sama Bapak tadi, rumahnya di sana,” tanya Nizam sambil menunjuk ke arah rumah Qisti. “Oh ... itu, Non Qisti.” “Qisti namanya Pak?” “Iya Qisti nama panggilannya.” “Ya sudah, terima kasih banyak Pak ya, saya pulang dulu, Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikum salam, Nak ...,” jawab penjual itu dan berusaha memanggil Nizam kembali untuk mengucapkan terima kasih karna sudah di kasih uang. Bapak itu merasa heran dengan sikap Nizam, tapi dia harus lanjut melayani pembeli dan melupakan sikap Nizam yang seperti detektif cinta. Nizam segera pulang ke rumahnya dan menemui Umminya. “Ini Bumbunya Ummi.” “Lama sekali kamu pulang, Ummi sudah masak sayur rebus sama ikan goreng saja, keburu siang, tidak sempat makan nanti Abi sama kamu," ucap Ummi sambil mengambil bumbu dari tangan Nizam. “Maaf Ummi, tadi Nizam ada sedikit keperluan di jalan,” ucap Nizam sambil memegang tengkuknya karna merasa tak enak dengan Umminya, kalau Umminya tahu keadaan yang sebenarnya yang membuat Nizam telat pulang, mungkin Nizam tidak akan berani menampakkan wajah di depan Umminya lagi karna malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD