3

502 Words
“Nah kan! Jadi mereka makan uang dari mana? Minta sama orang tuanya?!” “Gak tau juga, haha, udah ah, keknya kamu anti banget sama pesantren.” “Tidak anti juga sih, Cuma heran saja sama mereka, kok mau kerja bakti bertahun-tahun tanpa gaji, gak ada masa depan!” “Maksud kamu kerja bakti, jadi guru ngaji gratis?” “Iya, kan itu gak ada masa depan! Aku tidak habis pikir kalau jadi istri salah satu dari mereka, amit-amit!” Yenni tertawa mendengar ucapan Qisti yang menilai guru ngaji tidak ada masa depan, tapi menurut dia apa yang di bilang oleh Qisti ada benarnya di pikiran dia. Nizam telah selesai mengajar, dia pulang ke rumahnya yang terletak di dalam pesantren. Nizam seorang Ustaz muda yang sangat pintar, memesona, tampan dan berwibawa. Nizam anak dari Abdullah Ja’far dan Fairuz Az-Zahra, pimpinan pondok pesantren salaf terbesar di daerah mereka yang bernama Dayah Nurul Huda. Nizam telah lama di sebut-sebutkan oleh Abinya sebagai penerus pimpinan pondok pesantren ketika Abinya sudah meninggal dunia, karna hanya Nizam anak satu-satunya mereka. Tak ada rasa keberatan pada Nizam, dia menerima wasiat Abinya dengan belajar lebih giat lagi. Nizam tidak kuliah, dia hanya fokus pada pendidikan kitab kuning saja, dan fokusnya membuahkan hasil, dia mampu membaca kitab Mahalli dengan baik dan menjelaskan maknanya dengan bahasa yang mudah di pahami. Nizam masuk ke kamarnya yang di penuhi dengan kitab dan buku tentang agama Islam. Poster-poster ulama menghiasi dinding kamarnya yang luas. “Kenapa? Kenapa aku jadi ke pikiran terus sama wajahnya?” Nizam bertanya dalam hati setelah merebahkan tubuhnya di kasur. “Tidak! Aku tidak boleh jatuh cinta sama wanita yang tak pakai jilbab, Abi tidak mungkin setuju!” Nizam berusaha menyingkirkan wajah Qisti dari pikirannya dengan membuka kitab yang akan di ajarkan nanti sore untuk anak didiknya. “Nizam ...,” suara Umminya membuyarkan fokus Nizam pada kitab kuning yang sedang di bacanya. “Iya Ummi ... ada apa Ummi?” tanya Nizam pada Umminya setelah dia datang membuka pintu kamar untuk Umminya. “Nizam bantu Ummi sebentar boleh?” “Bantu apa Ummi?” “Nizam bantu beli bumbu masak Ummi sebentar, sudah habis, Ummi tidak sempat ke pasar.” “Ummi juga ikut Nizam? Biar Ummi bisa pilih sesuai keinginan Ummi.” “Tidak bisa, Ummi sedang masak bubur di dapur, kamu saja yang belanja sebentar, ini sudah Ummi tulis apa saja yang perlu di beli.” “Ya sudah, Nizam berangkat dulu Ummi ya.” “Iya, kamu hati-hati di jalan.” Nizam keluar dari rumah dan bertemu dengan Abinya. “Baru pulang, mau ke mana lagi?” tanya Abinya yang hendak masuk ke dalam rumah. “Mau pergi beli bumbu, di suruh Ummi.” “Kalau begitu biar Abi yang beli saja, kamu istirahat, kan nanti kamu harus mengajar lagi.” “Tidak apa-apa Abi, Nizam saja, Abi kan juga capek baru selesai mengajar juga, Nizam pergi dulu Abi ya.” “Iya, hati-hati di jalan.” Nizam memilih membawa mobil, karna cuaca di luar memang sedang panas, Dia melajukan mobilnya ke jalan pasar. Nizam telah sampai di sana, dia membeli keperluan Umminya sesuai dengan catatan yang di berikannya. Setelah semua belanjaan dia dapatkan, Nizam kembali mengendarai mobilnya untuk pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD